Selasa, 30 Juni 2009

KPU Akui Kekurangan Dana Debat

SEPUTAR INDONESIA

KPU Akui Kekurangan Dana Debat

Monday, 29 June 2009


JAKARTA (SI) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku alokasi anggaran untuk debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sangat kurang. Dana yang disediakan untuk kegiatan ini hanya Rp750 juta.


Uang itu harus dibagi untuk 5 kali debat capres dan 1 kali debat cawapres. ”Berarti, untuk satu kali debat butuh Rp150 juta. Itu memang kurang kalau untuk membiayai acaranya,” ungkap anggota KPU Syamsulbahri di Gedung KPU, Jakarta, kemarin. Karena itu, stasiun televisi yang menyiarkan langsung acara ini sebenarnya agak dipaksa untuk menerima alokasi anggaran yang rendah itu.

Karena itu, ujar Syamsulbahri, tidak mengherankan jika banyak muncul iklan komersial dalam acara tersebut. Syamsulbahri mengaku, sebenarnya jumlah dana tersebut tidak dapat sepenuhnya memenuhi pembiayaan debat. Alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu di antaranya untuk membiayai konsumsi dan moderator.

Meski demikian, ujar guru besar Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya ini, KPU tetap meminta agar pengelola stasiun televisi tidak terlalu mengomersialkan acara debat capres atau cawapres itu. ”Seharusnya memang mengedepankan pendidikan politik,” ujarnya. Hanya saja, tandas dia, KPU tidak dapat memaksa para pengelola televisi untuk meniadakan iklan komersial.

Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) meminta iklan niaga di debat capres dan cawapres dievaluasi. Lima juga meminta Bawaslu menyelidiki dugaan unsur komersialisasi acara debat tersebut. “Lima meminta agar Bawaslu segera melakukan investigasi atas kebijakan yang mengherankan ini.

Meneliti kembali bunyi kontrak antara KPU dengan pihak televisi, apakah ada unsur komersialisasi dalam acara debat ini,” kata Direktur Lima Ray Rangkuti. Menurut dia, seharusnya Bawaslu menyelidiki ke mana dana yang dihimpun dari iklan acara debat tersebut.

Semua hal ini,ujar dia, dilakukan untuk menjaga pelaksanaan pilpres agar tetap sesuai dengan peraturan. Ray mengatakan, iklan itu sebenarnya dimaksudkan agar KPU dapat menghemat pengeluaran uang negara.“Sayangnya, maksud baik mereka justru menimbulkan masalah hukum,”ujarnya. (kholil/dian widiyanarko)
SEPUTAR INDONESIA

Spanduk KPU Sesatkan Pemilih


Tuesday, 30 June 2009



JAKARTA (SI) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengkhawatirkan spanduk sosialisasi pilpres Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bergambar contreng berpotensi akan menyesatkan pemilih.


Anggota Bawaslu Wirdyaningsih menilai spanduk sosialisasi pilpres KPU sebenarnya untuk menginformasi kan cara mencontreng yang benar.Namun,persoalan timbul ketika tanda contreng dalam tiga gambar contoh kertas suara hanya menandai salah satu kolom di urutan tengah.

Meskipun spanduk sosialisasi tersebut tidak memiliki nomor atau nama, tetap saja dikhawatirkan memiliki potensi untuk menggiring pemilih untuk memilih kandidat tertentu. “Spanduk tersebut bisa saja menyesatkan masyarakat, terlebih jika tidak tahu konteksnya sebenarnya seperti apa.

Meskipun tidak ada nomornya ataupun namanya, masyarakat bisa menganggap mencontreng nomor dua itu yang benar,” papar Wirdyaningsih di Kantor Bawaslu, Jakarta,kemarin. Untuk mengantisipasi itu, Bawaslu telah menginstruksikan panitia pengawas pemilu (panwaslu) memantau penyebaran spandukspanduk tersebut.

Para panwas di berbagai tingkatan pun diinstruksikan berkoordinasi dengan KPU daerah setempat untuk mencabut atau menarik spanduk-spanduk yang telah tersebar. “Bawaslu mendapatkan informasi dari panwas jika spandukspanduk tersebut disebarkan dalam rangka sosialisasi yang dilakukan oleh KPU.

Kami sudah memerintahkan jajaran panwaslu untuk bergerak dan berkoordinasi dengan KPU setempat untuk mencabut dan menarik spanduk-spanduk,” ungkapnya. Menurut Wirdyaningsih, spanduk-spanduk sosialisasi bergambar contreng tersebut ditemukan di daerah Provinsi Lampung, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan.

KPU dalam hal ini, lanjut Wirdyaningsih, harus mengklarifikasi prosedur pembuatan alat peraga tersebut. “Butuh klarifikasi KPU,apakah mereka memang mengetahui produk alat peraga tersebut dan mendistribusi kan. Juga klarifikasi terkait ada tidaknya unsur kesengajaan dalam pembuatannya,” ujar mantan aktivis HMI ini.

Sedianya,kemarin Bawaslu memanggil Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary dan Koordinator Divisi Sosialisasi Pemilu Endang Sulastri. Namun, keduanya tidak hadir memenuhi panggilan tersebut dengan alasan sedang mengadakan sosialisasi pilpres di luar Jakarta.

Sementara itu, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti memandang spanduk sosialisasi tersebut sebagai bentuk ketidakadilan yang dilakukan KPU. Ray menilai kekhawatiran spanduk sosialisasi sebagai bentuk penyesatan patut untuk dikedepankan. KPU tidak dapat berdalih tidak ada kesengajaan dalam melakukan desain alat peraga tersebut.

“Ini desain yang kontroversial. Mengapa bagian tertentu saja yang mendapat tanda contreng.Ini yang harus diklarifikasi oleh KPU, apakah KPU tidak mengantisipasi dampaknya,“ tandasnya Anggota KPU Syamsulbahri mengaku tidak mengetahui sebenarnya ide spanduk tersebut berasal dari komisioner KPU atau bagian teknis kesekjenan.

Dia mengatakan bahwa Ketua KPU pada Jumat (26/6) telah mengirimkan surat dengan nomor 1183 pada Ketua KPU provinsi yang memiliki spanduk yang dipermasalahkan. “Ketua KPU meminta agar spanduk tersebut ditarik kembali,”ucapnya. Dia menambah kan, pembuatan spanduk tersebut dilakukan sebelum adanya pengundian nomor urut dan foto calon.

Jadi,spanduk tersebut hanyalah gambar siluet enam orang dan pada orang ketiga dari kiri dicontreng. Meski begitu, KPU akan menarik spanduk yang memunculkan kontroversi tersebut. Saat ini setelah spanduk ditarik. bagian sosialisasi KPU akan memodifikasi spanduk tersebut.

“Mungkin gambarnya akan diblok dan diganti dengan kata bahwa penandaan dapat dilakukan di nama calon, nomor calon, atau gambar calon,”paparnya. Terkait surat Bawaslu tentang pemanggilan anggota KPU, pihaknya mengaku belum mengetahuinya.“ Mungkin suratnya sudah sampai, tapi tidak ke saya, mungkin ke pak ketua,” kata Syamsulbahri.

Sekadar diketahui, jumlah spanduk yang dibuat KPU tersebut sekitar 1000 buah dan diedarkan di seluruh Indonesia. Namun, ada daerah yang sudah membentangkan spanduk tersebut dan ada yang belum membentangkannya. Spanduk itu terkait dengan mekanisme penandaan yang harus dilakukan pemilih.

Terdapat enam gambar siluet calon presiden tanpa nomor urut dan nama capres-cawapres. Dalam spanduk itu tanda contreng tertera pada siluet nomor tiga dari kiri. Hal itu diindikasikan sebagai penandaan pada pasangan SBYBoediono.

Timses JK -Wiranto dan Mega- Prabowo pun memprotes spanduk tersebut yang dinilai sangat tendensius. Kedua timses meminta KPU untuk mengklarifikasi dan mencabut spanduk yang sudah beredar luas.Jika tak ditaati,keduanya akan mengajukan tuntutan hukum. (pasti liberti/kholil)

Aktivis 1998 di Persimpangan Jalan?


INILAH.COM


30/06/09 15:14


Aktivis 1998 di Persimpangan Jalan?


R Ferdian Andi R


Ray Rangkuti
[inilah.com /Raya Abdullah]


INILAH.COM, Jakarta – Pilpres 2009 dikhawatirkan akan memecah keutuhan para aktivis 1998. Di era reformasi dulu mereka bersepakat menggulingkan Soeharto, namun kini mereka terkotak-kotak ke dalam tiga kelompok. Aktivis 1998 seolah berada di persimpangan jalan. Mengapa?


Awal pekan ini publik dikejutkan dengan iklan politik di media cetak nasional. Materi iklan itu cukup provokatif. Iklan yang mengatasnamakan 'Gerakan 98 untuk SBY-Boediono' ini berjudul 'Mengapa Kami Titipkan Reformasi kepada Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Bapak Demokrasi Indonesia?'


Batang tubuh iklan tersebut intinya menekankan pilihan politik mereka pada figur SBY-Boediono. Alasan mereka, periode 2009-2014 merupakan periode terakhir bagi SBY untuk menduduki kursi RI-1. Para aktivis 1998 tersebut berkepentingan dengan regenerasi.


Dalam iklan tersebut tertulis sederet nama antara lain, Ahmad Rizal, Agust Budi Prasetyohandi, Arief Rahman, Boyke Novrizan, Bernard Haloho, Sarbini, dan Wahab Talohu. Mereka mengatasnamakan diri sebagai Gerakan '98 untuk SBY-Boediono.


Menurut Sarbini, aktivis 1998 yang juga kader Partai Demokrat, alasan pihaknya memberikan dukungan ke pasangan SBY-Boediono adalah karena secara konstitusional era SBY akan berakhir pada 2014 mendatang.


"Secara konstitusional, SBY akan selesai pada 2014. Kita melihat ada keinginan masyarakat Indonesia mengenai adanya regenerasi kepemimpinan politik. Nah, SBY memegang komitmen itu," ujarnya kepada INILAH.COM, Senin (29/6) di Jakarta.


Terkait dengan pemberian gelar Bapak Demokrasi bagi SBY, bekas Ketua BEM Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Jakarta itu menegaskan, hal tersebut dilakukan karena SBY mampu menjaga transisi demokrasi sehingga sistem demoktrasi berjalan dengan baik. "Dampaknya, transisi demokrasi berjalan dengan baik, maka ekonomi menjadi stabil," tandasnya.


Terkait dengan isu neoliberal yang menerpa figur Boediono, Sarbini menandaskan, tidak ada satu pun pihak yang bisa melarang paham seseorang untuk berpikir kanan, kiri, atau tengah. Menurut bekas Koordinator Forum Komunikasi Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) tersebut, yang terpenting adalah setiap paham tidak bertentangan dengan konstitusi.


"Isu neolib itu isu elit. Yang terpenting bagaimana bisa menjalankan konstitusi secara benar," ujarnya.


Ia juga membantah tudingan bahwa aktivis 1998 terpecah belah terkait pilihan politik dalam Pilpres 2009 ini. Menurut dia, yang terpenting semua elemen aktivis 1998 tetap mengawal agenda bersama saat reformasi. "Mengawal agenda tidak mesti bersama-sama (satu gerbong, red)," elaknya.


Pendapat senada juga muncul dari Ray Rangkuti, aktivis 1998 dari IAIN Syairf Hidayatullah Jakarta. Menurut dia, sah-sah saja bagi para aktivis politik melakukan klaim mengatasnamakan aktivis 1998. "Yang terpenting, aktivis 1998 tidak dibaca tunggal," kata Ray yang juga Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) ini.


Kendati demikian, Ray berbeda pandangan terkait alasan rekannya yang tergabung dalam 'Gerakan 98 untuk SBY-Boediono'. Periode 2009-2014 tak hanya merupakan periode terakhir bagi SBY, tapi juga JK dan Mega. "Karena secara natural, seluruh capres akan berakhir pada 2014, kecuali Prabowo Subianto. Jadi alasan teman-teman tidak tepat 100%," katanya.


Menurut Ray, pada dasarnya dua poin penting yang disepakati oleh para aktivis 1998 yaitu tentang kepemimpinan kaum muda dan paham ekonomi antineoliberal. Menurut dia, tidak jadi soal, jika cara baca rekan-rekannya yang melihat Boediono merupakan sosok yang antineolib.


"Namun, siapa saja pilihan politiknya, harsu berdasarkan bacaan jangka panjang dan harus membebaskan diri dari kepentingan pragmatisme diri sendiri," pesannya.


Langkah aktivis 1998 juga menggejala di kalangan aktivis organisasi mahasiswa ekstrakampus. Seperti beberapa bekas pimpinan organisasi ekstrakampus Relawan Indonesia Muda (RIM) yang secara terang-terangan mendukung duet SBY-Boediono.


Ijtihad politik para aktivis mahasiswa merupakan hal yang sah dalam konteks demokrasi. Tak jarang, atas nama demokrasi pula, para aktivis tersebut terjebak pada kepentingan sesaat yang pragmatis. Tapi, inilah realita politik kita. [P1]

Senin, 29 Juni 2009

Gelar Bapak Demokrasi untuk SBY Pancing Tawa Ray Rangkuti

RAKYAT MERDEKA ONLINE


Gelar Bapak Demokrasi untuk SBY Pancing Tawa Ray Rangkuti

Senin, 29 Juni 2009, 14:43:41 WIB


Laporan: Widya Victoria


Jakarta, RMOL. Gelar “Bapak Demokrasi Indonesia” yang disematkan sejumlah aktivis 1998 kepada Susilo Bambang Yudohoyono siang ini dinilai salah sasaran.

“Bapak Demokrasi Indonesia itu kan aktivis 98 bukan SBY. Kok mereka (aktivis 98) melemparkan ke orang lain,” ujar mantan aktivis mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Ray Rangkuti saat dihubungi Rakyat Merdeka Online, Senin (29/6).

Menurut Ray, ada pertimbangan tertentu untuk menyebut seseorang sebagai aktor demokrasi apalagi Bapak Demokrasi Indonesia.

“Mega, JK (Jusuf Kalla) dan lain sebagainya belum tepat disebut aktor-aktor demokrasi. Sebab, bagi saya bapak-bapak demokrasi ya kawan-kawan yang berjuang untuk rakyat merdeka,” tutur Pengamat dan aktivis Koalisi Anti Utang ini sambil tertawa. [wid]


Ada ralat : bahwa saya bukan mantan aktvis UKI tepatnya IAIN/UIN (sekarang). Itupun kalau saya tepat disebut sebagai aktivis '98

KPU Dianggap Tak Netral

SINAR HARAPAN

Senin, 29 Juni 2009 13:28

Spanduk Sosialisasi
KPU Dianggap Tak Netral



OLEH: NINUK CUCU SUWANTI



Jakarta – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta menginvestigasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal spanduk sosialisasi penandaan satu kali yang dinilai menguntungkan pasangan calon tertentu. KPU bisa dianggap tidak netral.

Demikian pandangan Direktur Lingkar Madani Untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti dan Direktur Cetro (Center for Electoral Reform) Hadar Gumay yang dihubungi SH secara terpisah di Jakarta, Senin (29/6).

Menurut Ray, KPU sebaiknya menarik spanduk yang bertendensi memenangkan satu pasangan capres-cawapres.

“KPU harus segera menarik kembali spanduk-spanduk tersebut, sementara Bawaslu harus melakukan investigasi mulai dari tata cara si-mulasi penandaan yang dilakukan hingga format kebijakan iklan tentang tata cara mencentang,” kata Ray.

Semestinya, kata Ray, KPU sebagai lembaga pelaksana pemilu bisa bersikap netral dengan tetap memegang nilai independen sebuah lembaga. Karena spanduk yang beredar tidak hanya terjadi di satu kota saja bisa bertendensi sebagai gerakan nasional yang bisa diasumsikan sengaja atau diskenariokan memenangkan satu pihak.

Dia mengatakan, ada banyak alternatif yang bisa dilakukan KPU dalam tata cara sosialisasi pencentangan di surat suara yang lebih adil dan netral, sehingga tidak ada pihak yang merasa sangat diuntungkan dan pihak yang merasa dirugikan atas sosialisasi tata cara pencentangan di spanduk.

Hadar Gumay juga meminta KPU menarik spanduk yang tersebar di berbagai kota itu. Sedangkan Bawaslu, dalam hal ini dikatakan Hadar, sebaiknya segera melakukan pemanggilan untuk mencari tahu tentang indikasi kesengajaan dalam spanduk tersebut.

“Bawaslu sebaiknya melakukan pemanggilan KPU, untuk bisa menyelidiki ini kesengajaan atau tidak. Termasuk ada rekayasa atau tidak dalam persoalan spanduk ini,” tegasnya.
Hadar menyayangkan, karena untuk kesekian kalinya sikap KPU yang tidak bisa bekerja secara profesional. KPU sebagai penyelenggara pemilu kerap melakukan kesalahan dan tidak pernah menjadikan kesalahan sebagai pelajaran untuk lebih baik dalam kinerjanya.

“Kejadian demi kejadian menunjukkan KPU bukan lembaga dengan orang-orang profesional yang mengerti tentang pemilu,” ujarnya.

Pengaruhi Legitimasi

Calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto mendesak KPU bersikap netral dalam pemilu presiden (Pilpres) 2009. Pernyataan ini terkait dengan adanya temuan DPT bermasalah di Jawa Timur, sosialisasi cara memilih serta pengurangan TPS.

“Ini sangat membahayakan bagi masa depan bangsa. Kalau ada usaha menyelewengkan dan tidak independen, hasilnya legitimasi diragukan. Jadi, pemerintahan tidak bisa berjalan dengan baik,” tegas Prabowo menjawab pertanyaan SH, usai makan siang di Rumah Makan Pecel Solo, Yogya, Minggu (28/6).

Untuk itu, Prabowo meminta kepada seluruh jajaran tim kampanyenya baik yang berasal dari PDIP maupun Gerindra, terus mengawasi. Namun, hingga kini pihaknya belum menentukan langkah yang akan dilakukan. “Yang jelas sudah ada laporan ke KPU. Nah, ini akan kita lihat. Sekarang ini kan masyarakat bawah sudah gerah dan butuh perubahan,” tuturnya.

Prabowo juga yakin dirinya akan jadi pemenang dalam Pilpres 2009 ini. “Dukungan massa dari PDIP dan Gerindra sangat besar. Jika tidak ada kecurangan, kami yakin menang,” tegas Prabowo lagi.

Sementara itu, selain masalah pemilih yang belum terdaftar, Tim Kampanye Nasional Megawati-Prabowo sekaligus Koordinator TI, Tabulasi Suara dan Relasi KPU Arif Wibowo mengatakan, masih ditemukan banyak pemilih ganda di wilayah Jawa Timur. Dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, ada 2.196.249 orang. Ia minta KPU segera memperbaiki data pemilih ganda ini.
(yuyuk sugarman/romauli)

Minggu, 28 Juni 2009

Tugas KPU Tak Boleh Terbengkalai

KOMPAS


PERSIAPAN PEMILU
Tugas KPU Tak Boleh Terbengkalai


Senin, 29 Juni 2009 | 03:27 WIB



Jakarta, Kompas - Dalam waktu kurang dari 2 minggu menjelang Pemilu Presiden 2009, Komisi Pemilihan Umum tidak perlu beramai-ramai terkonsentrasi dalam acara debat antarcalon yang sudah berjalan. Masih banyak persiapan lain pemilu yang mesti dikerjakan dengan baik dan benar.

Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan di Jakarta, Sabtu (27/6), menyebutkan, KPU tidak boleh melepaskan konsentrasi pada tahapan lain pemilu presiden di luar debat.

Masih banyak tahapan lain yang mesti dicermati persiapannya agar tidak muncul masalah di kemudian hari. Misalnya, kepastian terdistribusinya surat suara sampai ke petugas di tempat pemungutan suara (TPS) dengan tepat waktu, termasuk mengantisipasi kerusakan.

Sejak dini pun mesti diumumkan soal jumlah TPS, apakah sama ataukah berubah dibandingkan dengan saat pemilu anggota legislatif lalu. Jika tidak sama, perubahan harus diumumkan berikut alasan perubahan tersebut.

Ferry menyebutkan, KPU juga mesti mengantisipasi masalah yang mungkin muncul saat hari-H pemilihan, semisal penegasan bahwa penggunaan kartu tanda penduduk hanya untuk pemilih yang namanya terdaftar pada daftar pemilih tetap. Juga penegasan mengenai sahnya pemberian tanda pilihan pada surat suara. Petugas di TPS juga terikat kewajiban untuk menempelkan hasil rekapitulasi suara di setiap TPS.

Kinerja tak meningkat

Secara terpisah, Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow menilai kinerja KPU belum ada peningkatan.

Ada dugaan, KPU hanya berpikir bagaimana tahapan pemilu berlangsung baik secara administratif, bukan soal demokratis dan kualitas, sehingga hasilnya bisa diterima dengan baik oleh rakyat. Tahapan pemilu dilaksanakan secara sangat minimalis sehingga kualitas terkorbankan.

Jeirry merujuki sejumlah kasus yang menggambarkan kinerja KPU yang tidak memuaskan. Misalnya saja, tahapan belum berjalan baik, tetapi para anggota KPU bisa tetap melawat diam-diam ke luar negeri.

Peraturan yang penting, seperti pedoman pelaporan dana kampanye, terlambat diterbitkan. Pengadaan dan distribusi logistik pemilu pun belum meyakinkan sehingga mungkin saja ada beberapa daerah yang tidak akan menerima surat suara tepat waktu.

Bagi Jeirry, KPU pun terkesan semakin tidak mau mendengarkan masukan, sangat tertutup, dan antikritik. Langkah KPU itu mengindikasikan bahwa tidak ada jaminan pemilu presiden akan berlangsung mulus sesuai dengan janji KPU.

Tak sesuai jadwal

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ahmad Fauzi Ray Rangkuti menyebut kinerja KPU tidak membaik ketimbang saat pemilu anggota legislatif lalu.

Misalnya, soal daftar pemilih tetap yang tetap bermasalah. Secara umum, tahapan pemilu presiden pun tidak selalu mulus sesuai jadwal. Akses masyarakat terhadap KPU dirasa makin tertutup. Penegakan peraturan juga rendah, misalnya soal pejabat badan usaha milik negara yang terlibat kampanye, kampanye terselubung, serta pembentukan dewan kehormatan terkait pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu. (DIK)

Demokrat Bantah SBY Sombong

TRIBUN MANADO

Pemilu 2009


Demokrat Bantah SBY Sombong


Selasa, 23 Juni 2009 | 05:06 WIB

PADANG, TRIBUN - Partai Demokrat membantah statement Megawati Soekarnoputri bahwa calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pongah lantaran memasang target memenangkan pemilihan presiden dalam satu putaran.

Partai pengusung capres SBY-Boediono itu menilai statement Megawati tidak etis. "Saya heran kok bisa begitu. Berpolitik seharusnya beretika, tidak boleh saling serang," ujar anggota Tim Sukses SBY-Boediono, Syarif Hasan di sela kampanye SBY di Padang, Sumatera Barat, Minggu (21/6).

Menurut Syarif, sebagai calon presiden Megawati seharusnya memiliki dasar kuat sebelum mengeluarkan statement, terlebih dalam berkampanye. "Tidak seharusnya Ibu Mega megatakan Pak SBY sombong, atas dasar apa?" ujar Syarif.

