Senin, 14 September 2009

Sikap KPU Dinilai Janggal

REPUBLIKA


Sikap KPU Dinilai Janggal


By Republika Newsroom

Minggu, 13 September 2009 pukul 19:58:00


JAKARTA--Sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak sepenuhnya melaksanakan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas empat caleg terpilih bermasalah dinilai janggal. Alasannya, KPU tidak melaksanakan sepenuhnya rekomendasi Bawaslu. Padahal, Bawaslu telah melakukan klarifikasi dan bukti yang cukup atas rekomendasinya itu.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, Ahad (13/9). "Sejatinya, rekomendasi Bawaslu atas tiga orang caleg terpilih yang tak ditetapkn itu tak dapat dianulir salah satunya oleh KPU," Ray. Dia menyampaikan hal itu menanggapi sikap KPU atas rekomendasi Bawaslu pada rapat pleno Jumat (11/9).

KPU tidak menetapkan dua orang caleg terpilih, yakni Suwardjono (Partai Gerindra dapil Jateng VIII) dan Eri Purnomohadi (PAN dapil Jabar XI). Menurut anggota KPU, Syamsulbahri, Kedua caleg tersebut dikembalikan ke parpol.

Sedangkan, Ahmad Daeng Sere (caleg terpilih PPP dapil Sulsel I) dan M Mahfud (caleg terpilih PPP dapil Jatim XI) ditetapkan sebagai caleg terpilih. Empat caleg tersebut ditunda penetapannya pada 2 September 2009 atas rekomendasi Bawaslu. Kemudian, Bawaslu memiliki waktu tujuh hari untuk melakukan klarifikasi dan memberikan rekomendasi kepada KPU.

Setelah melakukan proses klarifikasi, Bawaslu menyatakan tiga caleg tidak memenuhi syarat sebagai caleg terpilih, yakni Ahmad Daeng Sere karena tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Sementara DPS, tapi tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT); Suwardjono (berstatus sebagai PNS, dan Eri Purnomohadi (berstatus sebagai pejabat BUMN).

Dia menambahkan, penolakan atas satu atau dua dari rekomendasi Bawaslu memunculkan pertanyaan apakah dalam penyelidikan Bawaslu terdapat kesalahan sehingga merekomendasikan fakta yang salah atau ada standar yang berbeda di KPU. "Jelas hal ini menimbulkan tanda tanya sebab semestinya setelah rekomendasi Bawaslu atas tiga orang dimaksud, maka Bawaslu menindaklanjuti penyelidikan ke KPU," katanya.

Penyelidikan itu atas unsur kelalaian atau kesengajaan dalam penetapan sebelumnya. "Tapi dengan hanya diterima dua dari tiga, maka pertanyaan justru diajukan ke Bawaslu ada apa dengan rekomendasi mereka, apakah hanya sandiwara," kata Ray bertanya. ikh/kpo

'Pembatalan Caleg Bawaslu Sandiwara'

INILAH.COM

Ray Rangkuti


Politik


14/09/2009 - 07:51


'Pembatalan Caleg Bawaslu Sandiwara'

Djibril Muhammad


(inilah.com /Agus Priatna)

INILAH.COM, Jakarta - Rekomendasi pembatalan terhadap tiga caleg bermasalah oleh Bawaslu ke KPU harusnya ditindaklanjuti dengan penelitian. Jika tidak, rekomendasi Bawaslu itu dianggap hanya sekadar sandiwara semata.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (14/9). Menurut dia, sejatinya rekomendasi Bawaslu atas tiga orang caleg yang tak dapat ditetapkan tidak bisa begitu saja dianulir KPU.

"Penolakan atas satu atau dua dari rekomendasi Bawaslu memunculkan pertanyaan, apakah dalam penyelidikan Bawaslu terdapat kesalahan. Sehingga merekomendasikan fakta yang salah atau ada standar yang berbeda di KPU," papar Ray.

Hal tersebut, lanjut dia, jelas menimbulkan tanda tanya. Sebab, semestinya setelah

rekomendasi Bawaslu atas tiga orang yang dimaksud. Sehingga, Bawaslu menindaklanjuti penyelidikan ke KPU. Apakah tindakan itu atas dasar unsur kelalaian atau mungkin kesengajaan dalam penetapan sebelumnya.

"Tapi dengan hanya diterima dua dari tiga, maka pertanyaan justru diajukan ke Bawaslu. Ada apa dengan rekomendasi mereka? Apakah seluruhnya sandiwara?" tegas Ray. [jib/nuz]

RUU Rahasia Negara Ada Karena Rakyat Tidak Dipercaya

DETIK.COM


Berita 10 Oktober 2006


RUU Rahasia Negara Ada Karena Rakyat Tidak Dipercaya


Jakarta – Pembahasan RUU Rahasia Negara oleh DPR masih menuai kritik dari berbagai kalangan. Sebahagian kalangan melihat realisasi RU tersebut sebagai bentuk ketidakpercayaan pemerintah terhadap rakyatnya.

Hal itu dikatakan Direktur Lingkatr Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti kepada detikcom disela-sela diskusi Ramadhan yang digelar oleh Laboratorium Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jl. Ir. H. Djuanda, Jakarta, Senin (9/10/2006).

“Memang tidak perlu dibatalkan. Tapi produk RUU ini masih terlihat diskriminatif. Jadi seakan-akan menganggap masyaraakt sebagai pihak yagn tidak bisa dipercaya,” kata dia.

Sehingga, ditambahkan dia, pembahasan RUU tersebut sangat terkesan sangat dipaksakan. Karena dalam RUU yang dibahas sekarang asumsinya bahwa rakyat menjadi pihak yang patut dicurigai.

Dia memaklumi keniscayaan UU Rahasia Negara dalam suatu negara, seperti Indonesia. Sebagaimana yagn terjadi di berbagai negara pada umumnya.

“Tapi jangan sampai institusi negara yang memasuki wilayah kehidupan masyarakat melalui UU ini mengganggu hak privasi seseorang,” ujarnya.

Karena itu, menurut dia, dalam pembahasan RUU tersebut pemerintah terlebih dalu harus menghilangkan paradigama negatif tersebut terhadap rakyat.

“Jadi kuncinya, pemerintah harus mengerti dalu siapa dirinya, dan siapa rakyatnya. Terbangunnya saling pengertian dan kpercayaan antara keduanya. Bukan saling curiga. Jangan sampai wacana UU ini kehilangan perspektif antara dia sebagai pemerintah, aparatus negara yang tunduk pada UU bukan pemerintah, dan masyarakat,” tandasnya.
(rmd/ahm)-Ramadhan Muhaimin

KPU Terkesan Lemah dalam Melakukan Verifikasi Parpol

KOMPAS

KPU Terkesan Lemah dalam Melakukan Verifikasi Parpol


Kompas (26/05/2008)


Komisi Pemilihan Umum atau KPU terkesan lemah dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2009. Sejauh ini, KPU terkesan terbebani sehingga menjadi akomodatif berlebihan terhadap parpol. Risiko terburuk, justru KPU yang bakal menjadi �mainan� parpol.

Penilaian itu disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti di Jakarta, Sabtu (24/5).


Verifikasi calon merupakan ujian berat pertama dan rawan keberatan dari calon peserta pemilu. Tanpa ketegasan sikap, kejelasan informasi, dan kerangka kerja yang jelas, risiko protes terhadap KPU akan sangat besar.

Menurut Ray, baik saja jika KPU mau bersikap akomodatif. Namun, tanpa manajemen, administrasi, peraturan yang jelas, dan koordinasi kerja yang solid, akhirnya nanti justru KPU yang akan �dimainkan� parpol.

Ironisnya, justru kondisi semacam itu yang tampaknya akan terjadi di KPU. Penanganan verifikasi parpol dan juga persiapan Pemilu 2009 lainnya terkesan belum optimal.

Ray mengungkap beberapa kemungkinan yang menjadikan KPU berada dalam posisi sekarang. Misalnya, budaya kerja yang diterapkan masih model �paguyuban�. Kemungkinan lain, anggota KPU masih harus beradaptasi dengan situasi politik nasional. Yang sangat disayangkan adalah jika kondisi seperti saat ini terjadi karena arah dari sistem kerja di KPU yang tidak jelas.

Seperti diberitakan, sejumlah target KPU menyangkut pelaksanaan verifikasi parpol meleset. KPU pernah menjanjikan bahwa pengumuman parpol yang belum memenuhi syarat disampaikan pada 20 Mei 2008. Selanjutnya, pada 30 Mei 2008 akan diumumkan parpol yang lolos verifikasi administrasi. Namun, kemudian KPU juga menyatakan, mereka tidak berkewajiban mengumumkan parpol mana saja yang masih belum memenuhi persyaratan administrasi.

Terdapat 64 parpol yang mendaftar ke KPU. Jumlah itu terbagi atas 16 parpol yang memiliki kursi di DPR, yang langsung dinyatakan sebagai peserta Pemilu 2009; 28 parpol yang tidak memiliki kursi di DPR; 18 parpol baru; dan 2 parpol tidak berbadan hukum.

Secara terpisah, mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu Saifullah Ma�shum (Fraksi Kebangkitan Bangsa, Jawa Timur V) menilai, KPU terkesan gamang dalam verifikasi parpol calon peserta Pemilu 2009. KPU tidak berani langsung menggugurkan parpol yang belum lengkap persyaratannya. Hal itu terlihat dengan sikap KPU yang memberikan kesempatan kepada parpol yang dinilai belum lengkap persyaratan administrasinya.

Langkah tersebut tak ubahnya KPU memperpanjang masa pendaftaran parpol peserta pemilu. Semestinya, KPU bisa tegas meneruskan ke tahap verifikasi faktual, termasuk memverifikasi dokumen yang belum lengkap dan tidak perlu harus meminta kepada partai politik bersangkutan untuk melengkapi persyaratan. (dik)

Undang-undang migas perlu dievaluasi

Blog Artikel

Undang-undang migas perlu dievaluasi


Written by Mr. Endi on

February 24, 2009 – 9:29 pm -

Pembuatan Undang-Undang Minyak Bumi dan Gas Nomor 22/2001 yang diduga ada keterlibatan pendanaan sekitar Rp 200 miliar dari pihak lembaga donor bilateral Amerika Serikat (USAID) mengundang sejumlah reaksi. Seperti diungkapkan Direktur Lingkar Masyarakat Madani (LIMA) Ray Rangkuti dalam konferensi pers di kantor Walhi, Jl Tegalparang Utara, Jakarta, Rabu (3/9). Ia mengatakan bila memang setelah diusut oleh Panitia Angket BBM, mereka terbukti terlibat dalam pembuatan materi undang-undang, maka UU tersebut bisa batal demi hukum. “Maka peran Panitia Angket sangat diharapkan sikap dan ketegasannya dalam menyikapi ini.


Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro tentunya tahu juga praktek mafia dalam sektor energi yang diduga semakin besar dengan diberlakukannya UU tersebut,” ujarnya. Ray mengatakan DPR harus merevisi pasal-pasal dalam UU tersebut yang tidak sesuai dengan semangat UUD 1945 bahwa sumber daya alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. “Akibatnya sangat signifikan dalam pengelolaan sektor energi kita, yang dirugikan juga rakyat karena subsidi BBM dicabut,” tuturnya.

Direktur Walhi Berry N Furqon menandaskan keterlibatan asing dalam pembuatan UU tidak dirisaukan, tetapi persoalannya UU Migas ini mengatur tata kelola sumber daya alam yang strategis. “Kalau di sektor energi dan pangan kita didikte, lalu kita berhak atas apalagi. Dampaknya kan ketimpangan sosial, kalau tata kuasa dan kelola produksi dan konsumsi energi tak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi rakyat,” ujarnya. Selain USAID, dikatakan Siti Maemunah dari Jatam, ada lembaga donor lain seperti Asian Development Bank (ADB) dan Bank Dunia yang turut menyediakan analisis kebijakan harga energi dan penghapusan subsidi bagi masyarakat. “Maka intervensi asing ini harus diusut, kalau perlu Panitia Angket harus memanggil tokoh utama kebijakan migas, Pak Purnomo sebagai Menteri ESDM tiga periode seharusnya tahu semua ini, dari sini kita lihat keseriusan Panitia Angket mengurai benang kusut sektor energi kita,” ujarnya. Dan secara tidak langsung jika hal ini dapat dilakukan maka, penciptaan lowongan cari kerja baru dapat tubuh dengan sendirinya.

Sri Mulyani Jangan Bohongi Rakyat

BUMN WACHT


Sri Mulyani Jangan Bohongi Rakyat


Diterbitkan pada 16 Juni 2009 oleh Nurmimi



Pernyataan Pelaksana Tugas Menko Perekonomian – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) tidak besar dan bukan menjadi masalah, dinilai kalangan ekonom yang berseberangan dengannya sebagai kebohongan publik, diimbau agar Sri Mulyani tidak membohongi rakyat. Sebab, pembayaran utang telah menggerus anggaran belanja sosial dan kesehatan. Ini merupakan bencana besar bagi rakyat. Bahkan, Indonesia telah membayar utang luar negeri sejak 2003-2008 untuk pembayaran pokok dan bunga utang sebesar 183,34 miliar dolar AS. Demikian rangkuman pendapat ekonom Tim Indonesia Bangkit (TIB) Binny Buchory, ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir, serta pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy, yang disampaikan secara terpisah di Jakarta, kemarin. “Ukuran rasio utang terhadap PDB bukan satu-satunya indikator bahwa utang yang ada tidak bermasalah. Jika utang negara tidak dikelola dengan baik, maka justru akan membawa kehancuran masa depan bangsa. Semestinya pemerintah harus mampu memanfaatkan pinjaman untuk meningkatkan kinerja usaha kecil dan menengah yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Tidak justru menambah utang setiap tahunnya untuk program yang tidak jelas,” kata Binny Buchory.         Revrisond Baswir menambahkan, masalah utang luar negeri jangan direduksi menjadi masalah keuangan dan manajemen. Ini karena utang, apalagi dari luar negeri, menjadi masalah ekonomi dan politik. “AS dan Jepang tidak berutang ke Indonesia, tapi Indonesia yang berutang ke kedua negara itu. Jadi jangan bandingkan antara kreditor dan debitor karena statusnya pasti dibedakan,” ucap Revrisond. Lebih jauh dia mengatakan, sebagai debitor, Indonesia didikte untuk “mengimani” neoliberalisme. Bahkan Indonesia juga didikte untuk membuat peraturan dan undang-undang yang melanggar konstitusi, termasuk untuk mengamandemen kontitusi tersebut, yakni UUD 1945. Lebih parah lagi, Indonesia bahkan didikte untuk menempatkan pejabat-pejabat di lingkungan pemerintahan dan BUMN. “Lihat saja yang terjadi di Pertamina, Departemen Keuangan, maupun Departemen Perdagangan. Jangan-jangan juga sedang terjadi untuk calon RI 1 dan RI 2,” tuturnya.
Ichsanudin Noorsy

Ichsanudin Noorsy

Hal senada disampaikan Ichsanuddin Noorsy. Dia menegaskan, setelah mendorong liberalisasi sektor perdagangan dan keuangan, kini mereka (penganut ekonomi neoliberalisme) membela kebijakan itu dengan membandingkan rasio utang luar negeri dengan PDB serta membandingkannya dengan negara-negara lain. Menurut dia, membandingkan utang luar negeri dengan PDB adalah menyesatkan, karena PDB Indonesia berbeda dengan PDB negara lain. Apalagi, sektor-sektor strategis bagi masyarakat memang didorong agar tidak lagi disediakan pemerintah. Dalam hal ini, neoliberal mengharuskan pemerintah cukup menjadi regulator, sedangkan kepemilikan dan pengelolaan berada di tangan swasta. “Indonesia sudah terperangkap dalam perjanjian yang mengharuskan berlakunya pasar bebas,” tuturnya. Oleh karena itu, Noorsy menegaskan, tanpa komitmen pada cita-cita bangsa, keberanian menegakkan harkat dan martabat bangsa serta kecerdasan mengelola dan mengantipasi situasi, maka ketegasan dalam mengambil kebijakan yang benar dan baik sulit untuk dilakukan.Direktur Lingkar

Madani (LIMA) Nasional Ray Rangkuti dalam diskusi bertajuk “Utang Versus Kedaulatan: Tantangan Ekonomi Politik Presiden Sekarang dan Mendatang” menilai, hanya dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang mengarah pada sikap antiutang, yakni Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Sedangkan pasangan lain, yakni SBY-Boediono, tidak menyinggung komitmen anti terhadap utang luar negeri. Dia menambahkan, dalam sikap antiutang tersebut JK-Wiranto lebih banyak bicara soal ekonomi kemandirian serta pembangunan ekonomi yang berbasiskan potensi sumber daya alam (SDA) nasional. Sementara Mega-Prabowo yang menawarkan perekonomian kerakyatan memberi isyarat akan lebih banyak mengeluarkan uang untuk ekonomi rakyat ketimbang untuk membayar utang. Sedangkan “Pasangan SBY-Boediono justru sama sekali tidak bicara soal itu dalam program (ekonomi Jalan Tengah) mereka,” ujarnya. Soal siapa Cawapres Boediono,
Boediono

Boediono

Ekonom Kwik Kian Gie menantang calon wakil presiden dari Partai Demokrat itu untuk membuktikan bahwa dirinya bukan penganut paham ekonomi neoliberal. Sebab, menurut Kwik Kian Gie, banyak fakta yang menunjukan bahwa Boediono menganut paham tersebut selama mereka berdua menjabat sebagai menteri pada Pemerintahan Megawati Sukarnoputri. Pernyataan Kwik Kian Gie itu disampaikan dalam diskusi politik dengan tema “JK-Win untuk Indonesia Adil dan Sejahtera serta Ekonomi Kemandirian versus Ekonomi Neoliberal di Jakarta, baru-baru ini. Kwik Kian Gie menilai, Indonesia akan terpuruk apabila pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono ini terpilih pada pemilu presiden 9 Juli mendatang.

Menurut Kwik, pasangan tersebut terbukti menganut paham neoliberal dengan banyaknya pinjaman dari luar negeri untuk pembiayaan negara, sehingga utang negara bertambah banyak. Indonesia merupakan negara terkaya kedua di dunia dalam hal sumber daya alam. Indonesia sebenarnya tidak perlu mengimpor barang dari luar negeri, termasuk minyak mentah.

Menurut Kwik, Boediono tidak konsisten karena belakangan ini mengaku menjunjung ekonomi kerakyatan, seperti yang diucapkan saat berpidato pada deklarasi SBY Berbudi di Bandung, Jawa Barat.
Rizal Ramli

Rizal Ramli

Pengamat ekonomi, Rizal Ramli mengatakan kinerja bidang ekonomi dalam kurun waktu empat tahun terakhir hanya cari aman. “Jika cari aman saja, hanya akan menghasilkan kinerja ekonomi pas-pasan dan tidak akan membawa Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi,” katanya di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, konstitusi di Indonesia sangat jelas menggariskan haluan ekonomi negara yang tidak menganut sistem kapitalisme ugal-ugalan.
Namun, tambah dia, konstitusi tersebut justru menekankan pentingnya peranan negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dengan melihat “jalan tengah” yang dilaksanakan empat tahun terakhir, kata dia, pemerintah seolah-olah ingin merangkum semua aliran berpikir dalam bidang ekonomi. Rizal mencontohkan, kinerja ekonomi empat tahun terakhir sebenarnya juga menganut jalan neo-liberalisme, yaitu jalan yang sangat menggantungkan diri terhadap pinjaman luar negeri dan keterbukaan yang ugal-ugalan di segala sektor.

“Hal tersebut terbukti dari peningkatan hutang sebesar Rp400 triliun selama empat tahun terakhir, jadi rata-rata Rp100 triliun per tahun,” kata Rizal menjelaskan.
Ia berpendapat, pemerintah masih menggunakan alasan klasik yang digunakan pada pemerintahan orde baru, bahwa utang tidak ada masalah selama digunakan untuk tujuan produktif. Selama 32 tahun orde baru, kata dia, 30 persen dari utang tersebut tidak digunakan untuk tujuan produktif, tetapi justru dikorupsi pejabat dan kroni-kroninya. Rizal menegaskan, hutang negara berbeda dengan utang perusahaan atau pun utang pribadi. Jika perusahaan atau pribadi ingin berutang dari bank, menurut dia, kriteria terpenting adalah kemampuan membayar, karakter peminjam, serta prospek usahanya. Namun, bank tidak akan mengatur secara detail usaha yang dilakukan atau pun kebijakan sosial rumah tangga si peminjam, tambah Rizal.

“Hal itu berbeda dengan pinjaman negara dari lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB dan sebagainya, ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tersebut.

Masing-masing lembaga keuangan tersebut pasti mempunyai kepentingan terhadap negara yang meminjam uang, kata Rizal.

Menurut Rizal, lembaga tersebut memberi pinjaman, biasanya disertai dengan pesanan dan menuntut undang-undang atau pun peraturan pemerintah tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga bidang sosial, dan pasti menguntungkan negara-negara kreditor.
“Sehingga dalam prakteknya, Indonesia ‘menggadaikan’ UU dan peraturan pemerintah kepada negara kreditor untuk ditukar dengan pinjaman,” kata Rizal.

Ia mencontohkan, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, juga UU Migas yang ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.

Menurut Rizal, hal tersebut merupakan jalan masuk ke kebijakan ekonomi neo-liberalisme, yang merupakan bentuk lain dari kolonialisme baru.(*/sk)

Segera Keluarkan Keputusan

SUARA PEMBARUAN


2009-09-14


Segera Keluarkan Keputusan


Perubahan Suara Papua



[JAKARTA] Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera mengeluarkan keputusan atas kasus perubahan suara di daerah pemilihan Papua. Pasalnya, KPU sebelumnya mendesak Bawaslu agar menyelesaikan rekomendasi terhadap empat calon bermasalah dan perubahan suara di Papua pada 9 September 2009. Dengan alasan, KPU mengirimkan keputusan caleg terpilih ke presiden pada 10 September 2009.

"Namun, sampai sekarang, KPU belum ada sikap. Padahal, mereka mengejar kami supaya selesai pada 9 September," kata anggota Bawaslu Wirdyaningsih kepada SP di Jakarta, Senin (14/9). Rapat pleno KPU akhir pekan lalu belum bisa memutuskan langkah yang akan ditempuh berkaitan dengan perubahan perolehan suara di Papua.

Persoalan perubahan suara di dapil Papua itu memang tergolong pelik. Karena, perubahan suara hanya dapat dilakukan melalui rapat pleno dengan partai politik dan melalui perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, setelah KPU memutuskan penetapan kursi pada 9 Mei 2009, baru diketahui ada perbedaan perolehan suara yang dipegang KPU Papua dengan KPU pusat. Ada tiga kabupaten yang angkanya belum masuk semua, yaitu Jayawijaya, Jayapura, dan Yahukimo.


Dipertanyakan

Sementara itu, terkait keputusan KPU untuk mengakomodasi Achmad Daeng Se're (PPP) dari Dapil Sulawesi Selatan I menjadi calon terpilih, juga dipertanyakan Bawaslu. Menurut Wirdyaningsih, dari pengakuan Daeng Se're ke Bawaslu, dia memang baru mendaftarkan setelah ada daftar calon sementara (DCS). Sehingga, kalau KPU mengatakan Daeng Se're memenuhi syarat sebagai calon terpilih, Bawaslu akan meminta jawaban yang jelas serta bukti tertulis atas rekomendasi itu.

Bawaslu menyelidiki empat caleg terpilih yang diduga tidak memenuhi syarat pencalonan. Eri Purnomo Hadi asal PAN yang mendapat kursi di Dapil Jawa Barat XI. Eri belum mengundurkan diri sebagai anggota Komite Badan Pengatur Hilir Migas. Sedangkan, BPH Migas termasuk badan usaha milik negara yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

Selain itu, Suwardjono dari Partai Gerindra di Dapil Jawa Tengah VIII tidak mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Padahal, syarat bakal calon adalah harus ada surat keterangan pengunduran diri dari PNS.

Kemudian, caleg terpilih Achmad Daeng Se're dan Moch Mahfud memiliki kasus yang sama, yaitu tidak terdaftar di DCS dan namanya muncul di daftar calon tetap. Mereka merupakan calon dari PPP, tetapi berbeda dapil. Achmad Daeng Se're di Dapil Sulsel I dan Mahfud di Dapil Jawa Timur I.

Sementara itu, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, penolakan KPU terhadap satu rekomendasi Bawaslu memunculkan pertanyaan. "Sejatinya, rekomendasi Bawaslu atas tiga orang caleg yang tidak dapat ditetapkan, tidak dapat dianulir oleh KPU. Penolakan atas satu atau dua dari rekomendasi Bawaslu memunculkan pertanyaan, apakah dalam penyelidikan Bawaslu terdapat kesalahan, sehingga merekomendasikan fakta yang salah," katanya.

Dia juga berpandangan, Bawaslu harus menindaklanjuti penyelidikan ke KPU atas unsur kelalaian atau kesengajaan dalam penetapan calon terpilih tersebut. [L-10]

SBY Diminta Berani Lakukan Regenerasi Figur Kabinet Mendatang

RRI PRO3


SBY Diminta Berani Lakukan Regenerasi Figur Kabinet Mendatang


Selasa, 01 September 2009 16:03 PDF Cetak E-mail


Jakarta, Pengamat politik Ray Rangkuti mengingatkan Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono agar berani melakukan regenerasi dalam menetapkan figur-figur di kabinet pemerintahan 2009-2014 mendatang. Selain tidak terjebak politik dagang sapi, SBY menurutnya harus memprioritaskan kelompok profesional duduk di jabatan-jabatan strategis, agar tidak dibajak oleh kepentingan politik tertentu.

Pernyataan ini disampaikan Ray Rangkuti kepada pers di Jakarta, hari ini, mengomentari bentuk ideal kabinet pemerintahan yang akan dibentuk SBY selama periode 2009-2014. Menurut Ray Rangkuti, jabatan yang sebaiknya diserahkan kepada kalangan profesional antara lain Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, ataupun Menkopolkam.

Ia menilai, wajah kabinet mendatang idealnya dibentuk dalam komposisi 60 persen kalangan profesional, sementara 40 persennya diisi kader dari partai pendukung koalisi SBY-Boediono.

Selanjutnya, Ray Rangkuti sendiri berharap SBY tidak melibatkan partai-partai di luar koalisinya seperti PDI Perjuangan dan Partai Golkar dalam kabinet mendatang.

(Pro3 RRI/HF)

Bawaslu Keluarkan Sikap setelah Rapat Pleno

JAWA POS

Minggu, 13 September 2009 ]


Bawaslu Keluarkan Sikap setelah Rapat Pleno



SEMENTARA itu, Bawaslu akan mengambil sikap atas putusan KPU tersebut melalui rapat pleno. ''Pada prinsipnya, kami menghargai putusan KPU. Namun, sikap KPU akan kami plenokan,'' kata Wirdyaningsih, anggota Bawaslu, di Jakarta kemarin.

Wirdyaningsih menyatakan, rekomendasi pencoretan itu sudah berdasar pleno Bawaslu. Status Eri untuk dicoret sudah jelas. Yang bersangkutan masih berstatus pejabat BUMN di BPH Migas. Alasan pencoretan Suwardjono disebabkan yang bersangkutan diduga kuat PNS aktif. Keduanya tak memenuhi syarat pencalonan sebagaimana diatur UU Pemilu No 10/2008.

Untuk Daeng, rekomendasi pencoretan dilakukan karena KPU tidak memberikan data yang lengkap atas statusnya. Daeng tidak tercantum di daftar calon sementara (DCS), namun tercatat di daftar calon tetap (DCT) DPR. Padahal, penambahan caleg tidak mungkin dalam DCT, kecuali penggantian karena berkasnya tidak memenuhi syarat. ''Ada berkas yang diminta Bawaslu, tapi tidak diberikan. Ini yang jadi masalah. KPU juga tidak mau diklarifikasi,'' kata dia.

Direktur Lingkar Madani (Lima) Untuk Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, Bawaslu mestinya melanjutkan penyelidikan, apakah lolosnya tiga caleg itu semata-mata kelalaian KPU atau ada faktor lainnya. Pada dasarnya, tidak mungkin para caleg bermasalah tersebut bisa lolos kalau sistem administrasi di KPU bekerja dengan cermat dan tepat. ''Bawaslu hendaknya tidak berhenti sebatas memberi sanksi pencopotan terhadap caleg terpilih yang bermasalah,'' tegasnya.

Ray mengungkapkan bahwa sistem penelitian administrasi di KPU telah disempurnakan dengan teknologi. Karena itu, kelemahan dalam kasus lolosnya tiga caleg tersebut tidak boleh lagi disandarkan pada kelemahan manusia. ''Penyelidikan ini penting untuk menegakkan hukum sekaligus memastikan KPU telah bekerja independen dan profesional,'' jelasnya. (bay/pri/agm)

Rabu, 02 September 2009

Partai-Partai Itu, Harusnya Tidak Mengemis


Pengamat Politik, Ray Rangkuti:
Partai-Partai Itu, Harusnya Tidak Mengemis


Partai-partai yang dimaksud, antara lain, PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, dan Hanura.


Selasa, 1 September 2009, 11:45 WIBSiswanto, Eko Huda S


VIVAnews - Pengamat Politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menyarankan kepada partai-partai besar yang kalah dalam Pemilihan Presiden 2009 agar memilih sikap politik menjadi oposisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Partai-partai yang dimaksud Ray, antara lain, PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, dan Hanura. Ray tidak sepakat jika organisasi politik itu kemudian ikut bergabung dalam kabinet pemerintah SBY-Boediono.

"Mereka harusnya bertarung, bukan mengemis kekuasaan. Kalau mereka ikut kekuasaan, sama saja mereka bunuh diri secara perlahan," kata Ray Rangkuti di Jakarta.

Ray memprediksi perolehan suara partai-partai di Pemilu 2014 merosot tajam jika sampai memutuskan masuk koalisi pemerintah SBY-Boediono.

Menurut Ray, contoh kasus semacam itu sudah ada. Yaitu yang dialami Partai Golkar ketika berkoalisi dengan Partai Demokrat pada pemerintahan 2004-2009. Perolehan partai yang pernah berjaya dalam banyak Pemilu itu makin memburuk.

"Nasib partai besar lain akan seperti itu juga nanti," kata dia.

Sebaliknya, jika partai-partai jawara itu tidak masuk ke kabinet SBY-Boediono, selain menunjukkan gigi mereka, juga merupakan bentuk penghormatan bagi para konstituen.

Sebab, Menurut Ray, salah satu alasan konstituen setia mendukung partai-partai itu ialah karena berani berbeda dengan SBY. "Jadi berbeda dengan politik praktis, jangan dibolak-balik," kata dia.

Selain itu, masuknya partai-partai besar ini ke dalam kabinet SBY-Boediono justru membahayakan kabinet. Sebab, komposisi
'60-40' antara menteri yang berasal dari profesional dan dari partai
politik tidak akan terwujud.

"Kalau PDIP minta empat, Golkar tiga, dan PKS empat, maka komposisi itu tidak akan tercapai," katanya.

Untuk itu, Ray dan beberapa elemen organisasi masyarakat akan mendeklarasikan masyarakat oposisi. Mereka mengajak kepada partai-partai Partai Golkar, PDIP, Partai Gerindra, dan Partai Hanura untuk tidak ikut dalam kabinet.

"Atau meminta SBY untuk tidak melibatkan mereka dalam kabinet," kata dia.


• VIVAnews

PDIP Dipastikan Dukung Duet SBY-Boediono

SUARA KARYA

PEMERINTAHAN BARU


PDIP Dipastikan Dukung Duet SBY-Boediono

Rabu, 2 September 2009


JAKARTA (Suara Karya): Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hampir dipastikan mendukung pemerintahan periode 2009-2014 yang akan dinakhodai Presiden dan Wakil Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (SBY-Boediono).

Untuk mendukung pemerintahan tersebut, PDIP menyiapkan tiga kader terbaiknya untuk membantu langsung dalam kabinet.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Maruarar Sirait dan Effendi Simbolon, yang dikonfirmasi Suara Karya di Jakarta, Selasa (1/8), membenarkan hal tersebut.

"Selama ini PDIP menjadi partai oposisi. Tapi dalam pemerintahan baru nanti, kemungkinan besar PDIP berkoalisi dengan pemerintahan SBY-Boediono. Ya, kemungkinan dari oposisi ke koalisi itu hampir dipastikan ada," kata Maruarar.

Namun, Maruarar tak mau menjamin seratus persen akan terwujudnya koalisi PDIP-Demokrat yang diikat dengan kontrak politik. "Konstelasi politik selalu saja berubah-ubah. Kita tunggu saja, apa yang akan terjadi ke depan," katanya.

PDIP, tutur Maruarar, tetap menyiapkan tiga kadernya untuk membantu SBY dalam menjalankan pemerintahan. "Semuanya bergantung kepada SBY dan komposisi (kabinet)-nya seperti apa, kami belum tahu," katanya.

Secara implisit, menurut dia, tiga kader PDIP yang disiapkan membantu SBY secara langsung dalam kabinet adalah Puan Maharani (Ketua DPP PDIP), Tjahyo Kumolo (Ketua Fraksi PDIP di DPR), dan Pramono Anung (Sekjen PDIP).

"PDIP memiliki banyak kader terbaik dan profesional di bidangnya. PDIP juga memiliki pemikir-pemikir yang telah menyumbangkan pemikirannya pada bangsa ini. Jadi, siapa saja yang dipilih maka semuanya harus siap," kata Maruarar.

Dihubungi secara terpisah, Effendi Simbolon mengatakan, komunikasi politik yang sedang dibangun antara PDIP-SBY karena adanya kesamaan misi dan visi. Baik SBY maupun PDIP, ingin mewujudkan dan mempertahankan rasa kebangsaan dan nasionalisme rakyat Indonesia yang sekarang ini di ambang krisis.

Selain itu, ucap dia menambahkan, PDIP dan SBY sama-sama memiliki keinginan dan cita-cita mewujudkan kesejahteraan rakyat. Menurut dia, Indonesia ke depan bisa berjaya dan berwibawa di mata dunia internasional dan di mata generasi penerus bangsa. "Selain punya kesamaan misi dan visi, kami juga punya ikatan emosional," katanya.

Selain jatah kursi di kabinet, PDIP masih punya obsesi memimpin lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sampai sekarang, tutur dia, PDIP masih menjagokan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP, Taufiq Kiemas, untuk menempati posisi Ketua MPR-RI. "Masih ada peluang, emang nggak boleh?" kata Effendi.

Sebelumnya, Taufiq Kiemas melontarkan pernyataan akan terus bersama-sama dengan SBY untuk membangun bangsa ini. "Yang jelas, kemesraannya (Taufiq) dengan SBY bukan sesuatu yang aneh. Sebab, SBY adalah sahabatnya sejak lama. Ya biasa, sahabat dari dulu kan begitu," kata Effendi.

Sementara itu, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman mengatakan, SBY akan merangkul seluruh elemen bangsa untuk membangun dan mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. "SBY tidak mau terkungkung dalam suatu kepentingan politik. Misi beliau (SBY) sangat mulia untuk mewujudkan kemakmuran bangsa Indonesia," ujarnya.

Menyinggung SBY akan menyiapkan kursi kabinet bagi PDIP, diakui Hayono, keputusan berada pada SBY. "Tapi, dari kerja sama dan kepedulian terhadap bangsa ini, bisa saja diwujudkan dalam kerja sama di kabinet. Tapi sekali lagi, semuanya diserahkan kepada SBY," ujarnya.

Sementara itu, PKB telah menyiapkan sekitar 10 kader untuk duduk di kabinet pemerintahan mendatang. "Mereka profesional," kata Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar, di Semarang, Jawa Tengah, kemarin.

Ia masih enggan untuk menyebutkan nama-nama kader itu. "Kami masih menunggu waktu untuk membicarakan masalah ini dengan presiden terpilih," katanya.

Sejumlah kalangan menilai keinginan Partai Demokrat merangkul kader PDIP masuk pemerintahan SBY-Boediono justru akan melemahkan kabinet mendatang.

Hal itu disampaikan peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, pengamat politik Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti, dan pengamat politik UI Andrinof Chaniago.

Menurut Ray, kabar yang beredar menyebutkan, selain Puan Maharani, Pramono Anung, dan Tjahjo Kumolo, sejumlah kader PDIP juga turut digadang-gadang. Antara lain, mantan Menteri Perindustrian era Megawati, Rini Suwandi, dan Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang.

Puan Maharani dikabarkan akan menempati pos Menteri Komunikasi dan Informatika, Tjahjo Kumolo sebagai Menteri Negara Koperasi dan UKM, Rini di Kementerian Perdagangan. Sedangkan Agustin Teras Narang di posisi Menneg Pendayagunaan Aparatur Negara.

Dengan hitung-hitungan itu, berarti jatah PDIP di kabinet bertambah dari tiga menjadi lima orang. Sebelum pimpinan Partai Demokrat bertandang ke kediaman Mega di Jalan. Teuku Umar, hanya tiga orang yang santer akan masuk kabinet yakni Puan Maharani, Pramono Anung, dan Tjahjo Kumolo. Setelah Hadi Utomo datang, bertambah dua orang, Rini dan Teras Narang.

Meski demikian, menurut Andrinof Chaniago, akan menjadi risiko besar bagi PDIP apabila menerima tawaran kursi pada kabinet mendatang. Citra PDIP akan menurun pada Pemilu 2014 mendatang.

Sementara itu, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, jika wacana koalisi PDIP dan Partai Demokrat terwujud, dampaknya akan membuat impian masyarakat untuk kabinet profesional dalam masa pemerintahan SBY-Boediono menjadi kandas.

"Karena, hal tersebut akan membuat prinsip profesionalisme menjadi nomor dua dan hanya mementingkan kepentingan politik," katanya.

Ray Rangkuti justru menyarankan partai-partai besar yang kalah dalam Pemilihan Presiden 2009 agar memilih sikap politik menjadi oposisi bagi pemerintahan SBY.

Partai-partai yang dimaksud Ray, antara lain PDIP, Golkar, Gerindra, dan Hanura. Ray tidak sepakat jika organisasi politik itu kemudian ikut bergabung dalam kabinet SBY-Boediono.

"Mereka harusnya bertarung, bukan mengemis kekuasaan. Kalau mereka ikut kekuasaan, sama saja mereka bunuh diri secara perlahan," katanya.

Ray memprediksi, perolehan suara partai-partai pada Pemilu 2014 merosot tajam, jika sampai memutuskan masuk koalisi pemerintah SBY-Boediono. (Rully/Feber Sianturi/Antara/Yudhiarma)

SBY Dimita Tegas Hadapi Malaysia

RADAR CIREBON


SBY Dimita Tegas Hadapi Malaysia

Tuesday, 01 September 2009



JAKARTA - Gelombang sikap antipati terhadap Malaysia terus berdatangan. Kali ini sikap tegas dilontarkan sejumlah elemen masyarakat. Anggota Dewan Pembina Gerindra Permadi, Ketua Dewan Syuro Persatuan Pekerja Muslim Indonesia Eggy Sujana, dan Direktur Lingkar Madani untuk Indoensia Ray Rangkuti sekata meminta pemerintah bertindak tegas terhadap Malaysia. Jika tidak, mereka siap berperang. Sikap tersebut disampaikan di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, kemarin.

Sebagai langkah awal sikap tegas, hari ini rencananya mereka akan mendatangi Kedutaan Malaysia. “Kami akan datangi Kedutaan Malaysia. Kami akan kumpulkan tanda tangan setuju atau tidak berperang. Kami akan ambil alih dan duduki Kedutaan Malaysia terlebih dahulu,” ujar Eggy Sujana.

Menurutnya, keberanian Malaysia mengoyak kedaulatan Indonesia lantaran sikap pemerintahan SBY saat ini dianggap lemah. Karena itu, jika dalam waktu 2 x 24 jam pemerintah tidak bertindak tegas, pihaknya akan mengumpulkan massa dan mengajak berperang melawan Malaysia. “Lawan Malaysia. Karena pemerintah tak memiliki kekuasaan,” jelasnya.

Permadi menganggap hubungan Indonesia-Malaysia mencapai titik klimaks. “Selama ini selalu kita biarkan. Hutan ditebang, TKI dianiyaya, Ambalat direbut, dan batas-batas perairan dilanggar, kita diam. Tapi, sekarang tarian dan kebudayaan juga diakui mereka. Ini menantang kedaulatan kita,” cetusnya.

Karena itu, pihaknya sepakat melawan Malaysia. Sebab, selama ini TNI dianggap tak tegas ketika sejumlah pelanggaran dilakukan Malaysia. “Kalau ada yang melanggar batas, kita tembak saja. Ganyang Malaysia,” ujarnya. Pihaknya menilai tindakan pemerintah Indonesia terhadap Malaysia tidak konkret.

Ray Rangkuti memprediksi, dalam kurun 304 tahun mendatang, Malaysia akan mengalami kebangkrutan. “Oposisi mencuat. Sentimen etnis akan terus menguat. Itu akan menjadi ciri hancurnya sebuah negara,” cetusnya. Jika hal itu terjadi, Indonesia harus segera mengambil momentum dengan menunjukkan kekuatan dan kewibawaan pemerintahan.
“Presiden jangan hanya bergerak jika kepentingan pribadinya diganggu. Saatnya bertindak tegas,” sebutnya. (kit/oki)

PDIP-Golkar Tak Oposisi Demokrasi Mati

INILAH.COM


01/09/2009 - 23:23


PDIP-Golkar Tak Oposisi Demokrasi Mati

Bayu Hermawan


INILAH.COM, Jakarta - Kehidupan demokrasi dipastikan akan mati perlahan. Hal itu akan terjadi jika PDIP yang sebelumnya oposisi akan masuk dalam pemerintahan bersama Partai Golkar.

Menurut Direktur Cirus Surveyors Group Adrinof A. Chaniago mengatakan kecenderungan partai yang sebelumnya beroposisi seperti PDIP dan Golkar yang kemudian menunjukan sikap mau berkoalisi ini dikhawatirkan akan mematikan system demokrasi.

"Demi keutuhan negeri ini kita berharap PDIP, Golkar, Gerinda, dan Hanura mau menempatkan diri sebagai pihak oposisi," ujarnya.

Hal tersebut disampaikan dia dalam diskusi 'Oposisi Satu Keharusan' di Jakarta, Selasa (1/9). Menurut dia, alasan beberapa partai yang takut menempatkan diri sebagai oposisi dinilai hanya klise semata.

"Kalau takut beroposisi ya jangan ikut pemilu, atau ikut pemilu tapi jangan mencalonkan menjadi presiden, atau nggak tunggu saja di simpang jalan untuk lihat siapa yang cenderung menang kemudian baru ikut." tutur pengajar FISIP UI ini.

Pendapat sedana juga diungkapkan Direktur Eksekutif LIMA Ray Rangkuti. Diakui dia, tanpa oposisi dalam pemerintahan mendatang akan membahayakan proses demokrasi kedepan.

"Sebab demokrasi itu memiliki kultur sendiri, yakni dengan menjalankan sebuah proses kompetisi yang sehat. Dimana ada pernyataan siap menang dan siap kalah, ya kalau menang berkuasa dan kalah beroposisi." jelasnya.

Karena itu, Ray mengingatkan, jika oposisi tidak ada maka tidak ada fungsi silang yang akan mengawasi kinerja dari pemerintah. [bay/jib]