Kamis, 26 Februari 2009

Perppu Pemilu Mencoreng Wajah KPU


INILAH.COM

Politik
26/02/2009 - 08:59

Perppu Pemilu Mencoreng Wajah KPU

R Ferdian Andi R

Ray Rangkuti
(inilah.com/ Raya Abdullah)INILAH.COM, Jakarta – Pemerintah akhirnya bakal menandatangani Perppu tentang dua hal dalam pemilu. Soal daftar pemilih tetap (DPT) dan sahnya penandaan lebih dari satu di surat suara. Apakah Perppu ini mengkondisikan pemilu yang lebih jurdil?

Setelah lama ditunggu-tunggu, khususnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), akhirnya pemerintah memastikan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam waktu dekat. Menteri Sekertaris Negara, Hatta Radjasa, memberi kepastian dalam satu-dua hari ke depan Perppu Pemilu bakal diteken oleh Presiden SBY. “Diharapkan dalam satu atau dua hari ini,” ujarnya, Rabu (25/2) di Istana Presiden, Jakarta.

Politisi PAN tersebut menjelaskan, keberadaan Perppu Pemilu penting karena terkait dengan diperbolehkannya penandaan yang lebih dari satu dalam satu kolom. “Apabila yang menandai lebih dari satu dalam kolom yang sama, misalkan menandai partai, kemudian menandai orang di dalam kolom yang sama, itu dianggap sah,” terang Hatta.

Selain itu, Perppu Pemilu juga menyoal DPT. Menurut Hatta, hal itu sama sekali tidak dimaksudkan untuk pendataan ulang pemilih, namun hanya menyempurnakan DPT. “Jadi tidak ada pendataan ulang, akan tetapi penyempurnaan. Sebelumnya sudah tercatat, tapi belum masuk. Maka itu disempurnakan. Hanya di beberapa daerah saja,” jelasnya.

Masalah awal eksistensi Perppu ini tidak terlepas dua keinginan yang berbeda antara KPU dan pemerintah. Jika KPU lebih berpikir soal penyempurnaan data pemilih, sedangkan pemerintah lebih mempertimbangkan penoleliran penandaan yang lebih dari satu dalam kolom yang sama.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ahmad Fauzi Ray Rangkuti menilai Perppu tersebut adalah barteran antara KPU dan pemerintah. Keberadaan Perppu ini menjadi bukti jelas tidak mampunya KPU dalam menyiapkan pemilu.

“Perppu ini saya kira terlambat. Harus dicari tahu kenapa terlambat. Sulit menepis kesan jika pemilu akan terhambat juga. Bisa juga Perppu ini akan menjadi masalah baru di lapangan,” cetusnya kepada INILAH.COM, Rabu (25/2) di Jakarta.

Perihal penolelirian penandaan lebih dari satu di satu kolom, Ray menegaskan, bukanlah di situ pokok persoalannya. Menurut dia, lagi-lagi KPU yang menjadi biang kerok atas keruwetan desain suara. “KPU yang membuat desain suara yang aneh sehingga menyulitkan pemilih,” tandas alumnus IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Soal DPT, Ray menegaskan harus dilihat terlebih dahulu redaksi Perppu tersebut. Di luar itu, jika konteksnya penyempurnaan, maka potensi pengurangan dan penambahan dengan tujuan menghabisi dan memobilisasi dukungan untuk partai politik tertentu. “Apalagi hingga kini KPU tidak transparan soal DPT tambahan. Berapa pemilih yang ada, itu tidak bisa diakses,” tegasnya.

Dalam konteks itu, Ray mencontohkan peristiwa di Pilkada Jawa Timur soal penambahan dan pengurangan DPT untuk kepentingan pasangan tertentu. Menurut dia, kasus Jawa Timur harus menjadi pelajaran berharga, baik bagi penyelenggara maupun pemerintah. “Ketua KPU Jatim sudah menjadi tersangka. Ini harus menjadi pelajaran,” tegasnya.

Secara terpisah, Staf Khusus Presiden SBY bidang hukum Denny Indrayana membantah jika Perppu pemilu, khususnya soal DPT untuk kepentingan kelompok tertentu dengan menambah atau mengurangi demi mobilisasi dan menghabisi pihak tertentu. “DPT tidak berubah. Jadi kalau belum terdaftar sekarang, ya tidak masuk lagi. Yang berubah rekapnya,” jelasnya.

Penyempurnaan rekapitulasi DPT melalui Perppu ini, sambung Denny yang juga pengajar UGM Yogyakarta ini, karena saat rekap KPU beberapa waktu lalu, KPU hanya memgambil dari rekap tingkat provinsi. “Jadi tidak akan menambah DPT. Tapi, kalau ada kelebihan, bukan DPT yang dikurangi, melainkan nilai akhirnya. Bagaimana hasilnya, nanti perbaikan rekapitulasi oleh KPU,” ujarnya.

Munculnya Perppu Pemilu jelas menjadikan citra KPU semakin tak cerah. Ketidakmampuan KPU dalam menyiapkan tahapan pemilu jelas menjadi penyebab terbitnya perppu itu. Meski, kewaspadaan atas implikasi perppu tersebut harus diamatai oleh seluruh peserta pemilu. Kasus pilkada Jawa Timur soal DPT, harus menjadi acuan. Bisa saja Perppu menjadi legitimasi upaya mobilisasi dan penyingkiran kelompok tertentu. [I4]

Tidak ada komentar: