Selasa, 05 Mei 2009

Rekapitulasi 4 Provinsi Ditunda

KOMPAS


Rekapitulasi 4 Provinsi Ditunda
PDI-P Sementara Unggul


Jumat, 1 Mei 2009 | 03:07 WIB


Jakarta, Kompas - Komisi Pemilihan Umum menunda pengesahan hasil rekapitulasi penghitungan suara nasional untuk pemilu anggota DPR di empat provinsi akibat saksi-saksi partai politik mengajukan protes atas ketidaksinkronan data dan dugaan adanya manipulasi data.



Proses rekapitulasi suara partai tingkat nasional di Jakarta, Kamis (30/4), dilakukan untuk Kalimantan Selatan yang memiliki dua daerah pemilihan dan Banten dengan tiga dapil. Rekapitulasi kedua provinsi itu akhirnya ditunda pengesahannya karena protes para saksi atas banyaknya kejanggalan.

Untuk Kalsel, data rekapitulasi perolehan suara pertama dan kedua untuk pemilu DPD di Kabupaten Kotabaru berbeda.

Kisruh data pemilu DPD juga terjadi di Banten. Namun, persoalannya adalah terjadi perbedaan urutan nama calon anggota DPD antara yang ada dalam surat suara dan dalam formulir rekapitulasi suara. Nama calon anggota DPD dengan nomor urut 53 tercatat pada nomor 17 di formulir rekapitulasi. Sedangkan calon nomor 17, namanya mundur ke nomor 18 dan seterusnya hingga calon nomor 53.

Dari rekapitulasi penghitungan suara manual oleh KPU, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memimpin jumlah perolehan suara.

PDI-P mengumpulkan 6.044.087 suara atau 19,8 persen, disusul Partai Demokrat (5.184.246 suara, 16,98 persen) dan Partai Golkar dengan 4.359.797 suara (14,28 persen).

Lalu, Partai Amanat Nasional (7,52 persen), Partai Keadilan Sejahtera (6,76 persen), Partai Kebangkitan Bangsa (5,31 persen), dan Partai Persatuan Pembangunan (5,03 persen). Jumlah suara itu berasal dari 11 provinsi. Suara sah yang telah ditetapkan sebanyak 30.532.841 suara.

Pertaruhan

Proses rekapitulasi hasil pemilu legislatif merupakan pertaruhan besar. KPU dikejar target agar penetapan hasil pemilu tidak lewat batas waktu, tetapi proses rekapitulasi di tingkat nasional sekaligus mencuatkan permasalahan penghitungan di level sebelumnya.

Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto, Kamis, menyebutkan, masalah yang muncul di tingkat nasional sebetulnya merupakan akumulasi masalah sepanjang proses rekapitulasi. Mekanisme kontrol yang tidak berjalan optimal menjadikan persoalan menumpuk di tahapan akhir. ”Sebenarnya kasus saat ini juga terjadi pada Pemilu 2004 sekalipun jumlahnya tidak semasif saat sekarang,” ujar Didik.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ahmad Fauzi Ray Rangkuti menilai, KPU amat sadar bahwa rekapitulasi di tingkat provinsi tidak sepenuhnya benar. Namun, ada kecenderungan KPU ingin rekapitulasi selesai sesuai dengan jadwal yang disusun. Ketika ada masalah, solusinya bisa melempar kembali ke provinsi, seperti kasus Bengkulu, atau langsung menyorongkannya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Ray, tumpukan gugatan sengketa hasil pemilu di MK menandakan proses rekapitulasi yang lemah. ”Ini tabiat kurang baik, lempar masalah kepada pihak lain justru menandakan kurang tanggung jawab dan cari aman,” kata Ray.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menyebutkan, rekapitulasi manual hasil pemilu tidak berjalan sebagaimana mestinya, sangat tertutup dan sangat jauh dari akses publik. KPU belum siap melaksanakan rekapitulasi, cenderung memaksakan dan formalistik belaka. (MZW/DIK)

Tidak ada komentar: