Senin, 02 Februari 2009

SBY Pakai Taktik Dizalimi

SRIWIJAYA POS

2/2/2009

SBY Pakai Taktik Dizalimi





JAKARTA, SRIPO --- Terkait isu perdebatan politik Susilo Bambang Yudhoyono-Megawati
Soekarnoputri lewat perumpamaan yoyo dan gasing, SBY kembali menggunakan taktik lama sebagai seseorang yang merasa dizalimi.

Hal ini justru dinilai pengamat politik CSIS, J Kristiadi, sebagai sesuatu yang menguntungkan pihak SBY karena mendongkrak popularitasnya.

Hal itu disampaikan seusai Sarasehan Kebangsaan “Meneguhkan Kembali Keindonesiaan dalam Politik dan Pemilu 2009” di Gedung Kanisius, Jakarta, Minggu (1/2).
“SBY terlalu berlebihan merasa seperti itu, tetapi di lain pihak ia seperti mau
mengatakan, ini lho saya (SBY) mau dizalimi lagi, jadi pengikut saya, kamu, jangan diam saja,” tutur Kristiadi.

Ditambahkannya, apa pun yang diberitakan di media massa terkait hal itu justru akan melambungkan popularitas SBY dengan mengingatkan di masa dulu dia pernah “dikeroyok” partai-partai lain.

“Pola-pola dizalimi itu dijadikan alat lagi untuk mengangkat dia (SBY) dan membuat orang menjadi simpatik padanya,” jelasnya.

Tak Mendidik

Menurut Kristiadi, perdebatan politik ini tak mendidik dan tak membuat pendidikan politik bagi masyarakat.

Sementara itu, sosiolog Frans Magnis Suseno menyebutkan, konflik politik SBY-Mega masih dalam batas kewajaran dan justru menjadi pendidikan politik bagi masyarakat.
“Yang penting masyarakat harus belajar mereka tahu antara dua tokoh itu masih ada persaingan, tapi selama masih menggunakan kata-kata yang wajar,” ujarnya.

Menurut Kristiadi, taktik “dizalimi” juga dipakai dalam isu ABS (Asal Bukan ‘S’) yang dilontarkan di depan publik kemarin dan secara spesifik menuduh TNI AD bermain di belakang.

“Padahal SBY sendiri belum yakin terhadap berita itu, tetapi sudah dilontarkan secara publik. Ini juga membuat ketidakpercayaan dalam tubuh anggota TNI itu sendiri,” ujar Kristiadi.

Selain itu, menurutnya, hal ini akan memunculkan stigma di tubuh TNI mengapa tega-teganya menjual TNI.

“Ini memecah aparatnya yang seharusnya menjadi sandaran dan pilar kekuatannya. Panglima tertinggi kok meragukan panglimanya itu,” ujarnya. Seperti diketahui, saat ini selain SBY, yang akan bertarung dalam pilpres mendatang adalah Wiranto, Prabowo, maupun Sutiyoso.

Dikatai Anak Buah

Pada kesempatan terpisah, beberapa caleg yang hadir dalam Uji Publik Visi Masa Depan Caleg Aktivis dan Kaum Muda, Minggu (1/2) di Jakarta, berani buka-bukaan mengenai dosa atau keburukan ketua umum atau ketua dewan pembina partai mereka ketika ditanya salah seorang wartawan.

Menurut caleg Nova Riyanti Yusuf dari Partai Demokrat, dosa dari Ketua Dewan Pembina PD Susilo Bambang Yudhoyono adalah dorongan terhadap kesempurnaan.
“Beliau mempunyai dorongan bahwa segala sesuatu harus sempurna. Hal ini agak sulit dalam pengimplementasiannya,” ujar Nova.

Caleg Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Budiman Sudjatmiko, yang tidak setuju dengan kata ‘dosa’, mengutarakan beberapa kekurangan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

“Ibu Mega, yang merupakan tokoh kharismatik yang dibesarkan oleh para pendukungnya, menginginkan generasi muda yang rasional. Tapi tampaknya beliau sedang kebingungan bagaimana merasionalisasikan generasi muda,” ujarnya.

Budiman melanjutkan, hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa tidak semua kader PDI-P di sekitarnya dapat membantu. Selain hal tersebut, Megawati juga memiliki kekurangan lain.

“Jika sudah menyangkut hal ideologi, beliau sosok yang emosional,” imbuhnya.
Caleg Partai Amanat Nasional (PAN) Asep Supriatna lain lagi. Menurutnya, dia belum tahu dosa Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir, yang memang belum menjabat sebagai pejabat publik.

“Tapi, yang saya tidak sukai, beliau memanjakan artis dan tidak membantu caleg dari kalangan aktivis,” katanya.

Sementara itu, tiga caleg lainnya, Rama Pratama dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Kamal dari Partai Persatuan Pembangunan (P3), dan Iwan Dwi Laksono dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak menjawab.

“Saya tidak pernah terpikir tentang aib dan dosa kawan saya,” tegas Rama.
Menanggapi keberanian beberapa caleg di atas untuk angkat suara mengenai dosa atau kekurangan pemimpin mereka, Direktur Eksekutif CIRUS Andrinof A. Chaniago mengatakan, hal tersebut merupakan hal yang wajar. “Yang disampaikan oleh mereka adalah kondisi objektif,” ujarnya.

Bagi caleg yang enggan menyebutkan kekurangan pemimpin mereka, bagi Andrinof, menunjukkan adanya unsur kompromi.
Kompas.com

Tidak ada komentar: