Jumat, 27 Februari 2009

Aktivitas LSM Perlu Diwaspadai

REPUBLIKA

Jumat, 27 Februari 2009 pukul 07:28:00

Aktivitas LSM Perlu Diwaspadai


JAKARTA -- Direktur Pengembangan Budaya Politik Departemen Dalam Negeri, I Gede Suartha, melihat perlu mewaspadai aktivitas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjelang Pemilu 2009. Di antara sekian banyak LSM, terdapat beberapa yang mengganggu keamanan dan ketertiban.

''Kita menerima info aktivitas LSM yang secara langsung maupun tidak langsung mengganggu keamanan dan ketertiban,'' kata Suartha dalam acara Pemberian Dana Hibah Pemilu kepada 26 LSM, Kamis (26/2).

Dengan alasan ini, lanjut dia, LSM yang menerima hibah harus melalui seleksi ketat. Bentuknya dengan proses verifikasi terhadap LSM yang akan menerima dana hibah pemilu dari United Nations Development Program (UNDP) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Meski Suartha menganggap perlu diwaspadai, namun Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas, Siliwanti, berpandangan LSM tetap memainkan peran penting dalam proses sosialisasi pemilu. ''Sejumlah LSM digandeng dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat hingga akar rumput,'' kata Siliwanti.

Sejauh ini, kata Siliwanti, sejumlah LSM dianggap telah memberi edukasi dan informasi kepada pemilih secara luas. ''LSM yang melakukan kegiatan seperti itu perlu diberi penghargaan.''

Direktur Nasional Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, menilai, tudingan adanya LSM yang mengganggu ketertiban nasional itu mengganggu penataan dan pembangunan demokrasi, baik lokal maupun nasional, langsung atau tidak langsung. ''Setidaknya hal ini mengingatkan kita pada era Orde Baru,'' kata Ray.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yuna Farhan, mengatakan, tudingan itu merupakan ketakutan tidak berdasar. ''Masyarakat sipil adalah salah satu pilar demokrasi mengimbangi negara,'' katanya. ''Tudingan terhadap LSM justru bisa mengganggu keamanan jika tidak berani menjelaskan siapa yang dimaksud,'' tambahnya.

Dana UNDP

UNDP bekerja sama dengan KPU menyerahkan dana hibah sebesar 1,43 juta dolar AS kepada 26 LSM. Penerima dana hibah akan melakukan sosialisasi pemilu dan meningkatkan partisipasi politik pemilih.

''Ini merupakan bentuk kerja sama yang positif dalam rangka sosialisasi pemilu,'' kata Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary.

LSM penerima dana hibah merupakan hasil seleksi dari 584 proposal LSM dari berbagai daerah. Permohonan pengajuan proposal itu telah dibuka selama 7 Desember 2008 hingga 7 Januari 2009. ikh

Sahkan Segera Aturan tentang Caleg Terpiliih

REPUBLIKANEWSROMM

Sahkan Segera Aturan tentang Caleg Terpiliih
By Republika Newsroom

Jumat, 27 Februari 2009 pukul 18:24:00

Facebook JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai perlu segera melakukan pengesahan peraturan tentang penetapan caleg terpilih. Sebab, tutur Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, jadwal pemilu sudah semakin ketat dan prioritas penanganan KPU adalah penanganan logistik. Hal tersebut

"Tidak ada masalah jika KPU tidak mengantongi perppu, yang penting peraturan penetapan caleg terpilih segara dikeluarkan," kata Ray di jakarta, Jumat. Dia menambahkan, KPU sebenarnya telah memiliki draft peraturan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan, termasuk jika perppu tidak dikeluarkan.

"Kalau memang memungkinkan, peraturannya harus segera disahkan besok," ujar Ray. Menurut dia, penetapan caleg terpilih bisa dilakukan dengan peraturan KPU. Ray beranggapan, KPU tidak perlu risau akan adanya gugatan terhadap penetapan caleg terpilih tersebut. ikh/ism

Kamis, 26 Februari 2009

Perppu Pemilu Mencoreng Wajah KPU


INILAH.COM

Politik
26/02/2009 - 08:59

Perppu Pemilu Mencoreng Wajah KPU

R Ferdian Andi R

Ray Rangkuti
(inilah.com/ Raya Abdullah)INILAH.COM, Jakarta – Pemerintah akhirnya bakal menandatangani Perppu tentang dua hal dalam pemilu. Soal daftar pemilih tetap (DPT) dan sahnya penandaan lebih dari satu di surat suara. Apakah Perppu ini mengkondisikan pemilu yang lebih jurdil?

Setelah lama ditunggu-tunggu, khususnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), akhirnya pemerintah memastikan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam waktu dekat. Menteri Sekertaris Negara, Hatta Radjasa, memberi kepastian dalam satu-dua hari ke depan Perppu Pemilu bakal diteken oleh Presiden SBY. “Diharapkan dalam satu atau dua hari ini,” ujarnya, Rabu (25/2) di Istana Presiden, Jakarta.

Politisi PAN tersebut menjelaskan, keberadaan Perppu Pemilu penting karena terkait dengan diperbolehkannya penandaan yang lebih dari satu dalam satu kolom. “Apabila yang menandai lebih dari satu dalam kolom yang sama, misalkan menandai partai, kemudian menandai orang di dalam kolom yang sama, itu dianggap sah,” terang Hatta.

Selain itu, Perppu Pemilu juga menyoal DPT. Menurut Hatta, hal itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk pendataan ulang pemilih, namun hanya menyempurnakan DPT. “Jadi tidak ada pendataan ulang, akan tetapi penyempurnaan. Sebelumnya sudah tercatat, tapi belum masuk. Maka itu disempurnakan. Hanya di beberapa daerah saja,” jelasnya.

Masalah awal eksistensi Perppu ini tidak terlepas dua keinginan yang berbeda antara KPU dan pemerintah. Jika KPU lebih berpikir soal penyempurnaan data pemilih, sedangkan pemerintah lebih mempertimbangkan penoleliran penandaan yang lebih dari satu dalam kolom yang sama.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ahmad Fauzi Ray Rangkuti menilai Perppu tersebut adalah barteran antara KPU dan pemerintah. Keberadaan Perppu ini menjadi bukti jelas tidak mampunya KPU dalam menyiapkan pemilu.

“Perppu ini saya kira terlambat. Harus dicari tahu kenapa terlambat. Sulit menepis kesan jika pemilu akan terhambat juga. Bisa juga Perppu ini akan menjadi masalah baru di lapangan,” cetusnya kepada INILAH.COM, Rabu (25/2) di Jakarta.

Perihal penolelirian penandaan lebih dari satu di satu kolom, Ray menegaskan, bukanlah di situ pokok persoalannya. Menurut dia, lagi-lagi KPU yang menjadi biang kerok atas keruwetan desain suara. “KPU yang membuat desain suara yang aneh sehingga menyulitkan pemilih,” tandas alumnus IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Soal DPT, Ray menegaskan harus dilihat terlebih dahulu redaksi Perppu tersebut. Di luar itu, jika konteksnya penyempurnaan, maka potensi pengurangan dan penambahan dengan tujuan menghabisi dan memobilisasi dukungan untuk partai politik tertentu. “Apalagi hingga kini KPU tidak transparan soal DPT tambahan. Berapa pemilih yang ada, itu tidak bisa diakses,” tegasnya.

Dalam konteks itu, Ray mencontohkan peristiwa di Pilkada Jawa Timur soal penambahan dan pengurangan DPT untuk kepentingan pasangan tertentu. Menurut dia, kasus Jawa Timur harus menjadi pelajaran berharga, baik bagi penyelenggara maupun pemerintah. “Ketua KPU Jatim sudah menjadi tersangka. Ini harus menjadi pelajaran,” tegasnya.

Secara terpisah, Staf Khusus Presiden SBY bidang hukum Denny Indrayana membantah jika Perppu pemilu, khususnya soal DPT untuk kepentingan kelompok tertentu dengan menambah atau mengurangi demi mobilisasi dan menghabisi pihak tertentu. “DPT tidak berubah. Jadi kalau belum terdaftar sekarang, ya tidak masuk lagi. Yang berubah rekapnya,” jelasnya.

Penyempurnaan rekapitulasi DPT melalui Perppu ini, sambung Denny yang juga pengajar UGM Yogyakarta ini, karena saat rekap KPU beberapa waktu lalu, KPU hanya memgambil dari rekap tingkat provinsi. “Jadi tidak akan menambah DPT. Tapi, kalau ada kelebihan, bukan DPT yang dikurangi, melainkan nilai akhirnya. Bagaimana hasilnya, nanti perbaikan rekapitulasi oleh KPU,” ujarnya.

Munculnya Perppu Pemilu jelas menjadikan citra KPU semakin tak cerah. Ketidakmampuan KPU dalam menyiapkan tahapan pemilu jelas menjadi penyebab terbitnya perppu itu. Meski, kewaspadaan atas implikasi perppu tersebut harus diamatai oleh seluruh peserta pemilu. Kasus pilkada Jawa Timur soal DPT, harus menjadi acuan. Bisa saja Perppu menjadi legitimasi upaya mobilisasi dan penyingkiran kelompok tertentu. [I4]

Ray Rangkuti : Putusan MK Dapat Saja Menimbulkan Kekacauan Politik

RRI PRO3

Ray Rangkuti : Putusan MK Dapat Saja Menimbulkan Kekacauan Politik

Sabtu, 27 Desember 2008 19:46

PRO3RRI - Jakarta:: Putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan caleg terpilih dengan mekanisme suara terbanyak dapat saja menimbulkan kekacauan pada partai politik. Untuk itu pemerintah dan KPU perlu lebih siap dengan aturan perundang-undangan terkait pemilu.
Budaya politik Indonesia memasuki era baru pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan calon anggota legislative terpilih dalam pemilu ditetapkan dengan mekanisme suara terbanyak.

Kepada RRI di Jakarta hari ini (27/12) pengamat politik Ray Rangkuti menyebut putusan ini memiliki aspek positif bagi publik, namun dapat membuat kekacauan pada partai politik.

Para poliltisi akan semakin individual, sangat peduli pada konstituennya, dan lebih memilih populer dari pada membesarkan partai.

Dalam pemilu nanti lanjut Ray, bukan tidak mungkin para petinggi partai yang merasa sudah bekerja keras untuk partai akan kalah suara dengan caleg popular.

Untuk itu aturan main dalam partai dan komitmen untuk mengikutinya harus benar-benar tegas.

“Kode etik, tata tertib berpartai harus betul-betul diikuti, kalau tidak yang akan kacau bukan hanya partai politik tapi akan berimbas pada KPU berimbas keluar ke masyarakat, karena objek dari pertikaian politik itu biasanya masyarakat“ tegas Ray Rangkuti.

Terkait pertemuan Presiden dengan beberapa pimpinan lembaga Negara mengevaluasi persiapan pemilu ia menyambutnya positif.

Sebagai pimpinan LSM Lingkar Masyarakat Madani – LIMA yang fokus menyoroti pemilu, Ray Rangkuti menilai KPU sejauh ini gagal melewati setiap tahapan pemilu dengan mulus.

Ia juga meminta pemerintah lebih mencermati masalah keamanan yang mungkin muncul pasca keputusan MK, lebih intens melakukan sosialisasi, serta memastikan seluruh tahapan pemilu mendapat anggaran tepat pada waktunya.


(WD/Ibnur Khalid Yunus)

Sultan HB X Ideal Dampingi JK

PILPRES 2009

Sultan HB X Ideal Dampingi JK


Kamis, 26 Februari 2009


JAKARTA (Suara Karya): Calon presiden (capres) Partai Golkar HM Jusuf Kalla (JK) harus mempersiapkan figur calon wakil presiden (cawapres) yang mewakili suku Jawa, representasi Islam, dan diterima oleh kalangan militer agar bisa menang dalam pemilihan presiden (pilpres) mendatang.

Demikian kesimpulan pendapat pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit, Presiden Tata Kawasan Ti-mur Indonesia (Tata KTI) Zainal Bintang, Direktur Eksekutif Lingkar Masyarakat Madani (Lima) Ray Rangkuti, dan peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego, yang diwawancarai secara terpisah di Jakarta, Rabu 25/2).

Menurut Zainal, meski sudah ada prediksi dari lembaga survei, saat ini belum bisa dipastikan siapa capres yang bisa dikatakan sebagai kandidat pemenang, termasuk nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kemenangan itu salah satunya tergantung taktik strategi pemenangan, termasuk di dalamnya bagaimana memilih pasangan wakilnya," katanya.

Zainal yang juga fungsionaris DPP Partai Golkar itu menambahkan, untuk memilih pasangan wakil presiden, perlu mengakomodasi variabel-variabel yang berlaku di pasar, dalam hal ini sosok figur seperti apa yang diinginkan oleh para pemilih.

"Variabel-variabel yang berlaku saat ini adalah sosok pemimpin yang berasal dari kalangan Islam dan berlatar belakang suku Jawa. Tapi jangan lupa, masih ada juga masyarakat kita yang masih memiliki kepercayaan terhadap figur militer," ujarnya.

Untuk memenuhi variabel pemilih dari kalangan Islam dan Jawa, ada nama Hidayat Nur Wahid. Sedangkan untuk variabel dari figur militer, menurut Zainal, ada nama mantan Panglima TNI Jenderal (Pur) Endriartono Sutarto sebagai calon wakil presiden Partai Golkar untuk mendampingi HM Jusuf Kalla.

Sementara Indria Samego mengatakan, saat ini mayoritas masyarakat Indonesia tidak lagi melihat figur capres dari latar belakang suku Jawa atau non-Jawa.

"Sekarang itu ada perubahan di mana orang tidak lagi mempermasalahkan soal Jawa atau non-Jawa. Soal pencalonan Pak Jusuf Kalla sebagai capres, saya kira itu tidak ada masalah," kata Indria usai menjadi pembicara dalam acara rountable discussion bertajuk "Implementasi Indeks Kepemimpinan Nasional (IKNI)" yang diselenggarakan oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).

Tapi, soal figur cawapres, Indria mengatakan Jusuf Kalla perlu mempertimbangkan latar belakang suku Jawa untuk menjadi wakilnya nanti. Yang paling pas wakilnya adalah figur Islam, Jawa dan diterima oleh militer. Artinya, walaupun sipil tapi dia (cawapres-Red) harus bisa diterima oleh militer.

Sementara itu, Arbi Sanit beranggapan, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X dinilai sebagai tokoh yang ideal bila disandingkan dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar HM Jusuf Kalla dalam Pilpres 2009 ini. Sebab, Sultan memiliki dukungan dari masyarakat Jawa dan non-Jawa.

Menurut Arbi Sanit, dalam situasi seperti ini, capres mana pun yang bergandengan dengan Sultan Hamengku Buwono, dia akan menang. Sebab, saat ini Sultan memiliki kekuatan dukungan yang signifikan, baik dari dalam Partai Golkar maupun dari luar Partai Golkar.

Tentang tradisi sabdo pandito ratu yang dianut Kraton, kata Arbi, mestinya tidak menjadi harga mati bagi Sultan. Sebab Pemilu 2009 ini merupakan pemilu terakhir bagi Sultan jika ia ingin menjadi calon wakil presiden. Karena itu, Sultan tidak boleh terikat pada tradisi yang akan mengikat dan menghilangkan kesempatan satu-satunya ini.

"Sekarang ini nama Sultan sedang melambung dan usianya pun sudah 65. Kalau menunggu lima tahun lagi, maka usianya 70, saya kira sulit bagi dia untuk mendapatkan dukungan seperti sekarang ini. Saya kira tidak ada masalah Sultan menjadi wapres, ini kan warisan dari ayahnya yang juga pernah jadi wapres," ujarnya.

Arbi juga mengatakan, kalau Jusuf Kalla tidak mengambil Sultan sebagai capresnya, suara Partai Golkar akan terpecah karena partai lain pasti akan mengambilnya.

"Sultan dan JK ini sudah cocok. Jadi, JK jangan disandingkan dengan Hidayat Nur Wahid, tidak cocok. Yang satu nasionalis, yang lainnya fundamentalis. Ini akan berbenturan. Dan jangan juga Sultan disandingkan dengan calon militer," katanya.

Meski demikian, Arbi Sanit tetap melihat kemungkinan Jusuf Kalla masih akan menerima pinangan SBY untuk dijadikan wapresnya. Hal itu akan terjadi bila hasil pemilu tidak mencapai target. Misalnya partai besar seperti Partai Golkar tidak bisa mendapat 20 persen suara.

Sementara itu, Ray Rangkuti juga melihat Sultan sebagai pasangan yang ideal buat Jusuf Kalla. Menurut Ray, jika Jusuf Kalla berpasangan dengan Sultan, maka Partai Golkar akan solid dan suara tidak akan terbuang ke calon lain yang berpasangan dengan kader Partai Golkar.

"Banyak sekali manfaatnya bila Jusuf Kalla berpasangan dengan Sultan. Pertama, kalau pemerintahannya dipimpin oleh Partai Golkar, maka pemerintahan ke depan akan kuat. Di sisi lain, partai ini akan tetap solid, karena calon presiden dan wapresnya sama-sama kader Partai Golkar," kata Ray.

Ray juga mengatakan, Sultan akan menjadi barang dagangan yang laku dijual. Dengan demikian, peluang pasangan Jusuf Kalla-Sultan ini sangat tinggi dan kemungkinan menangnya pun besar.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida mengatakan, perlu penelitian yang komprehensif untuk menjawab apakah saat ini masyarakat Indonesia yang tidak lagi mempermasalahkan latar belakang suku dalam memilih pemimpinnya. (M Kardeni/Kartoyo DS)

Rabu, 25 Februari 2009

KPU Akui Sosialisasi Pemilu Kurang

TEMPO INTERAKTIF

KPU Akui Sosialisasi Pemilu Kurang

Minggu, 22 Februari 2009 | 12:27 WIB

TEMPO Interaktif , Jakarta: Anggota Komisi Pemilihan Umum Endang Sulastri mengakui sosialisasi pemilihan umum belum sempurna.



"Mungkin baru terasa dua minggu sebelum pemilihan," ujarnya ketika dihubungi Ahad (12/2). Pernyataan ini menjelaskan perkiraan Endang bahwa masyarakat mungkin akan lebih terasa gaung pemilu dua pekan sebelum hari pencontrengan.

Sejak Januari 2009, Endang mengaku beberapa Komisi di daerah telah menunjukkan kemajuan dalam sosialisasi proses pemilihan. Tapi ada pula yang terkendala pemilihan kepala daerah seperti Jawa Timur dengan tiga putaran pemilihan Gubernur.

Survei Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) menunjukkan hanya 24,5 persen pemilih tahu tanggal pemilihan (9 April 2009). Survei ini dilakukan pada sembilan kota/kabupaten di Jakarta, Jawa Barat dan sebagian banten.

Menurut Endang survei tersebut harus dilihat pula tabulasinya dan sampelnya. Ia tak menampik masih banyak kekurangan dan kini memang diniatkan untuk sosialisasi secara masif. Komisi juga bekerja sama dengan sekolah menengah baik umum dan kejuruan untuk sosialisasi di tingkat pemilih pemula.

"Bisa menghemat anggaran dan jumlahnya kan tidak terlalu banyak," ujar Endang. Begitu pula pemberitaan di Media yang selalu menghitung mundur hari pemilihan termasuk dukungan yang diakui Komisi membantu sosialiasi.

Awal Maret mendatang, dijanjikan Endang, Petugas Pemungutan Suara dan Petugas Pemungutan Kecamatan memastikan Daftar Pemilih Tetap di daerahnya masing-masing. "H-5 paling lambat sudah diumumkan tanggal dan tempat pemilihan," imbuhnya. Kemudian tiga hari menjelang, komisi mewajibkan semua daftar pemilih sudah mendapatkan surat pemberitahuan.

DIANING SARI

Foto Konprensi Pers



Jakarta, 22/2. EFEKTIVITAS SOSIALISASI. Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima Nasional), Ray Rangkuti ( tengah), Direktur Lima Jakarta, Said Salahudin ( kanan), dan Direktur Kebijakan dan Kenegarawanan Lima, Surya AB (kiri), memberikan keterangan kepada wartawan perihal hasil survei di Jakarta, Minggu ( 22/2). Hasil survei yang dilaksananakan oleh Lima tersebut berkaitan dengan efektifitas sosialisasi pemilu dan penyusunan daftar pemilih oleh KPU. FOTO ANTARA/ Ujang Zaelani/pd/09

Hanya 24,5% Pemilih

SUARA KARYA

KINERJA KPU

Hanya 24,5% Pemilih Tahu Waktu Pemilu
Senin, 23 Februari 2009

JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah gagal melakukan sosialisasi pemilu. Buktinya, berdasarkan survei, mayoritas pemilih tidak tahu waktu pelaksanaan pemilu legislatif maupun tata cara pemberian suara.

Menurut survei yang dilakukan Lingkar Masyarakat Madani (Lima), dari 720 responden yang berasal dari wilayah DKI Jakarta, Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bogor hanya 24,5 persen yang dapat menjawab tanggal dan bulan pelaksanaan pemilu. Sementara 45,5 persen responden hanya mengetahui bulan pelaksanaan pemilu, dan 30 persen lagi tidak mengetahui kapan pemilu dilaksanakan.

"Kita melihat, KPU nyata-nyata gagal dalam melakukan sosialisasi jadwal pelaksanaan pemilu. Masyarakat yang menjadi responden banyak yang tidak tepat menyebutkan kapan pemilu dilakukan," kata Direktur Lima Said Salahuddin, di Jakarta, kemarin.

Responden yang dipilih berusia 18-46 tahun dengan latar belakang pelajar, mahasiswa, pedagang, pegawai negeri sipil, profesional, dan ibu rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara tatap muka. Lima memastikan sampling error 0 persen.

Said menuturkan, melalui survei yang dilakukan selama 5-18 Februari itu juga ditemukan fakta bahwa tingkat keingintahuan masyarakat mengenai hak pilih ternyata masih rendah. Berdasarkan pertanyaan dalam survei, sebanyak 63,5 persen responden menjawab sudah terdaftar sebagai pemilih, 3 persen belum terdaftar, dan 33,5 persen mengaku tidak tahu.

Dari 63,5 persen responden yang sudah terdaftar sebagai pemilih, hanya 0,75 persen yang berani memastikan sudah terdaftar sebagai pemilih tetap. Sebanyak 37 persen responden menyatakan telah terdaftar sebagai pemilih karena mendapatkan informasi dari orang lain. Lalu 62,25 persen mengaku sudah terdaftar karena pernah didaftar oleh petugas.

Untuk 3 persen responden yang menjawab belum terdafar sebagai pemilih tetap, mereka mengaku telah melakukan pengecekan dan menemukan nama mereka belum masuk daftar pemilih tetap (DPT). Sedangkan dari 33,5 persen responden yang menyatakan tidak mengetahui apakah sudah masuk DPT mengaku tidak melakukan pengecekan DPT.

"Dari situ terlihat, animo masyarakat untuk melakukan pengecekan terhadap DPT masih sangat rendah walau memang sebagian besar mengaku sudah masuk DPT," kata Said.

Menurut Direktur Lima, Ray Rangkuti, survei itu memperlihatkan bahwa KPU tidak memiliki inisiatif besar dalam melakukan sosialisasi pemilu. Dia menilai, pelaksanaan pemilu legislatif kurang lebih tinggal 50 hari lagi. Tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui pelaksanaan pemilu ini.

"Dari survei itu terlihat bahwa tingkat kepedulian masyarakat sangat rendah. Ini semua karena KPU juga tidak menunjukkan keinginan yang besar dalam melakukan sosialisasi pemilu," katanya.

Menurut Ray, KPU terlihat hanya mengutamakan masalah penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) menyangkut penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak. "Sosialisasi berbagai hal yang sudah pasti saja belum maksimal, apalagi jika nanti ditambah dengan terbitnya perppu yang pasti membutuhkan aturan baru," katanya.

Ray menyebutkan, dengan waktu yang semakin terbatas, terutama terkait sosialisasi pemilu, KPU lebih baik memfokuskan diri terhadap aturan yang telah ada. KPU tidak perlu memaksa meminta perppu. Ini tak hanya terkait persoalan waktu, tetapi juga aturan baru, sehingga KPU perlu juga memerlukan dana tambahan untuk sosialisasi. "Ini hanya buang-buang uang karena sosialisasi yang telah dilakukan menjadi sia-sia," ujarnya.

Beberapa waktu lalu KPU mengaku telah melakukan sosialisasi pemilu. KPU juga menyatakan akan lebih mengintensifkan sosialisasi pemilu legislatif sehingga diperkirakan tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih bisa mencapai 80 persen.

Menurut anggota KPU yang juga Ketua Divisi Sosialisasi Pemilu 2009 Endang Sulastri, sosialisasi pemilu dilakukan dengan menggunakan komunikasi media, tatap muka, dan mobilisasi pemilu.

KPU juga telah melakukan bimbingan teknis terhadap KPU provinsi maupun KPU kabupaten/kota di tujuh wilayah mengenai pemungutan dan penghitungan suara.

"KPU juga menjalin kerja sama dengan provider-provider menyangkut pengiriman pesan singkat pemilu yang isinya memuat tiga tema, yakni pentingnya pemilu, penandaan centang, dan imbauan bagi pemilih agar memilih pada 9 April 2009," ujarnya. (Tri Handayani)

'Awasi Kecurangan DPT'

REPUBLIKA

Sabtu, 14 Februari 2009 pukul 08:48:00


'Awasi Kecurangan DPT'


JAKARTA -- Munculnya sejumlah kesalahan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2009 harus diwaspadai. Jangan sampai hal ini menjadi modus bagi munculnya kecurangan pada saat pemungutan suara.

Peringatan ini disampaikan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti. Peringatan disampaikan terkait dengan adanya kelebihan pemilih di Jawa Timur dan Papua, serta adanya ratusan ribu pemilih yang tidak punya nomor induk kependudukan (NIK).

Jika penyelenggara pemilu terbukti memasukkan orang yang tidak memiliki hak pilih ke DPT, kata Ray, maka hal itu merupakan bentuk tindak pidana pemilu. ''Data yang ada dalam DPT itu harus akurat dan tidak boleh ada manipulasi,'' kata Ray, Jumat (14/2).

Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU), tidak akurat dalam pendataan, sehingga DPT juga tidak akurat. Tidak hanya ada pemilih yang tidak terdaftar, tapi banyak pula yang kelebihan yang didaftar.

Atas adanya kelebihan pemilih di Jawa Timur dan Papua, Ray menyarankan agar langsung dicoret. Jika kelebihan pemilih itu disengaja, kata Ray, kelebihan pemilih yang tercantum dalam DPT bisa digolongkan sebagai pemilih fiktif. Hal itu memicu adanya kecurangan dalam pemilu.

Kasus adanya kelebihan pemilih ini harus diungkap secara rinci. Daerah-daerah yang DPT-nya kelebihan pemilih harus disampaikan secara transparan. Sekalipun banyak kesalahan di DPT, menurut Ray, pemutakhiran DPT tidak bisa dilakukan lagi.

Anggota KPU, Abdul Azis, menjelaskan, kelebihan pemilih di DPT paling banyak di Yahukimo (Papua) dan Jawa Timur. Kata dia, kelebihan pemilih di Jawa Timur terungkap dari jumlah pemilih di pemilihan gubernur. Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary, menegaskan bahwa pencetakan surat suara atas kelebihan pemilih sudah dihentikan. Dengan begitu pencetakan surat suara untuk Papua sudah sesuai dengan jumlah pemilih, dan tidak berdasar DPT yang kelebihan pemilih.

Modus
Pengamat hukum tata negara, Irman Putra Sidin, mengatakan, pemutakhiran DPT menjelang pelaksanaan pemilu merupakan modus yang kerap dipakai di Pilkada. Dalam pilkada, tujuannya adalah memenangkan kandidat tertentu.
''Itu modus di pilkada. Surat suara sudah dicetak berlebih, kemudian dilakukan pemutakhiran data pemilih,'' kata Irman.

Kalaupun masih ada pemilih yang terlewat dari DPT ataupun jumlah yang terdata di DPT berlebih, hal itu sudah selesai mengikuti tahapan yang sudah lewat. Menurutnya, kekurangan itu merupakan konsekuensi dari demokrasi yang tak bisa dituntut bulat utuh dalam pelaksanaannya. ikh/ann

Dicurigai Ada Rencana Kecurangan dari DPT

REPUBLIKA

Rabu, 18 Februari 2009 pukul 09:58:00

Dicurigai Ada Rencana Kecurangan dari DPT


JAKARTA-- Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) menduga ada ketidakjujuran dalam penyusunan Daftar Pemilih tetap (DPT). PKNU mengajak semua parpol mengawasi kemungkinan adanya 'permainan' dalam persoalan DPT.Ketua Umum PKNU, Choirul Anam, mempertanyakan kesiapan penyelenggara pemilu dalam menjamin pelaksanaan pemilu agar berlangsung jujur dan adil. Anam mengaku ragu dengan hal ini.

Berdasarkan pengalaman Pilkada Jawa Timur, menurut dia, ada ketidakjujuran yang melibatkan penyelenggara pemilu, terutama menyangkut DPT. ''Masalah DPT dimainkan. Di satu sisi, ada warga yang tidak didaftar, di sisi lain ada nama-nama fiktif, nama ganda. Kami punya bukti,'' kata Anam, Selasa (17/2).Melalui penelusuran PKNU, permainan DPT ternyata tak hanya terjadi di Jatim. Di Wonosobo, Jawa Tengah, misalnya, ditemukan ada DPT di satu desa yang tidak wajar, yakni ada 320 nama atau nomor induk kependudukan (NIK) ganda.

''Kalau sekadar kesalahan teknis masih bisa ditoleransi, tapi ini mengarah pada rekayasa yang sistematis. Sekitar 20-40 persen data di DPT sudah dimainkan,'' katanya.Oleh karena itu, PKNU mengajak partai-partai lain untuk mencermati dan mewaspadai DPT yang ada, tak perlu meributkan nama-nama yang belum masuk DPT. ''Jangan sampai kita sudah banyak berkorban dan bekerja keras tak dapat apa-apa. Karena, DPT sudah dibuat sedemikian rupa untuk memenangkan partai tertentu yang punya akses memengaruhi KPU,'' katanya.

Menilai KPU yang sekarang diragukan kemandiriannya, Anam mengusulkan agar pada Pemilu 2014, KPU kembali diisi orang-orang partai sehingga bisa saling mengontrol.Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, mengingatkan bahwa kelebihan pemilih yang tercantum dalam DPT bisa digolongkan sebagai pemilih fiktif. ''Hal itu memicu adanya kecurangan dalam pemilu,'' katanya menegaskan.

Oleh karena itu, Ray mengatakan, semestinya data yang ada dalam DPT harus akurat dan tidak boleh ada manipulasi. Terlebih saat ini sudah ada kasus yang terungkap, terkait dengan kelebihan pemilih di Papua yang mencapai 128 ribu orang. Termasuk adanya sekitar 9.000 pemilih di Sumatra Barat, yang tidak memiliki NIK.Jika ada kelebihan pemilih, kelebihan tersebut bisa saja langsung dicoret dan tidak perlu dicetak dalam surat suara. ''Namun, yang perlu diwaspadai adalah adanya unsur kesengajaan atas terjadinya kelebihan pemilih itu.'' ant/ikh

Sosialisasi KPU Lemah

REPUBLIKA

Senin, 23 Februari 2009 pukul 10:50:00


Sosialisasi KPU Lemah

Banyak pemilih yang belum tahu pelaksanaan pemilu dan cara memberi tanda

JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap gagal dalam menyosialisasikan Pemilu 2009. Berdasar survei yang dilakukan Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) maupun International Republican Institute menunjukkan pemilih masih banyak pemilih yang belum paham cara memilih.

Lima selama 5 hingga 18 Februari telah melakukan pemantauan terhadap perilaku pemilih. Kegiatan ini dilakukan dengan mengambil responden sebanyak 720 ribu orang di Jakarta, Depok, Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang.

Dalam pertanyaan apakah Anda tahu pelaksanaan pemilu?, ternyata ada 30 persen yang mengaku tidak tahu sama sekali. Adapun yang tahu bulannya saja 45,5 persen, dan yang sudah tahu 24,5 persen.

Selain masalah pelaksanaan pemilu, Lima juga menanyakan masalah pendaftaran pemilih. Dalam survei itu, sebanyak 63,5 persen respon mengatakan sudah terdaftar. Responden yang menjawab tidak tahu 33,5 persen, dan belum terdaftar 3 persen.

Meski sudah menjawab terdaftar, dari 63,5 persen itu, hanya 0,75 persen yang sudah memastikan masuk daftar pemilih tetap (DPT). Sisanya mengaku mendapat informasi dari orang lain (37 persen) dan sudah pernah didaftar petugas (62,25 persen).

Koordinator Lima Jakarta, Said Salahuddin dalam siaran persnye ke Republika, mengatakan, sosialisasi waktu pelaksanaan pemilu tidak optimal. ''Animo masyarakat untuk mengecek DPT juga sangat rendah,'' kata Said, Ahad (22/2).

Direktur eksekutif Lima, Ray Rangkuti, mengatakan, bahwa hasil pantauan ini menunjukkan masih belum maksimalnya sosialisasi yang dilakukan KPU. Banyak hal yang masih membingungkan masyarakat. ''Termasuk masalah cara memberi tanda banyak yang bingung,'' kata Ray.

Dengan kondisi ini, Ray menyarankan agar KPU memperkuat sosialisasi. Terlebih pelaksanaan Pemilu 2009 tinggal 50 hari lagi.

Apabila hingga menjelang pelaksanaan Pemilu KPU tidak mampu meningkatkan kinerja sosialisasinya, dikhawatirkan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu akan sangat rendah. Ketidaktahuan masyarakat terhadap jadwal Pemilu, akan berpotensi pada penyusunan agenda personal dari calon pemilih untuk melakukan aktivitas tertentu pada tanggal 9 April 2009.

Coblos
Hasil yang sama juga disampaikan IRI. Dalam rilisnya, IRI yang merupakan sayap LSM dari Partai Republik di AS, menyebutkan telah bekerjasama dengan Lembaga Survey Indonesia (LSI). Mereka melakukan survei pada 12 hingga 22 Januari 2009.

IRI mempresentasikan temuan surveinya, pada Kamis (19/2), kepada pimpinan dari 38 partai politik tingkat nasional, perwakilan pemerintah, KPU dan perwakilan dari LSM yang mendukung proses pemilu di Indonesia.

Dalam survei itu yang menggunakan responden sebanyak 2.189 di seluruh Indonesia disebutkan, sebanyak 27 persen responden masih beranggapan pemberian tanda dilakukan dengan mencoblos kertas suara. Mereka mencoblos di lambang parpol, nomor parpol, atau nama kandidat dan nomor kandidat.

Jumlah responden yang belum tahu cara memilih itu beda tipis enam persen dengan jumlah responden yang menjawab benar. Sebanyak 33 persen responden menjawab mereka akan mencontreng gambar parpol, nomor parpol, maupun nama kandidat.

Ancaman lain juga datang dari responden yang menjawab tak tahu atau tidak menjawab pertanyaan bagaimana cara memilih. Sebanyak 25 responden menjawab mereka tak tahu bagaimana cara memilih di kertas suara, atau mereka tidak menjawab pertanyaan. evy/dwo

(-)

Kontrak Politik PDIP Harus Serius

REPUBLIKA

Selasa, 24 Februari 2009 pukul 08:20:00

Kontrak Politik PDIP Harus Serius


JAKARTA -- Langkah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang membuat kontrak politik dengan caleg dinilai sebagai hal positif. Diharapkan, hal ini bisa diikuti oleh parpol lain.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Bonnni Hargens, melihat langkah yang dilakukan PDIP akan membuat rakyat bisa menagih janji caleg. Dengan adanya kontrak politik tertulis, menurut dia, akan membuka peluang rakyat menggugat jika mereka ingkar janji.

''Parpol lain perlu mengikuti langkah yang dilakukan PDIP,'' kata dia, Senin (23/2). Namun, dalam kontrak politik itu, harus ada jaminan sehingga janji mereka bisa ditagih.

Keputusan PDIP dalam mendeklarasikan kontrak politik dengan caleg, dinilai Bonni, sebagai langkah yang baik. Dalam Kontrak Politik untuk Perubahan itu, Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri, akan melarang anggota DPR yang terpilih dalam Pemilu 2009 untuk menjadi caleg pada Pemilu 2014 yang akan datang bila gagal memenuhi target untuk menurunkan harga sembako, menurunkan harga BBM, dan mengurangi kemiskinan serta pengangguran.

Diharapkan, dengan kontrak politik itu, lanjut dia, caleg tidak sekadar mengumbar janji semasa kampanye. Mereka juga punya kewajiban untuk memperjuangkan apa yang sudah mereka janjikan. Jika tidak berhasil, mereka harus siap menerima konsekuensi mundur.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, melihat ada sisi positif dan negatif dari kontrak politik itu. Diungkapkannya, kontrak politik itu bagus karena akan mendorong caleg tidak asal mengumbar janji.

''Ada yang akan bisa mereka tagih jika ternyata janji kampanye tidak ditepati,'' kata Ray Rangkuti kepada Republika.

Namun, lanjut dia, kontrak politik yang dibuat PDIP tidak tajam. Semestinya, dalam kontrak politik itu, ditegaskan bahwa kalau mereka tidak memperjuangkan apa yang sudah dijanjikan, mereka harus mundur. ''Kontrak itu tidak tajam. Mengapa mereka hanya tidak boleh maju di pemilu 2014,'' paparnya.

Dijelaskannya, sebenarnya sudah mulai ada kejenuhan dari masyarakat terhadap janji-janji caleg. Ini karena sering kali rakyat merasa hanya dibohongi.

Jika PDIP serius melakukan kontrak politik yang lebih tajam, Ray yakin akan muncul kepercayaan masyarakat terhadap calegnya. ant/dwo

Kalla Maju Capres, Kabinet Bisa Pecah

OKEZONE.COM

Kalla Maju Capres, Kabinet Bisa Pecah
Senin, 23 Februari 2009 - 12:06 wibLamtiur Kristin Natalia Malau - Okezone

JAKARTA - Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyatakan siap menjadi calon presiden ternyata diikuti oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Pernyataan kedua pemimpin tersebut tidak hanya akan membuat hubungan mereka retak, tapi juga jajaran birokrat yang ada dalam pemerintahan SBY.

"Kalau mempengaruhi hubungan keduanya, itu pasti. Asal jangan sampai melibatkan birokrasi," ujar Direktur Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti kepada okezone, Senin (23/2/2009).

Jika renggangnya hubungan SBY-JK melebar hingga ke Partai Demokrat dan Partai Golkar maka akibatnya akan memecah anggota kabinet dari masing-masing partai.

"Saya tidak yakin pencalonan mereka tidak mempengaruhi kondisi pemerintahan," tandasnya.(lam)

(uky)

Selasa, 24 Februari 2009

PKNU Waspadai Manipulasi DPT

DUTAMASYARAKAT.COM

Ahad, 22 Februari 2009

PKNU Waspadai Manipulasi DPT

JAKARTA � Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) mewaspadai
manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 9 April 2009
mendatang. Sebab adanya manipulasi DPT oleh KPU sudah ditemukan pada
saat pemilihan gubernur Jawa Timur (pilgub Jatim), khususnya saat
coblosan ulang di Kab. Sampang dan Kab. Bangkalan.

Hal itu terbukti dengan ditetapkannya Ketua KPU Jatim Wahyudi Purnomo
sebagai tersangka kasus tersebut oleh penyidik Polda Jatim. Padahal
DPT ini akan dipakai untuk Pemilu Legislatif.

�Kalau manipulasi DPT dibiarkan terus, rakyat dibohongi, dan
mencederai demokrasi. Ini sangat membahayakan bagi perkembangan
demokrasi,� kata Ketua Umum DPP �PKNU Drs H Choirul Anam (Cak
Anam)
dalam Rapat Konsultasi Ketua Bappilu PKNU se-Indonesia di Jakarta,
Sabtu (21/2) kemarin.

Hadir dalam acara itu Ketua Dewan Syura DPP PKNU KH Abdurrohman
Chudlori, Sekretaris Dewan Syura Prof Dr Alwi Shihab, Sekjen H Idham
Cholied, sejumlah pengurus DPP, dan DPW lain se-Indonesia.

Dalam kesempatan itu Cak Anam meminta kadernya mencermati DPT di
wilayah masing-masing dan segera bertindak bila menemukan data-data
fiktif. Manipulasi DPT sangat mungkin dilakukan untuk kepentingan
memenangkan partai tertentu. Dia mencontohkan saat pilgub Jatim
praktik manipulasi jumlah pemilih itu terjadi. �NIK satu orang bisa
digandakan jadi 425 orang, ini harus hati-hati kita,� kata Cak Anam.

Dia menduga, modus manipulasi yang digunakan untuk memenangkan partai
tertentu diduga sudah terjadi berupa deal-deal politik dengan
penyelenggara pemilu. Cak Anam tidak bermaksud menuduh partai mana
pun namun dia mendapat informasi bahwa hal itu ada dan datanya valid.

Dikatakan, saat ini ada partai yang meningkatkan target perolehan
suaranya karena target sebelumnya dinyatakan sudah tercapai.
�Darimana partai itu tahu dan mengukur target sebelumnya sudah
tercapai lalu berani meningkatkan targetnya? �Ini indikasi mereka
sudah menata manipulasi pemilih,� tegasnya.

Hilang
Dia mengungkapkan, manipulasi sangat besar. Dalam kasus pilgub Jatim,
ditemukan di daerah basis PKNU tiba-tiba suaranya menguap dan hilang.
Padahal jelas daerah tersebut ada pemilih dan pendukung PKNU. �Basis-
basis kita bisa hilang 30%. Kita jadi heran kok pemilihnya hilang,�
ujarnya.

Cak Anam menjelaskan, masalah DPT ini sering tidak diperhatikan.
Padahal hal ini sangat penting. Sebab DPT bisa berpengaruh pada
kemenangan pada pemilu. �Percuma kalau kita bekerja keras tapi
dicurangi dengan cara DPT-nya dimanipulasi,� tukasnya.

Oleh karena itu, kepada seluruh jajaran PKNU, baik pengurus, celeg
maupun relawan, Cak Anam meminta mereka melakukan kroscek DPT. Harus
dicek benar antara DPT KPU dengan kondisi riil di lapangan.
�Mintalah soft copy ke KPU dan cek dengan yang ada sebenarnya,�
pintanya pada kader yang hadir dalam rapat tersebut.

Menurut Cak Anam kerawanan DPT terjadi khususnya di daerah-daerah
terpencil atau daerah pedesaan yang kesadaran masyarakatnya akan
pemilu pas-pasan. �Di sanalah yang rawan terjadi kecurangan.
�Kalau
di perumahan tidak mungkin dilakukan itu, di desa-desa itu mereka
bermain,� ujarnya.

Rencananya, jajaran PKNU akan mendatangi KPU pusat hari ini untuk
mempertanyakan temuan tersebut. PKNU akan meminta temuan data-data
diperbarui meski� berdasarkan undang-undang DPT sudah tidak bisa
berubah.

Pelajaran bagi KPU
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray
Rangkuti mengatakan, kasus rekayasa DPT Pilgub Jatim dengan tersangka
Ketua KPU Jatim Wahyudi Purnomo menjadi pelajaran berharga bagi KPU
Pusat jelang Pemilu 2009. Apalagi, menurut Ray, DPT Jatim untuk
pemilu 2009 hingga kini masih bermasalah. �DPT di Jatim untuk Pemilu
hingga kini juga masih bermasalah.

Kasus DPT Pilgub Jatim dengan tersangka Ketua KPU Jatim itu pelajaran
bagi KPU Pusat,� kata Ray Rangkuti saat dihubungi Duta di Jakarta,
Sabtu (21/2).

Ray menyayangkan sikap KPU Pusat yang terkesan membela dan menutupi
kasus Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilgub Jatim. Seharusnya, kata Ray,
ketika mendengar masalah DPT itu mencuat, KPU Pusat langsung
mengambil langkah untuk menangani kasus tersebut. �Mestinya
penanganannya kan cepat. Kesannya KPU pusat kan menutup-nutupi,�
ungkap Ray.

Sejak awal, kata Ray, pihaknya menilai kasus Pilgub Jatim sebagai hal
yang aneh. Pasalnya, pelanggaran yang terjadi sangat banyak, tapi
kasusnya seakan-akan tak ada.�Saya melihatnya aneh saja, ada
pelanggaran, tapi kok gak ada kasusnya. Baru sekarang ini Ketua KPU-
nya dinyatakan sebagai tersangka,� katanya.

Ray juga menyayangkan penetapan Wahyudi Purnomo sebagai tersangka
yang terlambat. Akibatnya, kata Ray, proses hukum yang saat sedang
berjalan tak berpengaruh pada status gubernur terpilih Soekarwo.
�Sekarang sudah terlambat semua. Kasus itu seharusnya diproses
cepat,� jelasnya.

Dikatakan Ray, saat ini yang bisa membuat posisi gubernur yang sudah
dilantik bisa jatuh hanya politik uang. Itu pun jika bisa dibuktikan
di pengadilan dengan bukti-bukti yang kuat. �Hanya politik yang bisa
membuat pelantikan Gubernur ditinjau ulang,� jelasnya.(ful/amh)

Partai Demokrat Tak Ubah Strategi

TRIBUNTIMUR

Partai Demokrat Tak Ubah Strategi
Ray Rangkuti: Golkar Tak Serius Usung Kalla

Senin, 23 Februari 2009 | 08:28 WITA

Jakarta, Tribun - Pernyataan kesiapan Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya, Jusuf Kalla, untuk bersaing dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak membuat Partai Demokrat mengubah strategi.


"Kami tidak melakukan perubahan strategi karena ini tidak terkait dengan perkembangan isu capres atau cawapres," ucap Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum kepada Persda Network di Jakarta, Minggu (22/2).
Menurut Anas, semenjak awal Partai Demokrat telah menekankan para caleg untuk memandang semua caleg partai lain sebagai kompetitor. Caleg partainya SBY ini mesti bekerja keras seperti yang ditegaskan sejak awal.

Anas menambahkan, kesediaan Kalla menjadi Capres dari Golkar pada dasarnya bukan hal yang aneh dan membahayakan. Mantan Ketua Umum PB HMI ini justru menilai, kesiapan Kalla terkesan didramatisasi dalam peta perpolitikan nasional.

"Saya kira tidak perlu didramatisasi. Setiap partai berhak memajukan kadernya menjadi capres, dan itu harus kita terima sebagai kewajaran. Dan bukan sesuatu yang aneh, dan berlebih-lebihan," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti usai mengelar jumpa pers, Minggu (22/2) sore, mengatakan, majunya Jusuf Kalla dalam bursa capres kurang mendapat dukungan secara serius Partai Golkar yang dipimpinnya.

Selain pernyataan Kalla terkesan sangat mendadak, majunya orang nomor satu di partai beringin tersebut hanya berdasarkan jajak pendapat. Sementara, Partai Golkar belum secara resmi menyatakan bakal mengusung ketua umumnya itu.

"Golkar kelihatannya belum serius mencalonkan Jusuf Kalla sebagai capres. Buktinya, sampai sekarang ini Partai Golkar belum mengumumkan siapa capresnya. Tiba-tiba pak Kalla menyatakan siap maju sebagai capres. Selain mengejutkan juga mengherankan," cetusnya.

Meski begitu, Ray Rangkuti menyambut baik rencana Jusuf Kalla yang akan maju dalam bursa capres mendatang. Diharapkan dengan majunya Jusuf Kalla tersebut akan menghidupkan dan terus mengembangnya budaya demokrasi di Indonesia.

"Ya paling tidak, dengan majunya pak JK sebagai capres sebagai bentuk perkembangan demokrasi di negara ini. Masyarakat akan menemui banyak pilihan, calon pemimpin untuk lima tahun mendatang," terang Ray Rangkuti.

Nama Jusuf Kalla masuk dalam lima besar jika disandingkan dengan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, ia tidak pernah masuk dalam survei. Beberapa lembaga survei yang ada di Indonesia, belum pernah memasukkan nama Kalla sebagai capres.(persda network/coi)

Minggu, 22 Februari 2009

Iklan Demokrat Pakai Guru SMA

VIVANEWS.COM

Iklan Demokrat Pakai Guru SMA
"Demokrat Diduga Langgar Tiga Aturan"

Pertama, ada dugaan murid SMA yang dilibatkan belum memiliki hak pilih. Kedua dan ketiga?

Rabu, 18 Februari 2009, 11:44 WIB

Arfi Bambani Amri



VIVAnews - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai iklan Partai Demokrat satu halaman penuh di harian Kompas diduga mengandung tiga macam pelanggaran. Pertama, ada dugaan penggunaan anak-anak yang belum memiliki hak pilih.

"Kedua, menggunakan simbol sekolah dan guru Sekolah Menengah yang diasumsikan itu pegawai negeri sipil. Pegawai negeri sipil kan tidak boleh ikut kampanye," kata Ray dalam perbincangan dengan VIVAnews, Rabu 18 Februari 2009.

Kemudian, ketiga, ada ucapan "Terima Kasih Presiden SBY!". Menurut Ray, ucapan terima kasih itu seolah-olah menyatakan guru dan siswa sekolah ikut mendukung Partai Demokrat. "Visualisasi saja tidak masalah sebenarnya, namun ucapan "terima kasih" itu yang mengandung unsur melanggar," ujar Ray.

Kemudian, Ray juga memasalahkan substansi iklan yang menyebutkan pemerintah menaikkan anggaran pendidikan 20 persen. Menurut Ray, iklan itu kurang tepat dan menyesatkan. "Bukannya pemerintah yang selalu menolak anggaran 20 persen di bidang pendidikan? Saya masih ingat itu sidang di Mahkamah Konstitusi tahun 2007, saat pemerintah menolak penerapan anggaran 20 persen," ujar Ray.

Selanjutnya, Ray bersama teman-temannya di Lingkar Madani berencana akan mengkaji lebih lanjut iklan satu halaman penuh itu. "Kita lihat saja, apakah perlu dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu," ujarnya.
• VIVAnews

Ray Rangkuti: Kalla Tak Siap

VIVANEWS.COM

Kalla Calon Presiden

Ray Rangkuti: Kalla Tak Siap

Jusuf Kalla tahu dirinya tidak sekuat Susilo Bambang Yudhoyono.

Minggu, 22 Februari 2009, 18:12 WIB

Hadi Suprapto


VIVAnews - Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menilai Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla tidak siap maju sebagai calon presiden. Kesedian Kalla dinilai hanya memuaskan internal Golkar.

"Dalam diri Jusuf Kalla sebenarnya tidak siap, karena Kalla tahu dirinya tidak sekuat SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)," kata Ray dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu 22 Februari 2009.

Pernyataan Kalla yang bersedia maju sebagai bakal calon presiden sebelum pemilu legislatif, menurut Ray, hanya merupakan terapi bagi Partai Golkar."Ini bukan keinginan Kalla," ujar dia.

Ray mengatakan, Kalla sebenarnya masih merasa nyaman dengan Yudhoyono. Namun karena ada desakan dari internal Golkar, Kalla memaksakan diri maju sebagai calon presiden.

Majunya Kalla sebagai calon presiden, hanya untuk meredam desakan internal Golkar. Selain itu, Golkar sebagai partai besar agar tidak dianggap remeh."Asumsi Golkar, yang penting punya calon sendiri," kata Ray.

Meski sudah menyatakan kesiapannya, Kalla diharapkan tetap menjadi negarawan untuk menjalankan tugasnya sebagai wakil presiden. Sebab, jika masalah politik masuk dalam tatanan kerja negara akan mengganggu jalannya pemerintahan.
• VIVAnews

Ray Rangkuti: Golkar Tak Serius Usung Kalla

TRIBUN TIMUR.COM

Partai Demokrat Tak Ubah Strategi
Ray Rangkuti: Golkar Tak Serius Usung Kalla

Senin, 23 Februari 2009 | 08:28 WITA

Jakarta, Tribun - Pernyataan kesiapan Ketua Umum DPP Partai Golongan Karya, Jusuf Kalla, untuk bersaing dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak membuat Partai Demokrat mengubah strategi.

"Kami tidak melakukan perubahan strategi karena ini tidak terkait dengan perkembangan isu capres atau cawapres," ucap Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum kepada Persda Network di Jakarta, Minggu (22/2).

Menurut Anas, semenjak awal Partai Demokrat telah menekankan para caleg untuk memandang semua caleg partai lain sebagai kompetitor. Caleg partainya SBY ini mesti bekerja keras seperti yang ditegaskan sejak awal.

Anas menambahkan, kesediaan Kalla menjadi Capres dari Golkar pada dasarnya bukan hal yang aneh dan membahayakan. Mantan Ketua Umum PB HMI ini justru menilai, kesiapan Kalla terkesan didramatisasi dalam peta perpolitikan nasional.

"Saya kira tidak perlu didramatisasi. Setiap partai berhak memajukan kadernya menjadi capres, dan itu harus kita terima sebagai kewajaran. Dan bukan sesuatu yang aneh, dan berlebih-lebihan," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti usai mengelar jumpa pers, Minggu (22/2) sore, mengatakan, majunya Jusuf Kalla dalam bursa capres kurang mendapat dukungan secara serius Partai Golkar yang dipimpinnya.

Selain pernyataan Kalla terkesan sangat mendadak, majunya orang nomor satu di partai beringin tersebut hanya berdasarkan jajak pendapat. Sementara, Partai Golkar belum secara resmi menyatakan bakal mengusung ketua umumnya itu.

"Golkar kelihatannya belum serius mencalonkan Jusuf Kalla sebagai capres. Buktinya, sampai sekarang ini Partai Golkar belum mengumumkan siapa capresnya. Tiba-tiba pak Kalla menyatakan siap maju sebagai capres. Selain mengejutkan juga mengherankan," cetusnya.

Meski begitu, Ray Rangkuti menyambut baik rencana Jusuf Kalla yang akan maju dalam bursa capres mendatang. Diharapkan dengan majunya Jusuf Kalla tersebut akan menghidupkan dan terus mengembangnya budaya demokrasi di Indonesia.

"Ya paling tidak, dengan majunya pak JK sebagai capres sebagai bentuk perkembangan demokrasi di negara ini. Masyarakat akan menemui banyak pilihan, calon pemimpin untuk lima tahun mendatang," terang Ray Rangkuti.

Nama Jusuf Kalla masuk dalam lima besar jika disandingkan dengan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, ia tidak pernah masuk dalam survei. Beberapa lembaga survei yang ada di Indonesia, belum pernah memasukkan nama Kalla sebagai capres.(persda network/coi)

Tribun Timur, Selalu yang Pertama

Golkar Kurang Serius Calonkan JK Sebagai Capres

POS KUPANG.COM

Golkar Kurang Serius Calonkan JK Sebagai Capres

JAKARTA, PK -- Mendadaknya Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyatakan siap maju sebagai calon presiden (Capres) pada pemilihan umum presiden mendatang mendapat tanggapan miring. Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti usai mengelar jumpa pers, Minggu (22/2) sore, majunya Jusuf Kalla dalam bursa capres kurang mendapat dukungan secara serius Partai Golkar yang dipimpinnya.

Hal itu terlihat, selain karena secara mendadak memberikan pernyataan kepada publik, juga majunya Jusuf Kalla tersebut berdasarkan jajak pendapat saja. Sementara, Golkar belum secara resmi menyatakan bakal mengusung ketua umumnya itu.

"Golkar kelihatannya belum serius mencalonkan Jusuf Kalla sebagai capres. Buktinya, sampai sekarang ini Golkar belum mengumumkan siapa capresnya. Tiba-tiba pak Kalla menyatakan siap maju sebagai capres. Selain mengejutkan juga mengherankan, kok begitu tiba-tiba," cetusnya.

Meski begitu, Ray Rangkuti menyambut baik rencana Jusuf Kalla yang akan maju dalam bursa capres mendatang. Diharapkan dengan majunya Jusuf Kalla tersebut akan menghidupkan dan terus mengembangnya budaya demokrasi di Indonesia.

Paling tidak, masyarakat akan mendapatkan banyak pilihan calon pemimpin bangsa untuk lima tahun ke depan. Sehingga, masyarakat tidak terlalu bingung untuk menentukan pilihannya, karena bisa membandingkan berbagai bentuk kepemimpinan yang pernah ada di Indonesia.

"Ya, paling tidak, dengan majunya pak JK sebagai capres sebagai bentuk perkembangan demokrasi di negara ini. Masyarakat akan menemui banyak pilihan, calon pemimpin untuk lima tahun mendatang," terang Ray Rangkuti.

Masih menurutnya, ketidak seriusan Golkar mencalonkan ketua umumnya itu berdasarkan hasil jajak pendapat. Dimana nama Jusuf Kalla masuk dalam lima besar jika disandingkan dengan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, untuk Jusuf Kalla sendiri tidak pernah masuk dalam survei. Beberapa lembaga survey yang ada di Indonesia, belum pernah memasukkan nama ketua umum partai berlambang pohon beringin itu sebagai capres.

"Kan jelas sekali. Selama ini, yang ada hanya jajak pendapat mengenai duet antara pak SBY dan JK saya. Secara khusus partai Golkar atau pak JK belum pernah melakukan survey tentang dirinya jika maju sebagai capres. makanya saya menyebutnya, ada keengganan partai Golkar untuk mendukung pak JK maju sebagai capres," urainya.

Ditanya apakah Golkar masih melirik tokoh-tokoh lain selain Jusuf Kalla, Ray Rangkuti tidak secara tegas menjawabnya. Meski begitu, dia menilai ada dugaan jika para pengurus Golkar sendiri belum kompak untuk memberikan dukungan kepada Jusuf Kalla.

"Tidak tertutup kemungkinan seperti itu. Buktinya saja, sampai saat ini kan belum ada pernyataan resmi dari Golkar tentang pencalonan ketua umumnya itu," cetusnya diplomatis.( Persda Network/coi)

Golkar Dinilai Tak Serius Jadikan JK Capres

KOMPASTV.COM

Golkar Dinilai Tak Serius Jadikan JK Capres

Minggu, 22 Pebruari 2009, 19.24 WIB

Partai Golkar diniali tidak serius mencalonkan Jusuf Kalla sebagai Calon Presiden (Capres) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 8 Juli mendatang. Penilain tersebut dilontarkan direktur Lingkar Madani untuk Indoneisa (Lima), Ray Rangkuti di Jakarta, Minggu (22/2).

Menurut Ray, JK tidak siap dan Golkar masih ragu-ragu mencalonkan ketua umum mereka sebagai Capres. Keraguan tersebut terlihat dari dilakukannya jajak pendapat di internal Partai Golkar. Ray menilai masih ada kemungkinan besar JK tidak akan terpilih sebagai Capres Golkar. Hal tersebut mengingat elektabilitas JK yang berada dibawah lima besar sejumlah jajak pendapat mengenai capres.

Sebelumnya, JK yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden menyatakan kesiapannya menjadi Capres. Dengan keluarnya pernyataan JK tersebut, Pilpres mendatang diprediksi hanya terbatas pada tiga capres yakni SBY dari demokarat, Megawati dari PDIP serta JK sendiri.

| Rep/ Kam/ Pen: Mahfud | VO: Maya, Derly | Editor video: Ardie |

Golkar Kurang Serius Calonkan JK Sebagai Capres

TRIBUN TIMUR

Golkar Kurang Serius Calonkan JK Sebagai Capres

Laporan: Persda Network/coi

KOMPAS/ALIF ICHWAN


Minggu, 22 Februari 2009 | 19:23 WITA

JAKARTA, TRIBUN -- Mendadaknya wakil presiden (Wapres) Jusuf Kalla yang menyatakan siap maju sebagai calon presiden (Capres) pada pemilihan presiden mendatang, mendapat tanggap miring. Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti usai mengelar jumpa pers, Minggu (22/2) sore, majunya Jusuf Kalla dalam bursa capres kurang mendapat dukungan secara serius partai Golkar yang dipimpinnya

Hal itu terlihat, selain karena secara mendadak memberikan pernyataan kepada publik, juga majunya Jusuf Kalla tersebut berdasarkan jajak pendapat saja. Sementara, Golkar belum secara resmi menyatakan bakal mengusung ketua umumnya itu.

"Golkar kelihatannya belum serius mencalonkan Jusuf Kalla sebagai capres. Buktinya, sampai sekarang ini Golkar belum mengumumkan siapa capresnya. Tiba-tiba pak Kalla menyatakan siap maju sebagai capres. Selain mengejutkan juga mengherankan, kok begitu tiba-tiba," cetusnya.

Meski begitu, Ray Rangkuti menyambut baik rencana Jusuf Kalla yang akan maju dalam bursa capres mendatang. Diharapkan dengan majunya Jusuf Kalla tersebut akan menghidupkan dan terus mengembangnya budaya demokrasi di Indonesia.

Paling tidak, masyarakat akan mendapatkan banyak pilihan calon pemimpin bangsa untuk lima tahun ke depan. Sehingga, masyarakat tidak terlalu bingung untuk menentukan pilihannya, karena bisa membandingkan berbagai bentuk kepemimpinan yang pernah ada di Indonesia.

"Ya paling tidak, dengan majunya pak JK sebagai capres sebagai bentuk perkembangan demokrasi di negara ini. Masyarakat akan menemui banyak pilihan, calon pemimpin untuk lima tahun mendatang," terang Ray Rangkuti.

Masih menurutnya, ketidak seriusan Golkar mencalonkan ketua umumnya itu berdasarkan hasil jajak pendapat. Dimana nama Jusuf Kalla masuk dalam lima besar jika disandingkan dengan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, untuk Jusuf Kalla sendiri tidak pernah masuk dalam survei. Beberapa lembaga survey yang ada di Indonesia, belum pernah memasukkan nama ketua umum partai berlambang pohon beringin itu sebagai capres.

"Kan jelas sekali. Selama ini, yang ada hanya jajak pendapat mengenai duet antara pak SBY dan JK saya. Secara khusus partai Golkar atau pak JK belum pernah melakukan survey tentang dirinya jika maju sebagai capres. makanya saya menyebutnya, ada keengganan partai Golkar untuk mendukung pak JK maju sebagai capres," urainya.

Ditanya apakah Golkar masih melirik tokoh-tokoh lain selain Jusuf Kalla, Ray Rangkuti tidak secara tegas menjawabnya. Meski begitu, dia menilai ada dugaan jika para pengurus Golkar sendiri belum kompak untuk memberikan dukungan kepada Jusuf Kalla.

"Tidak menutup kemungkinan seperti itu. Buktinya saja, sampai saat ini kan belum ada pernyataan resmi dari Golkar tentang pencalonan ketua umumnya itu," cetusnya diplomatis.

Tribun Timur, Selalu yang Pertama

Kecewa SBY Penyebab JK Nyapres?


INILAH.COM

Politik
22/02/2009 - 07:31

Kecewa SBY Penyebab JK Nyapres?

Windi Widia Ningsih

Ray Rangkuti

(inilah.com/ Raya Abdullah)

INILAH.COM, Jakarta - Desakan DPD-DPD Partai Golkar akhirnya membuat Wapres Jusuf Kalla menyatakan kesiapannya maju sebagai capres. Namun, faktor akumulasi kekecewaan terhadap Presiden SBY dinilai menjadi pemicu JK siap bersaing dalam Pilpres 2009.

"Saya pikir ini sudah merupakan akumulasi kekecewaan JK, karena merasa ditinggalkan," kata Direktur LIMA Ray Rangkuti kepada INILAH.COM di Jakarta, Minggu (22/2).

Menurut Ray, akumulasi kekecewaan itu bisa dilihat dari Rapimnas Partai Demokrat yang tidak mengundang JK, Golkar yang diserang dengan pernyataan Waketum PD Achmad Mubarok yang berandai-andai Golkar bisa saja hanya mendapat 2,5 persen dan keberhasilan pemerintah yang diklaim sepihak tanpa mengikutsertakan JK didalamnya.

Meski begitu, Ray yakin, hubungan personal Presiden dan Wapres tidak akan terganggu dengan hal ini. Namun dia memprediksi, akan muncul kampanye yang saling 'menyerang' antara kedua kubu dalam waktu dekat.

Terkait munculnya suplemen wawancara SBY di sebuah media nasional tentunya akan disikapi JK dan partainya dengan memunculkan iklan-iklan Golkar. "Kita lihat 3 bulan ke depan persaingan akan kencang," cetusnya. [win/dil]

Golkar Dinilai Tak Serius Majukan JK

DETIK.COM

Minggu, 22/02/2009 16:55 WIB

Golkar Dinilai Tak Serius Majukan JK


Didit Tri Kertapati - detikPemilu


Jakarta - Kesiapan Jusuf Kalla (JK) maju sebagai capres partai Golkar dianggap baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Namun keseriusan partai Golkar mengusung JK sebagai presiden masih dipertanyakan.

"JK tidak serius dicalonkan sebagai presiden oleh partai Golkar, karena JK maju sebagai capres dengan cara jajak pendapat," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, pada jumpa pers di Jl. lautze, Jakarta Pusat, Minggu (22/2/2009).

Menurut Ray, nama JK tidak pernah masuk dalam survei capres yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei. JK baru masuk dalam 5 besar survei jika disandingkan dengan SBY. "JK baru masuk namanya setelah disandingkan dengan SBY," terang Ray.

Ray menambahkan, pengurus Golkar sebenarnya memiliki keinginan capres lain yang akan diajukan Golkar. "JK sepertinya bukan target utama Golkar menjadi capres. Karena ada calon lain yang sepertinya disimpan Golkar," tambah Ray.

( ddt / asy )

KPU Dinilai Gagal Sosialisasikan Pemilu

KOMPAS.COM

KPU Dinilai Gagal Sosialisasikan Pemilu

Minggu, 22 Februari 2009 | 17:04 WITA

JAKARTA, MINGGU - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai gagal besar dalam menyosialisasikan Pemilu. Pemantauan yang dilakukan oleh Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Jakarta Raya, banyak warga yang belum tahu jadwal pelaksanaan Pemilu.

Hasil pemantauan LIMA ini dipresentasikan Said Salahudin, Direktur LIMA Jakarta Raya, dalam jumpa pers di kawasan Jalan Lautze, Jakarta Pusat, Minggu (22/2). LIMA Jakarta Raya melakukan pemantauan ini dari 5-18 Februari 2009. Responden yang disurvei berjumlah 720 orang dari DKI Jakarta, Depok, Bekasi, Kabupaten Bogor, dan Kota Tangerang.

Salah satu pertanyaan yang diajukan dalam survei ini adalah: Apakah Anda tahu tanggal pelaksanaan Pemilu? Ternyata 24,5% responden menjawab tahu tanggal dan bulan pelaksanaan Pemilu. Sedangkan 45,5% responden hanya mengetahui bulannya saja, dan 30 persen sisanya mengaku tidak tahu sama sekali.

Terhadap pertanyaan "Apakah Anda sudah terdaftar sebagai pemilih tetap?", 63,5% resonden menjawab 'sudah', 3% menjawab 'belum', dan 33,5% mengaku 'tidak tahu.'

Dari 63,5% responden yang menyatakan sudah terdaftar sebagai pemilih tetap, hanya 0,75% saja yang berani memastikan sudah terdaftar sebagai pemilih tetap. Sedangkan 37% lainnya menyebut terdaftar sebagai pemilih berdasarkan informasi dari orang lain. Sisanya, 62,25% menyatakan sudah terdaftar karena sudah pernah didaftar oleh petugas.

Terhadap 3% responden yang menjawab belum terdafar sebagai pemilih tetap, menyatakan telah mengecek langsung DPT dan tidak menemukan namanya di daftar itu. Sedangkan dari 33,5% yang menyatakan 'tidak tahu', karena responden tidak mencari informasi atau memeriksa namanya tercantum atau tidak di DPT.

"Kesimpulannya, pertama, KPU nyata-nyata gagal dalam melakukan sosialisasi waktu pelaksanaan pemilu. Kedua, animo masyarakat untuk mengecek DPT sangatlah rendah," kata Said Salahuddin.

Sementara itu Direktur LIMA, Ray Rangkuti, mengatakan tujuan dilakukan pemantauan ini, selain untuk menyampaikan pesan bahwa saat ini tinggal 50 hari pelaksanaan Pemilu, juga untuk mengetahui tingkat kepedulian pemilih.

Dan hasilnya, masyarakat belum mengetahui pelaksanaan Pemilu. Ada dua faktor hal ini. Pertama, tingkat kepedulian pemilih sangat rendah. Kedua, menunjukkan lemahnya sosialisasi, di mana KPU tidak memiliki insiatif yang cukup. (dtk/asy /nwk )

75,5 Persen Pemilih Tak Tahu Kapan Pemilu

TEMPOINTERAKTIF.COM

75,5 Persen Pemilih Tak Tahu Kapan Pemilu

Minggu, 22 Februari 2009 | 09:45 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Survei Lingkar Madani untuk Indonesia menunjukkan hanya 24,5 persen pemilih tahu tanggal pemilihan legislatif, yaitu 9 April 2009. "Sisanya, 75,5 persen tak tahu pasti kapan pemilihan itu dilaksanakan," tulis Said Salahudin, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia dalam siaran pers yang diterima Tempo, Ahad (22/2).

Hari ini Lingkar Madani memaparkan hasil surveinya mengenai kinerja Komisi Pemilihan Umum terhadap sosialisasi pemilu yang ternyata kurang tersebut. Selain kinerja Komisi, daftar pemilih tetap dan potensi kisruh juga diukur dalam survei.

Hasilnya, kata Sudi, hanya 3,75 persen calon pemilih yang mengecek namanya di pengumuman daftar pemilih tetap (DPT). Adapun hasil potensi kisruh menunjukkan 62,25 persen calon pemilih akan protes kepada kelompok penyelenggaraan pemilihan suara apabila namanya tidak terdaftar.

Survei ini dilakukan pada 9 kota/kabupaten di Jakarta, Jawa Barat dan sebagian Banten. Sebellumnya, survei Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri memperlihatkan pemilih pemula di Surakarta, Jawa Tengah, cenderung cuek pada pelaksanaan pemilu.

Survei lembaga yang bergerak di pendidikan dan pendampingan remaja di bidang sosial dan ekonomi, ini menemukan 67,5 persen pemilih pemula tak tahu tahapan dan sistem pemilu di negerinya. "Mereka lebih menikmati belajar," kata Direktur Kriya Mandiri Doni Dwi Cahyadi pada Kamis (19/2).

Sebanyak 60,5 persen pemilih pemula menyatakan tidak yakin akan memberikan suaranya saat pencoblosan nanti. Sedangkan 18 persen lainnya, kata Doni, mereka tidak akan memberikan suaranya. “Hal ini berpotensi menyebabkan angka golput akan semakin besar,” ujarnya.

Survei dilakukan terhadap 10 SMA di Surakarta dengan sampel 340 siswa. Pemilihan 10 sekolah berdasarkan patokan prestasi. “Ada sekolah yang prestasi siswanya baik, sedang, dan kurang.” Waktu survei 12 Januari hingga 17 Februari 2008 dengan teknik pengambilan sampel secara random proporsional berlapis.

Usia responden 17-20 tahun dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan sampling error 5 persen. Doni menyarankan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk intens sosialisasi ke sekolah. Dengan begitu, akan mampu menimalisir pemilih pemula yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Anggota KPU Surakarta Divisi Hubungan Antarlembaga dan Data Informasi, Agus Sulistyo, mengakui jika selama ini belum banyak melakukan sosialisasi pemilu ke sekolah. “Seingat saya baru sekali, ke depan sudah ada jadwal untuk empat sekolah lainnya,” kata dia.

DIANING SARI

75,5 Persen Pemilih Tak Tahu Kapan Pemilu

TEMPOINTERAKTIF.COM

75,5 Persen Pemilih Tak Tahu Kapan Pemilu

Minggu, 22 Februari 2009 | 09:45 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Survei Lingkar Madani untuk Indonesia menunjukkan hanya 24,5 persen pemilih tahu tanggal pemilihan legislatif, yaitu 9 April 2009. "Sisanya, 75,5 persen tak tahu pasti kapan pemilihan itu dilaksanakan," tulis Said Salahudin, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia dalam siaran pers yang diterima Tempo, Ahad (22/2).

Hari ini Lingkar Madani memaparkan hasil surveinya mengenai kinerja Komisi Pemilihan Umum terhadap sosialisasi pemilu yang ternyata kurang tersebut. Selain kinerja Komisi, daftar pemilih tetap dan potensi kisruh juga diukur dalam survei.

Hasilnya, kata Sudi, hanya 3,75 persen calon pemilih yang mengecek namanya di pengumuman daftar pemilih tetap (DPT). Adapun hasil potensi kisruh menunjukkan 62,25 persen calon pemilih akan protes kepada kelompok penyelenggaraan pemilihan suara apabila namanya tidak terdaftar.

Survei ini dilakukan pada 9 kota/kabupaten di Jakarta, Jawa Barat dan sebagian Banten. Sebellumnya, survei Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri memperlihatkan pemilih pemula di Surakarta, Jawa Tengah, cenderung cuek pada pelaksanaan pemilu.

Survei lembaga yang bergerak di pendidikan dan pendampingan remaja di bidang sosial dan ekonomi, ini menemukan 67,5 persen pemilih pemula tak tahu tahapan dan sistem pemilu di negerinya. "Mereka lebih menikmati belajar," kata Direktur Kriya Mandiri Doni Dwi Cahyadi pada Kamis (19/2).

Sebanyak 60,5 persen pemilih pemula menyatakan tidak yakin akan memberikan suaranya saat pencoblosan nanti. Sedangkan 18 persen lainnya, kata Doni, mereka tidak akan memberikan suaranya. “Hal ini berpotensi menyebabkan angka golput akan semakin besar,” ujarnya.

Survei dilakukan terhadap 10 SMA di Surakarta dengan sampel 340 siswa. Pemilihan 10 sekolah berdasarkan patokan prestasi. “Ada sekolah yang prestasi siswanya baik, sedang, dan kurang.” Waktu survei 12 Januari hingga 17 Februari 2008 dengan teknik pengambilan sampel secara random proporsional berlapis.

Usia responden 17-20 tahun dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan sampling error 5 persen. Doni menyarankan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk intens sosialisasi ke sekolah. Dengan begitu, akan mampu menimalisir pemilih pemula yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Anggota KPU Surakarta Divisi Hubungan Antarlembaga dan Data Informasi, Agus Sulistyo, mengakui jika selama ini belum banyak melakukan sosialisasi pemilu ke sekolah. “Seingat saya baru sekali, ke depan sudah ada jadwal untuk empat sekolah lainnya,” kata dia.

DIANING SARI

LIMA : 75% Warga Buta Waktu Pemilu

KOMPAS TV


LIMA : 75% Warga Buta Waktu Pemilu

Senin, 23 Pebruari 2009, 08.12 WIB

Komisi pemilihan Umum (KPU) dinilai Lingkar madani untuk Indonesia (LIMA) telah gagal dalam melakukan sosilisasi pelaksanaan Pemilu. Dari hasil survey yang dilakukan LIMA, tercatat sekitar 75 % masyrakat yang masih belum mengatahui waktu pelaksanaan pemilu.

Hasil survey yang dilakukan pada Februari 2009 ini menunjukan hanya 24,5% masyarakat yang mengatahui secara pasti waktu pelaksanaan pemilu. Sedangkan dari 75% masyrakat yang tidak mengetahui pelaksanaan pemilu, 24,5% diantaranya hanya mengetahui bulan pelaksanaan pemilu.

Sementara itu, 30% diantaranya tidak mengetahui tanggal maupun bulan Pemilu dilaksanakan. Dengan ditemukanya hasil ini, KPU diharapkan mampu melakukan sosilisai yang lebih maksimal mengingat waktu yamg semakin sempit.

Survey dilakukan terhadap 720 orang calon pemilih yang tersebar di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Jabodetabek dipilih karena tingkat kemudahan masyarakat untuk mendaopatkan informasi dinilai tinggi.

| Rep/ Kam/ Pen: Mahfud | VO: Maya, Derly | Editor video: Ardie

Hanya 24,5% Pemilih Tahu Waktu Pemilu

SUARA KARYA

INERJA KPU

Hanya 24,5% Pemilih Tahu Waktu Pemilu

Senin, 23 Februari 2009

JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah gagal melakukan sosialisasi pemilu. Buktinya, berdasarkan survei, mayoritas pemilih tidak tahu waktu pelaksanaan pemilu legislatif maupun tata cara pemberian suara.

Menurut survei yang dilakukan Lingkar Masyarakat Madani (Lima), dari 720 responden yang berasal dari wilayah DKI Jakarta, Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bogor hanya 24,5 persen yang dapat menjawab tanggal dan bulan pelaksanaan pemilu. Sementara 45,5 persen responden hanya mengetahui bulan pelaksanaan pemilu, dan 30 persen lagi tidak mengetahui kapan pemilu dilaksanakan.

"Kita melihat, KPU nyata-nyata gagal dalam melakukan sosialisasi jadwal pelaksanaan pemilu. Masyarakat yang menjadi responden banyak yang tidak tepat menyebutkan kapan pemilu dilakukan," kata Direktur Lima Said Salahuddin, di Jakarta, kemarin.

Responden yang dipilih berusia 18-46 tahun dengan latar belakang pelajar, mahasiswa, pedagang, pegawai negeri sipil, profesional, dan ibu rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara tatap muka. Lima memastikan sampling error 0 persen.

Said menuturkan, melalui survei yang dilakukan selama 5-18 Februari itu juga ditemukan fakta bahwa tingkat keingintahuan masyarakat mengenai hak pilih ternyata masih rendah. Berdasarkan pertanyaan dalam survei, sebanyak 63,5 persen responden menjawab sudah terdaftar sebagai pemilih, 3 persen belum terdaftar, dan 33,5 persen mengaku tidak tahu.

Dari 63,5 persen responden yang sudah terdaftar sebagai pemilih, hanya 0,75 persen yang berani memastikan sudah terdaftar sebagai pemilih tetap. Sebanyak 37 persen responden menyatakan telah terdaftar sebagai pemilih karena mendapatkan informasi dari orang lain. Lalu 62,25 persen mengaku sudah terdaftar karena pernah didaftar oleh petugas.

Untuk 3 persen responden yang menjawab belum terdafar sebagai pemilih tetap, mereka mengaku telah melakukan pengecekan dan menemukan nama mereka belum masuk daftar pemilih tetap (DPT). Sedangkan dari 33,5 persen responden yang menyatakan tidak mengetahui apakah sudah masuk DPT mengaku tidak melakukan pengecekan DPT.

"Dari situ terlihat, animo masyarakat untuk melakukan pengecekan terhadap DPT masih sangat rendah walau memang sebagian besar mengaku sudah masuk DPT," kata Said.

Menurut Direktur Lima, Ray Rangkuti, survei itu memperlihatkan bahwa KPU tidak memiliki inisiatif besar dalam melakukan sosialisasi pemilu. Dia menilai, pelaksanaan pemilu legislatif kurang lebih tinggal 50 hari lagi. Tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui pelaksanaan pemilu ini.

"Dari survei itu terlihat bahwa tingkat kepedulian masyarakat sangat rendah. Ini semua karena KPU juga tidak menunjukkan keinginan yang besar dalam melakukan sosialisasi pemilu," katanya.

Menurut Ray, KPU terlihat hanya mengutamakan masalah penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) menyangkut penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak. "Sosialisasi berbagai hal yang sudah pasti saja belum maksimal, apalagi jika nanti ditambah dengan terbitnya perppu yang pasti membutuhkan aturan baru," katanya.

Ray menyebutkan, dengan waktu yang semakin terbatas, terutama terkait sosialisasi pemilu, KPU lebih baik memfokuskan diri terhadap aturan yang telah ada. KPU tidak perlu memaksa meminta perppu. Ini tak hanya terkait persoalan waktu, tetapi juga aturan baru, sehingga KPU perlu juga memerlukan dana tambahan untuk sosialisasi. "Ini hanya buang-buang uang karena sosialisasi yang telah dilakukan menjadi sia-sia," ujarnya.

Beberapa waktu lalu KPU mengaku telah melakukan sosialisasi pemilu. KPU juga menyatakan akan lebih mengintensifkan sosialisasi pemilu legislatif sehingga diperkirakan tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih bisa mencapai 80 persen.

Menurut anggota KPU yang juga Ketua Divisi Sosialisasi Pemilu 2009 Endang Sulastri, sosialisasi pemilu dilakukan dengan menggunakan komunikasi media, tatap muka, dan mobilisasi pemilu.

KPU juga telah melakukan bimbingan teknis terhadap KPU provinsi maupun KPU kabupaten/kota di tujuh wilayah mengenai pemungutan dan penghitungan suara.

"KPU juga menjalin kerja sama dengan provider-provider menyangkut pengiriman pesan singkat pemilu yang isinya memuat tiga tema, yakni pentingnya pemilu, penandaan centang, dan imbauan bagi pemilih agar memilih pada 9 April 2009," ujarnya. (Tri Handayani)

Survei LIMA Banyak Pemilih Tak Tahu Kapan Pemilu

DETIK.COM

Sabtu, 21/02/2009 07:27 WIB

Survei LIMA
Banyak Pemilih Tak Tahu Kapan Pemilu


Moksa Hutasoit - detikPemilu


Jakarta - Lingkar Madani Untuk Indonesia (Lima) mengadakan survei tentang efektivitas sosialisasi pemilu. Dari 720 orang yang diwawancarai, 25 persen mengaku tidak tahu kapan pemilu akan dilaksanakan.

Survei dilakukan sejak tanggal 5-18 Februari 2009 di Jabodetabek. Dari 720 responden, 62 persennya adalah laki-laki, sedang sisanya adalah perempuan.

Usia responden berkisar antara 18-46 tahun dengan profesi pelajar, mahasiswa, pedagang, PNS, profesional dan ibu rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara tatap muka. Lima memastikan survei ini sampling errornya 0 persen.

Hasil survei itu sangatlah mencengangkan. Dengan waktu yang tinggal 50 hari lagi, responden yang mengetahui secara pasti waktu pelaksanaan pemilu, dengan menyebut secara tepat tanggal 9 April 2009, tidak mencapai angka 25 persen.

"Responden lebih banyak mengetahui atau dapat menyebutkan waktu pelaksanaan pemilu pada bulan April 2009," jelas Direktur Lima Said Salahudin dalam rilis yang diterima detikcom, Jumat (20/2/2009) malam.

Yang paling ironis, 30 persen responden justru tidak mengetahui sama sekali waktu pelaksanaan pemilu. Bahkan, ada beberapa responden dalam kelompok ini yang menyebut pelaksanaan Pemilu adalah bulan Oktober 2009.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, KPU dan KPU daerah telah gagal dalam melakukan sosialisasi waktu pelaksanaan Pemilu kepada calon pemilih. Lima pun memprediksi tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu mendatang akan sangat rendah.

( mok / mok )

Foto Konfrensi Pers tentang survey

SEPUTAR INDONESIA




Monday, 23 February 2009


EFEKTIVITAS SOSIALISASI, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia ( LIMA) Ray Rangkuti (tengah) saat memberikan keterangan kepada wartawan perihal hasil survei tentang pemahaman masyarakat terhadap pemilu di Jakarta, kemarin.

Mayoritas Tidak Tahu Tanggal Pemilu

KALTIM POS

Senin, 23 Februari 2009 , 08:02:00

Mayoritas Tidak Tahu Tanggal Pemilu

JAKARTA - Hari H pemilu legislatif tinggal 45 hari lagi. Namun, survei Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) mengungkap, 75,5 persen masyarakat yang menjadi respondennya belum tahu pasti pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

“Ini mengkhawatirkan, kalau tanggal saja belum tahu, bagaimana dengan teknis pelaksanaannya” ujar Direktur Lima Jakarta Raya Said Salahudin saat memaparkan hasil surveinya di Kantor Lima, Jl Lautze, Jakarta, kemarin (22/2).

Dia menyatakan, hasil itu menjadi peringatan serius terhadap kesuksesan pemilu yang tinggal menghitung hari. Sebab, menurut Said, tingkat kerumitan cara pemberian suara pada pemilu kali ini lebih tinggi daripada pemilu sebelumnya. “Semua ini adalah masalah sosialisasi yang ternyata sangat tidak maksimal hingga saat ini,” ujarnya.

Survei Lima tersebut dilakukan terhadap masyarakat sembilan kota dan kabupaten di Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Banten. Survei pada 5-18 Februari itu mengambil sampel 720 calon pemilih. “Memang bukan survei nasional, tapi hasil ini mencengangkan karena wilayah pantauan kami dikenal sebagai pusat informasi,” ujar Said.

Direktur Eksekutif Lima Nasional Ray Rangkuti menambahkan, fakta rendahnya upaya sosialisasi KPU memang telah menjadi kekhawatiran yang nyata. Lembaga penyelenggara pemilu itu dianggap tak memiliki daya inisiatif membuat terobosan berarti. “Persepsi mereka bahwa sosialisasi itu hanya iklan di media yang mahal. Nah, ketika anggaran minim atau belum cair, ya sudah tidak melakukan apa-apa,” kritiknya.

Selain masalah minimnya sosialisasi, efektivitas penyusunan daftar pemilih diukur dalam survei tersebut. Hasilnya, di antara 63,5 persen responden yang menyatakan sudah terdaftar, hanya 0,75 persen yang berani memastikan hal itu. Kelompok kecil tersebut berani memastikan dirinya terdaftar setelah mengecek langsung namanya dalam daftar pemilih tetap.

Sebanyak 3 persen responden mengaku belum terdaftar sama sekali setelah mengecek daftar pemilih tetap. Sisanya, sekitar 33,5 persen, menyatakan tidak tahu apakah dirinya telah terdaftar atau belum.

Menanggapi hasil survei itu, anggota KPU bidang sosialisasi pemilu Endang Sulastri mengakui bahwa sosialisasi yang dilakukan KPU belum sempurna. Dalam hal ini, usaha sosialisasi sudah dilakukan, namun gaungnya memang belum menyentuh masyarakat. “Mungkin baru terasa dua minggu sebelum pemilihan,” kata Endang ketika ditemui wartawan koran ini kemarin (22/2).

Menurut dia, sosialisasi pemilu telah dilakukan secara masif. Sejak dimulainya pemutakhiran data pemilih, KPU sudah mengingatkan kepada para pemilih untuk pro-aktif mengecek namanya. Sosialisasi itu pun berlanjut pada tahapan lain. “Namun, itu juga tidak terlepas dari kendala,” kata Endang. Sebagai contoh, pelaksanaan pilkada terpanjang di Jawa Timur. Hal itu sedikit banyak mengganggu sosialisasi. “Sebab, konsentrasinya terbelah,” ujarnya.

Terkait hasil survei, Endang memberikan apresiasi positif. Dia tak menampik masih banyak kekurangan dan kini hendak dilakukan sosialisasi secara masif. KPU juga sudah bekerja sama dengan sekolah menengah, baik umum dan kejuruan, untuk sosialisasi di tingkat pemilih pemula. “Tiap satu anggota KPU di kabupaten/kota melakukan sosialisasi di satu sekolah di wilayahnya,” jelasnya. (dyn/bay/tof/jpnn)

Survei : Sosialisasi Pemilu KPUD se-Jabodetabek Lemah

By Republika Newsroom

Survei : Sosialisasi Pemilu KPUD se-Jabodetabek Lemah

Minggu, 22 Februari 2009 pukul 13:08:00

JAKARTA- Hasil survei dari LSM Lingkar Masyarakat Madani (LIMA) menunjukkan bahwa tingkat pengertian dan kepedulian masyarakat se Jabodetabek tentang pelaksanaan Pemilu 2009 masih rendah. Ditenggarai oleh LIMA, hal ini disebabkan oleh tidak optimalnya sosialisasi pemilu kepada masyarakat oleh pihak-pihak terkait.

Tercatat oleh hasil survey tersebut, dari sebanyak 720 responden yang tersebar di wolayah Jabodetabek, jumlah calon pemilih yang mengetahui tanggal dan bulan pelaksanaan pemilu tak mencapai seperempatnya. Rincinya adalah sebanyak 24,5 persen. Sedangkan yang mengetahui bulan pelaksanaannya saja adalah sebanyak 45,5 persen. Lebih jauh, sebnayak 30 persen responden tidak mengetahui sama sekali kapan Pemilu 2009 akan dilaksanakan.

“Bahkan tidak sedikit yang menerka bahwa Pemilu dilaksanakan pada bulan Oktober,”ujar direktur LIMA, Sahid Salahuddin.

Dengan hasil ini, menurut LIMA, berarti sebanyak 75 persen lebih masyarakat di Jabodetabek belum tersentuh oleh sosialisasi pemilu yang dilaksanakan oleh KPUD DKI. Padahal, dari hemat pihak LIMA, seharusnya sebagai daerah Ibu Kota Negara dan satelit-satelitnya,kinerja KPUD di wilayah tersebut seharusnya menjadi percontohan bagi KPUD di daerah.

“Kalau KPUD tidak bisa meningkatkan kinerja sosialisasinya hingga menjelang pelaksanaan pemilu, dikhawatirkan tingkat partisipasi masyarakat dalam mengikuti pemilu akan sangat rendah,” ujar Salahuddin mengimbau.

Hal ini menurut Salahuddin adalah karena jika belum mengetahui secara tepat tanggal pelaksanaan pemilu, warga bisa saja merencanakan kegiatan lain pada tangga 9 April 2009 nanti. Demikian,kesempatan mereka mengikuti pemilu juga akan terlewatkan.

Lebih lanjut, survey LIMA ini juga mengungkapkan bahwa sebanyak 33,5 persen responden belum mengetahui apakah mereka sudah terdaftar sebagai pemilih tetap atau belum. Dari 63,5 persen responden sudah mengetahui bahwa mereka terdaftarsebagai pemilih tetap, hanya 0,75 yang memeriksakan keterdaftaran mereka di Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dipajang di daerahmereka. Sisanya mengatakan hanya mengetahu bahwa mereka terdaftar sebagai pemilih dari kerabat atau karena merasa pernah didata oleh petugas pemutakhiran data dari KPU.

Survei diatas dilakukan LIMA mulai tanggal 5 sampai 18 Februari kemarin. Sebanyak 720 responden yang telah disebutkan di atas adalah penduduk Jabodetabek yang tersebar di 26 kecamatan di 5 Kotamadya di DIK Jakarta, 5 kecamatan di KotaDepok, 3 kecamatan di Kota Bekasi, 3 kecamatan di Kabupaten Bogor, dan 3 kecamatan di Kota Tangerang Selatan yang baru berdiri. Usia responden merentang dari 18 hingga 46 tahun. Dari responden yang disurvei tersebut, sebanyak 62 persen bergender laki-laki, dan 38 persen perempuan.c82/fif

Lima: KPUD Gagal Sosialisasi Pemilu

INILAH.COM

Politik

21/02/2009 - 04:00



Lima: KPUD Gagal Sosialisasi Pemilu


INILAH.COM, Jakarta - Untuk mengetahui efektifitas sosialisasi Pemilu, Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Jakarta Raya, melakukan kegiatan pemantauan Pemilu melalui survei terhadap 720 orang calon pemilih yang tinggal di provinsi DKI Jakarta. Hasilnya mencengangkan, responden yang mengetahui secara pasti waktu pelaksanaan Pemilu, dengan menyebut secara tepat tanggal 9 April 2009, ternyata tidak mencapai angka 25%.

“Dengan demikian, dapat disimpulkan, KPU (KPU daerah) nyata-nyata telah gagal melakukan sosialisasi waktu pelaksanaan Pemilu kepada calon pemilih,” kata Direktur Lima Jakarta Raya Said Salahudin melalui rilis yang diterima INILAH.COM, Jakarta, Jumat (20/2).

Pada umumnya, responden lebih banyak mengetahui atau dapat menyebutkan waktu pelaksanaan Pemilu pada bulan April 2009. Responden dalam kelompok ini terbagi atas calon pemilih yang hanya mampu menyebut bulan pelaksanaan Pemilu (April 2009). Namun, tidak mengetahui tanggal pastinya. Calon pemilih yang mengetahui jadwal Pemilu pada bulan April 2009, namun salah dalam menyebut tanggal pelaksanaannya (bukan tanggal 9 April 2009).

Ironisnya, terdapat 30 % responden yang justru tidak mengetahui sama sekali waktu pelaksanaan Pemilu. Bahkan, ada beberapa responden dalam kelompok ini yang menyebut pelaksanaan Pemilu adalah bulan Oktober 2009.

Temuan survei ini jelas sangat mengkhawatirkan. Karena, apabila responden yang tidak mengetahui tanggal Pemilu (hanya tahu bulan saja) dimasukan dalam kelompok responden yang sama sekali tidak mengetahui jadwal Pemilu, maka total calon pemilih yang tidak tersentuh sosialisasi Pemilu adalah sebanyak 75.5%.

Survei ini diselenggarakan sejak tanggal 5 – 18 Februari 2009, dengan profil; responden Laki-laki 62% dan 38 % Perempuan; usia responden antara 18 – 46 tahun; pada umumnya berprofesi pelajar, mahasiswa, pedagang, PNS, profesional dan ibu rumah tangga.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tertulis kepada responden melalui wawancara tatap muka. Pada akhir wawancara, petugas survei meminta responden untuk memverifikasi jawaban yang diberikannya. Hasil survei ini telah menyisihkan jawaban responden yang dianggap sebagai data rusak. Sehingga, sampling error adalah 0 %.

Pemilihan Jabodetabek sebagai wilayah penyelenggaraan survei didasari karena area tersebut terletak di Ibukota negara dan Kota/ Kabupaten satelit yang dianggap relatif mudah terjangkau akses informasi seputar Pemilu. Hasil survei ini tidak mewakili keseluruhan pendapat pemilih. [bar]

Survei: 30% Masyarakat Tak Tahu Hari H Pemilu

Pemilu - pemilihan legislatif

Survei: 30% Masyarakat Tak Tahu Hari H Pemilu


Minggu, 22 Februari 2009 - 14:48 wib

Mardanih - Okezone

JAKARTA - Meski pelaksanaan pemilu legislatif kurang 47 hari, namun 30 persen masyarakat Jabodetabek tidak mengetahui pasti pelaksanaannya. Hanya 24 persen saja yang mengetahui pelaksanaan pesta demokrasi itu.

Demikian hasil survei yang dilakukan Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Jakarta pada 5-18 Februari 2009. Survei itu dilakukan terhadap 720 calon pemilih di Jabodetabek dengan responden 62 persen laki-laki dan 38 persen perempuan.

Dari temuan hasil survei itu, calon pemilih yang mengetahui pelaksanaan pemilu legislatif pada bulan April 2009 lebih banyak, yakni 45 persen dibandingkan dengan tanggal pelaksanaan pemilu.

"Banyak yang tidak mengetahui tanggalnya," kata Direktur Lima Jakarta Said Salahudin dalam keterangan pers di Mangga Besar, Jakarta Pusat, Minggu (22/2/2009).

Oleh sebab itu, Komisi Pemilihan Umum atau KPU harus terus melakukan sosialisasi pelaksanaan pemilu kepada calon pemilih. Apalagi, jelas Said, daerah itu terletak di perkotaan.

Sementara berdasarkan survei untuk calon pemilih, yang sudah terdaftar sebagai daftar pemilih tetap atau DPT, terdapat 63 persen yang menyatakan sudah terdaftar. "Hanya 3 persen saja yang belum terdaftar," terangnya. (hri)

Hasil Survei Lima, Mayoritas Pemilih Tak Tahu Tanggal Pemilu

INDO POS/JAWA POS

Senin, 23 Februari 2009

Politika

Hasil Survei Lima, Mayoritas Pemilih Tak Tahu Tanggal Pemilu


JAKARTA - Hari H pemilu legislatif tinggal 45 hari lagi. Namun, survei Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) mengungkap, 75,5 persen masyarakat yang menjadi respondennya belum tahu pasti pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

"Ini mengkhawatirkan, kalau tanggal saja belum tahu, bagaimana dengan teknis pelaksanaannya?" ujar Direktur Lima Jakarta Raya Said Salahudin saat memaparkan hasil surveinya di Kantor Lima, Jl Lautze, Jakarta, kemarin (22/2). Dia menyatakan, hasil itu menjadi peringatan serius terhadap kesuksesan pemilu yang tinggal menghitung hari.

Sebab, menurut Said, tingkat kerumitan cara pemberian suara pada pemilu kali ini lebih tinggi daripada pemilu sebelumnya. "Semua ini adalah masalah sosialisasi yang ternyata sangat tidak maksimal hingga saat ini," ujarnya.

Survei Lima tersebut dilakukan terhadap masyarakat sembilan kota/kabupaten di Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Banten. Survei pada 5-18 Februari itu mengambil sampel 720 calon pemilih. "Memang bukan survei nasional, tapi hasil ini mencengangkan karena wilayah pantauan kami dikenal sebagai pusat informasi," ujar Said.

Direktur Eksekutif Lima Nasional Ray Rangkuti menambahkan, fakta rendahnya upaya sosialisasi KPU memang telah menjadi kekhawatiran yang nyata. Lembaga penyelenggara pemilu itu dianggap tak memiliki daya inisiatif membuat terobosan berarti. "Persepsi mereka bahwa sosialisasi itu hanya iklan di media yang mahal. Nah ketika anggaran minim atau belum cair, ya sudah tidak melakukan apa-apa," kritiknya.

Selain masalah minimnya sosialisasi, efektivitas penyusunan daftar pemilih diukur dalam survei tersebut. Hasilnya, di antara 63,5 persen responden yang menyatakan sudah terdaftar, hanya 0,75 persen yang berani memastikan hal itu. Kelompok kecil tersebut berani memastikan dirinya terdaftar setelah mengecek langsung namanya dalam daftar pemilih tetap.

Sebanyak 3 persen responden mengaku belum terdaftar sama sekali setelah mengecek daftar pemilih tetap. Sisanya, sekitar 33,5 persen, menyatakan tidak tahu apakah dirinya telah terdaftar atau belum.

Menanggapi hasil survei itu, anggota KPU bidang sosialisasi pemilu Endang Sulastri mengakui bahwa sosialisasi yang dilakukan KPU belum sempurna. Dalam hal ini, usaha sosialisasi sudah dilakukan, namun gaungnya memang belum menyentuh masyarakat. "Mungkin baru terasa dua minggu sebelum pemilihan," kata Endang ketika ditemui wartawan koran ini kemarin (22/2).

Menurut dia, sosialisasi pemilu telah dilakukan secara masif. Sejak dimulainya pemutakhiran data pemilih, KPU sudah mengingatkan kepada para pemilih untuk proaktif mengecek namanya. Sosialisasi itu pun berlanjut pada tahapan lain. "Namun, itu juga tidak terlepas dari kendala," kata Endang. Sebagai contoh, pelaksanaan pilkada terpanjang di Jawa Timur. Hal itu sedikit banyak mengganggu sosialisasi. "Sebab, konsentrasinya terbelah," ujarnya.

Terkait hasil survei, Endang memberikan apresiasi positif. Dia tak menampik masih banyak kekurangan dan kini hendak dilakukan sosialisasi secara masif. KPU juga sudah bekerja sama dengan sekolah menengah, baik umum dan kejuruan, untuk sosialisasi di tingkat pemilih pemula. "Tiap satu anggota KPU di kabupaten/kota melakukan sosialisasi di satu sekolah di wilayahnya," jelasnya. (dyn/bay/tof)

Sabtu, 21 Februari 2009

Lima: KPUD Gagal Sosialisasi Pemilu

INILAH.COM

Politik

21/02/2009 - 04:00

Lima: KPUD Gagal Sosialisasi Pemilu


INILAH.COM, Jakarta - Untuk mengetahui efektifitas sosialisasi Pemilu, Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Jakarta Raya, melakukan kegiatan pemantauan Pemilu melalui survei terhadap 720 orang calon pemilih yang tinggal di provinsi DKI Jakarta. Hasilnya mencengangkan, responden yang mengetahui secara pasti waktu pelaksanaan Pemilu, dengan menyebut secara tepat tanggal 9 April 2009, ternyata tidak mencapai angka 25%.


“Dengan demikian, dapat disimpulkan, KPU (KPU daerah) nyata-nyata telah gagal melakukan sosialisasi waktu pelaksanaan Pemilu kepada calon pemilih,” kata Direktur Lima Jakarta Raya Said Salahudin melalui rilis yang diterima INILAH.COM, Jakarta, Jumat (20/2).


Pada umumnya, responden lebih banyak mengetahui atau dapat menyebutkan waktu pelaksanaan Pemilu pada bulan April 2009. Responden dalam kelompok ini terbagi atas calon pemilih yang hanya mampu menyebut bulan pelaksanaan Pemilu (April 2009). Namun, tidak mengetahui tanggal pastinya. Calon pemilih yang mengetahui jadwal Pemilu pada bulan April 2009, namun salah dalam menyebut tanggal pelaksanaannya (bukan tanggal 9 April 2009).


Ironisnya, terdapat 30 % responden yang justru tidak mengetahui sama sekali waktu pelaksanaan Pemilu. Bahkan, ada beberapa responden dalam kelompok ini yang menyebut pelaksanaan Pemilu adalah bulan Oktober 2009.


Temuan survei ini jelas sangat mengkhawatirkan. Karena, apabila responden yang tidak mengetahui tanggal Pemilu (hanya tahu bulan saja) dimasukan dalam kelompok responden yang sama sekali tidak mengetahui jadwal Pemilu, maka total calon pemilih yang tidak tersentuh sosialisasi Pemilu adalah sebanyak 75.5%.


Survei ini diselenggarakan sejak tanggal 5 – 18 Februari 2009, dengan profil; responden Laki-laki 62% dan 38 % Perempuan; usia responden antara 18 – 46 tahun; pada umumnya berprofesi pelajar, mahasiswa, pedagang, PNS, profesional dan ibu rumah tangga.


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tertulis kepada responden melalui wawancara tatap muka. Pada akhir wawancara, petugas survei meminta responden untuk memverifikasi jawaban yang diberikannya. Hasil survei ini telah menyisihkan jawaban responden yang dianggap sebagai data rusak. Sehingga, sampling error adalah 0 %.


Pemilihan Jabodetabek sebagai wilayah penyelenggaraan survei didasari karena area tersebut terletak di Ibukota negara dan Kota/ Kabupaten satelit yang dianggap relatif mudah terjangkau akses informasi seputar Pemilu. Hasil survei ini tidak mewakili keseluruhan pendapat pemilih. [bar]

Kamis, 19 Februari 2009

Daftar Pemilih Tetap Jangan Berlindung di Balik Perppu

SUARA PEMBARUAN

2009-02-19

Daftar Pemilih Tetap Jangan Berlindung di Balik Perppu




[JAKARTA] Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk tidak berlindung dari kesalahan mereka dalam penyusunan daftar pemilih tetap (DPT) dengan meminta pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Jika perppu dikeluarkan karena kesalahan KPU akan terjadi degradasi makna.

Perubahan DPT itu juga memicu masalah baru, seperti biaya logistik yang bertambah, harus terus membuka pendaftaran pemilih, dan menimbulkan ketidakpastian serta mengakibatkan pemilu menjadi rawan gugatan.

Pandangan itu diungkapkan pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia Topo Santoso, Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow, dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti secara terpisah kepada SP, Kamis (19/2).

"Banyak proses pelaksanaan tahapan pemilu yang dilaksanakan tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku memperlihatkan KPU cenderung bekerja di luar ketentuan undang-undang yang berlaku. Bahkan, dengan sengaja melanggar ketentuan yang ada," kata Jeirry.

Dikatakan, banyak ketentuan undang-undang yang dengan sengaja dilanggar KPU semata-mata untuk melegitimasi ketidakmampuan mereka melaksanakan proses tahapan secara baik dan maksimal.

Sedangkan, Topo berpendapat, kalau karena kesalahan KPU lantas dikeluarkan perppu, tentu akan terjadi degradasi makna perppu itu. Apalagi, waktu untuk mempersiapkan perubahan DPT sangat singkat.

Ray berpendapat, KPU jangan mengkhawatirkan pasal pidana pemilu karena tidak ada unsur kesengajaan untuk menghilangkan hak pilih seseorang. Adanya angka baru untuk DPT disebabkan penyusunan DPT saat itu memang terburu-buru.

Pasal 260 UU10/2008 menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 24 bulan dan denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 24 juta.

Sementara itu, Wakil Kepala Biro Logistik KPU Boradi mengatakan, dari sisi surat suara, penambahan jumlah pemilih tidak masalah. Sebab, setiap kontrak kerja akan ada pembaruan. Tetapi, dia mengakui akan ada penambahan biaya logistik.


Sikap DPR

Sejumlah fraksi menyatakan tak keberatan jika terpaksa harus diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang perubahan daftar pemilih tetap (DPT). Sikap itu muncul setelah ada menyusul desakan dari hampir seluruh daerah, karena DPT yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak sesuai dengan fakta di lapangan.

Ketua Fraksi Partai Demokrat (PD) Syarif Hasan mengatakan, kalau memang DPT harus diperbaiki dan itu demi mengamankan pelaksanaan pemilu, fraksinya sangat mendukung. Soal konsekuensi dari perubahan DPT, seperti penambahan surat suara dan bilik suara, peran KPU sangat penting. "Mereka harus bisa bekerja maksimal, sehingga segala konsekuensi dari terbitnya perppu bisa diatasi," katanya kepada SP di Jakarta, Rabu (18/2).

Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Chozin Chumaidy juga mengatakan, pihaknya tak keberatan kalau terpaksa harus diterbitkan perppu atas perubahan DPT. Ia mengakui, sangat banyak KPU di daerah yang menuntut perubahan DPT. Sebab, DPT yang ada saat ini tidak sesuai fakta di lapangan.

Dengan pertimbangan agar hak pilih rakyat tak hilang, dan tetap bisa ikut pemilu legislatif dan pemilu presiden, menurut Chosin, pihaknya tak keberatan jika harus diterbitkan perppu untuk mengubah DPT.

Soal rumusan perppu itu, dia mempersilakan pemerintah untuk membuatnya. Menurut evaluasinya, ada empat kemungkinan penyebab terjadi kesalahan dalam DPT, yaitu kesalahan administrasi kependudukan, data Departemen Dalam Negeri ke KPU yang tak valid, KPU tak optimal dalam pemutakhiran DPT, dan masyarakat yang tak berperan aktif dalam mengoreksi pengumuman daftar pemilih sementara (DPS).

Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) Eka Santosa menyatakan masih perlu kejelasan, apakah perubahan DPT tersebut benar-benar murni sebuah kebutuhan atau hanya keinginan KPU. "Karena, ada masyarakat yang namanya sudah terdaftar dalam DPT, tapi setelah diteliti ternyata fisik orang itu tak ada. Ini perlu diteliti betul," katanya.

Mendagri Mardiyanto mengatakan, ada kemungkinan besar perppu perubahan DPT akan diterbitkan bersamaan dengan perppu yang mengatur tentang pengesahan surat suara berdasarkan suara terbanyak dan tentang penandaan pada surat suara pemilu lebih dari satu kali dianggap sah.

Namun, mengenai perppu yang mengatur soal DPT, Mendagri menegaskan, sifatnya bukan berarti ada pendaftaran baru pemilih. "Tapi, untuk pemilih yang sudah terdaftar yang belum diakomodasi di DPT. Ini yang akan diatur kembali dan ini bisa ditoleransi," tegasnya.

Penerbitan perppu tersebut, ujar Mendagri, bertujuan untuk kesuksesan penyelenggaraan pemilu, sehingga setiap kendala yang bisa menghambat pemilu harus segera dicari solusinya.

"Rumusan perppu sedang dikaji, tapi tak terlalu lama. Hasilnya dalam waktu dekat," ujarnya. [L-10/J-11]