Kamis, 27 November 2008

Sayangkan Pencatuman Gelar di DCS

Sabtu , 11 Oktober 2008 , 12:02:30 wib Ray Rangkuti Sayangkan Pencatuman Gelar di DCS

Rachmat Hidayat

JAKARTA, TRIBUN - Lingkar Madani Indonesia (LIMA) menyayangkan pengumuman Daftar Calon Sementara (DCS) yang mencantumkan gelar akademik maupun gelar kemiliteran bagi para calon wakil rakyat. Direktur Eksekutif LIMA Ray Rangkuti, Sabtu (11/10), menyatakan, pencantuman gelar itu disandang bukan dimaksudkan untuk tujuan semena-mena.

"Maraknya penggunaan gelar akademik dan militer dalam DCS merupakan sesuatu yang sangat ironis. Hakekatnya, gelar akademik disandang demi kepentingan akademik. Begitu juga dengan gelar kemiliteran. Penggunaan dua gelar ini sudah semestinya tidak dilakukan secara semena-mena," ujar Ray Rangkuti seperti dilansir Persda Network.

Pada dasarnya, kata Ray, dua dunia tersebut harus independen dari kegiatan-kegiatan politik atau dibawa-bawa demi kepentingan politik. Perdebatan tentang apakah gelar akademik dapat dimuat di surat suara atau tidak telah lama muncul. Setidaknya sejak pemilu 2004 yang lalu.

"KPU dapat kembali melihat wacana tersebut dan menjadikannya sebagai dasar untuk membuat kebijakan bahwa penggunaan gelar akademik dan militer tidak dapat diberlakukan di dalam surat suara. Dengan begitu, sekalipun Parpol emoh untuk mencabut penggunaan dua gelar tersebut, KPU dapat melakukannya melalui ketentuan dan peraturan KPU tentang format surat suara pemilu legislatif 2009," imbuhnya.

LIMA Nasional menemukan seluruh parpol memperkenankan para DCS mereka mempergunakan gelar akademik sebagai bagian indentitas diri berbaur dengan deretan DCS yang sama sekali tidak mempergunakan gelar tersebut. Begitu juga dengan gelar kemiliteran.

Setidaknya LIMA Nasional menemukannya di Parpol HANURA (3 orang), PKPI (3 orang), Barisan Nasional (3 orang), Demokrat (2 orang), PAN (1 orang), PKB (1 orang).Menyimak dan menyikapi DCS yang telah diumumkan, Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Nasional memberikan pandangannya; menyayangkan formulasi DCS yang telah diumumkan KPU. Pengumuamn DCS sebatas nama, dapil dan parpol sangat tidak membantu masyarakat untuk segera melakukan pengecekan atas puluhan ribu nama yang ada.

"Lebih-lebih pemuatan foto tak disertakan dalam DCS. Setidaknya KPU menyertakan tanggal, bulan dan tahun kelahiran serta alamat terakhir dari para caleg. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah masyarakat melakukan pengecekan tentang kebenaran identitas tersebut," ungkapnya.

"Nama yang serupa sama seringkali merepotkan untuk dilakukan pengecekan. Pemuatan identitas tersebut, akan membuat halaman DCS bertambah. Dengan sendirinya pembiayaan akan bertambah. Tetapi, dana yang keluar akan sebanding dengan kemampuan dan kemudahan masyarakat untuk melakukan pengecekan akan keabsahan administratif DCS," ungkapnya lagi.

Fakta sebenarnya, pengumuman DCS telah memancing partisipasi masyarakat untuk melakukan pengaduan dan hal ini sangat membantu KPUdalam melakukan ferivikasi administratif DCS. LIMA Nasional menyayangkan keterbatasan penggunaan media sosialisasi yang dilakukan oleh KPU. Dengan hanya terbit sekali dan dalam media nasional, tentu sangat membuat masyarakat yang tidak dapat mengakses data tersebut kesulitan melakukan pengecekan.

"Semestinya, keterbatasan media ini dapat disiasati KPU dengan cara menyebarkan foto copi DCS melalui KPU Daerah Kabetapan/Kota. Dengan begitu, DCS menjadi sangat dekat dengan basis pemilih. Sebab, seluruh dapil DCS pada hakekatnya ada di Kabupaten/Kota," kata Ray.

"Agar KPU membuat kebijakan yang tegas soal pemuatan ketentuan pasal 55 ayat (2) tentang ketentuan memuat dalam tiga orang terdapat satu orang perempuan bakal calon," imbuhnya.

LIMA Nasional juga menemukan beberapa parpol tidak melaksanakan ketentuan tersebut. Misalnya Partai Bulan Bintang, PDI-P. Sejatinya, DCS telah dibuat dengan format sesuai ketentuan pasal 55 auat (2) tersebut. KPU harus meminta Parpol tersebut untuk menyusun ulang DCS sesuai pasal 55 ayat (2) untuk ditetapkan menjadi DCT. (*)

LIMA Nasional tolak Desk Pemilu

15/10/2008 21:03
Ray Rangkuti: Desk Pemilu Nggak Jelas
Samsul Hidayat

Ray Rangkuti(inilah.com/Abdul Rauf)

INILAH.COM, Jakarta - Departemen Dalam Negeri telah membentuk Desk Pemilu 2009 yang dimaksudkan untuk mewadahi tugas-tugas yang tidak dilaksanakan KPU dan Panwaslu. Namun, pembentukan desk pemilu tersebut dinilai tidak mempunyai fungsi yang jelas.

“Kami menolak keras pembentukan Desk Pemilu 2009 bentukan Departemen Dalam Negeri, fantastis untuk sebuah desk yang tak jelas tujuan, kerja, dan fungsinya” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti dalam siaran pers yang disampaikan kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (15/10).

Seandainyapun Desk Pemilu 2009 harus ada, kata Ray, seharusnya berada di bawah koordinasi Departemen Keuangan, bukan di bawah Depdagri. Dengan begitu, akan terdapat jalinan yang memudahkan penyelenggara pemilu melakukan koordinasi pendanaan pemilu.

Namun, apabila maksud pendirian desk ini guna mewadahi tugas-tugas yang tidak dapat dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu, maka dapat dimaknai pemerintah tidak memiliki kepercayaan kepada penyelenggara pemilu. Sebab, lembaga ini independen dan wajib dijaga independensinya.

“Ini memposisikan penyelenggara pemilu sebagai lembaga yang seolah-olah dapat diintervensi pemerintah. Sikap ini harus ditolak,” ujarnya.

Desk Pemilu, dalam pandangannya, cenderung menodai independensi KPU dan memberi kesan adanya keterlibatan pemerintah melalui Depdagri dalam pelaksanaan pemilu. “Kami meminta Presiden untuk segera membatalkan rencana pendirian desk pemilu ini,” pungkasnya. [R2]

KPU Tidak Beriwibawa

Pernyataan Sikap Lingkar Madani

Pernyataan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary membenarkan lima hal:
1. Lemahnya posisi KPU di depan anggota KPU Daerah (KPUD) menunjukkan bahwa KPU kurang berwibawa.

2. Lemahnya kontrol dan komunikasi antara KPU dan KPUD dan seringnya KPU ke luar negeri berimplikasi pada buruknya kinerja KPU tertama terkait daftar calon tetap (DCT) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

3.Mestinya ada sanksi bagi pelanggar (ada yang salah dalam data tapi tanpa pelaku).

4. Ada disorientasi program, dan

5. Pelemahan KPU justru datang dari KPU sendiri,,bukan dari luar.

Pernyataan Resmi

Ray Rangkuti

Direktur Nasional Lingkar Madani (Lima)

KPU Dinilai Langgar UU Terkait Penetapan Pemilih Pemilu 2009

PERNYATAAN SIKAP
LINGKAR MADANI UNTUK INDONESIA
TENTANG PENETAPAN ULANG DPT


Sebagaimana dijanjikan oleh KPU, besok (24 Nopember 2008) merupakan hari penetapan
ulang jumlah daftar pemilih tetap (DPT) untuk pemilu 2009 yang akan datang.
Penetapan ini merupakan penetapan kedua setelah penetapan yang sama dilakukan pada
tanggal 30 Oktober 2008 yang lalu. Hanya saja, karena pada tanggal tersebut data
pemilih dari Papua Barat dan Luar negeri belum masuk, maka penetapan DPT secara
menyeluruh tak dapat dilaksanakan.

Sebagaimana diketahui, jumlah pemilih yang telah dinyatakan sebagai pemilih tetap
pertanggal 30 Oktober 2008 adalah 170.022.239. Dan tentunya jumlah ini di luar
pemilih dari Papua Barat dan Luar Negeri.

Hanya saja, dalam dua hari ini, KPU mewacanakan kemunginan akan juga melakukan
revisi atas hasil DPT pertanggal 30 Oktober 2008 yang lalu. Sebab, menurut ketua KPU
Abdul Hafiz Anshary, ada kemungkinan beberapa daerah yang DPTnya telah ditetapkan
pada tanggal 30 Oktober 2008 akan direvisi.

Menanggapi hal ini, Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) menyatakan sikap sebagai
berikut :

1. Menolak dengan tegas adanya perubahan atas jumlah DPT pertanggal 30 Oktober
2008 yang lalu. Rencana KPU untuk melakukan perubahan atas DPT pertanggal 30 Oktober
2008 sama sekali tidak berdasar bahkan cenderung bertentangan dengan UU.
2. LIMA sama sekali tidak menemukan adanya celah peraturan yang memperkenankan
KPU melakukan perubahan DPT di tengah jalan. Ketentuan yang ada hanyalah
diakomodirnya pemilih tambahan mendaftarkan dirinya ke TPS yang lain paling lambat
tiga hari sebelum hari H pemilu dilaksanakan (pasal 40 ayat (1) UU No 10/2008).
Pemilih tambahan adalah mereka yang telah dinyatakan sebagai pemilih tetap di suatu
TPS tertentu (pasal 40 ayat (2) UU No 10/2008).
3. Permakluman masyarakat atas kinerja KPU yang sepenggal atas penetapan DPT
tertanggal 30 Oktober 2008 yang lalu sebaiknya tidak ditambahi KPU dengan
kontroversi baru berupa perubahan jumlah keseluruhan DPT yang ada. Adalah penting
untuk memahami pengertian perbedaan antara perubahan DPT yang ada dengan penambahan
jumlah DPT atas dua daerah yang belum dihitung. Perlakuan pertama merupakan
pengingkaran atas DPT yang sebelumnya dan karenanya DPT yang dimaksud dapat
dinyatakan disusun dengan berbagai kelemahan dan ketidaktelitian, sementara
perlakuan kedua menyatakan bahwa DPT yang pertama tidak memiliki masalah apapun
kecuali karena adanya dua daerah yang memang belum ditetapkan DPT nya, dalam hal ini
adalah Papau Barat dan Luar Negeri.
4. Dengan begitu, jumalah DPT yang sesungguhnya adalah hasil DPT pertanggal 30
Oktober 2008 yakni 170.022.239 ditambah dengan jumlah DPT Papua Barat dan DPT Luar
Negeri. Penambahan jumlah DPT di luar ketentuan ini sudah selayaknya mendapat
pertanyaan keabsahan keseluruhan DPT yang ada.
5. Sudah sebaiknya KPU tidak mengundang kontroversi pelaksanaan yang terus
menerus. Selain senantiasa tidak tepat waktu dalam pelaksanaan, KPU juga terkesan
memperlakukan tahapan pelaksanaan pemilu dengan ketentuan yang dapat berubah-ubah di
tengah jalan. DPT yang sudah dinyatakan final misalnya masih dapat dirubah oleh
karena alasan adanya daerah yang melakukan perubahan DPT. Bukankah sudah semestinya
jika DPT telah ditetapkan maka keseluruhan masyarakat yang tidak terdata tak dapat
ditetapkan sebagai pemilih untuk pemilu 2008. Tindakan KPU seperti ini akan
cenderung merupakan perlakuan sewenang-wenang atas pelaksanaan tahapan pemilu. Tak
ada kepastian jadwal, kepastian peraturan dan dengan sendirinya kepastian hukum
pelaksanaan pemilu. Jelas perlakuan seperti ini bertentang dengan asas penyelenggara
pemilu berupa adanya kepastian hukum, tertib penyelenggara pemilu, professionalitas
(pasal 2 huruf d, e dan I UU No 22/2007). Perlakuan ini juga
menimbulkan ketidakadilan bagi daerah lain yang besar kemungkinan mengalami
persoalan yang sama, yakni adanya jumlah pemilih massal yang tak terdata dalam DPT.


Demikianlah pernyataan sikap ini kami buat. Atas perhatian dan partisipasinya, kami
ucapkan banyak terima kasih.

Jakarta, 23 Nopember 2004


Ray Rangkuti
Direktur LIMA Nasional