Menurut Syarif, apa yang selalu disampaikan SBY dalam kampanyenya adalah benar adanya. Dia berharap tidak ada lagi isu miring tanpa dasar. "Semua yang disampaikan Pak SBY dalam berkampanye adalah fakta, kecuali kalau mengada-ada, saya tidak habis pikir," jelas Syarif.

Namun demikian, Syarif yakin sekali kalau SBY tidak akan menyerang balik pernyataan Megawati. "Pak SBY tidak akan membalas, kan sudah dijelaskan kemarin bahwa kesombongan itu penyakit yang harus dihilangkan," imbuhnya.
"Berpolitik yang sehatlah, bertarung yang fair," tegasnya.

Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga menyatakan bahwa pilpres satu putaran bukan sebuah kesombongan. Menurutnya, konstitusi sudah mengatur syarat pemenang adalah yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara dan terdistribusi minimal 20 persen dukungan di separuh provinsi. "Melawan kehendak rakyat, jika sudah memutuskan satu putaran adalah melawan demokrasi. Yang justru tidak paham demokrasi adalah yang menolak 'Pilpres Satu Putaran'," katanya, di Jakarta, Senin (22/6).

Dalam kampanyenya di Garut, Jawa Barat, Minggu (21/6), capres PDIP-Gerindra Megawati Soekarnoputri menilai SBY lebih dari sombong. "Satu putaran selesai. Saya ingin lihat dia (SBY) yang mengatakan seperti itu (nanti). Itu kan pongah. Pongah itu lebih dari sombong," kata Mega saat silaturahim dengan beberapa organisasi masyarakat yang mendukung Mega-Prabowo.

Partai Demokrat juga merasa terganggu oleh hasil survei Puskaptis bahwa elektabilitas SBY- Boediono menurun menjadi 52,15 persen. Sementara elektabilitas Megawati-Prabowo 22,17 persen dan JK-Wiranto 17,20 persen. Karena berdasar survei LSI yang dibiayai Fox Indonesia (lembaga pencitraan SBY), elektabilitas SBY-Boediono mencapai 71 persen.

Menurut Anas, penyebab turunnya elektabilitas SBY-Boediono akibat serangan kampanye hitam (black campaign) yang digencarkan pihak kompetitor dalam Pilpres 2009. "Kampanye negatif tidak mengkhawatirkan. Kampanye hitam dan fitnah bisa jadi ada pengaruhnya," ujar Anas.

Kendati begitu, Anas menyatakan SBY-Boediono pasti memenangkan Pilpres 2009. "Kami yakin sepenuhnya bahwa rakyat lebih mempercayai SBY-Boediono untuk menjadi pemimpin Indonesia periode berikutnya," tegas dia.

Dalam kampanyenye di Padang, SBY mengungkapkan bahwa black campaign tidak akan mengubah total pandangan rakyat. "Terhadap black campaign dan berita-berita tidak berdasar, saya punya kiat bahwa itu tidak akan mengubah total pandangan orang," kata SBY dalam kampanye dialogis dengan masyarakat di Padang, Minggu malam.
Terus Meningkat

Dukungan terhadap pasangan capres-cawapres Jusuf Kalla (JK)-Wiranto semakin meningkat. JK optimistis jumlah pemilihnya akan terus bertambah. "Alhamdulillah, akan terus meningkat," ujar JK saat ditanya wartawan tentang hasil Survei Puskaptis yang menunjukkan tren kenaikan dukungan terhadap pasangan capres nomor urut 3 itu di atas pesawat Fokker 100 dari Semarang ke Jakarta, Minggu malam.

JK yakin jumlah pemilihnya akan melebihi prediksi-prediksi lembaga survei. "Saya kira akan lebih baik lagi," katanya sambil tersenyum. Mantan Menkokesra ini pun berjanji akan terus berusaha untuk mengangkat tingkat keterpilihannya. "Ya, kami akan berusaha," ujar JK.

Sementara itu, Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengkritik iklan layanan masyarakat dari Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadarma Ali tentang koperasi yang disiarkan berkali-kali oleh berbagai stasiun televisi belakangan ini.

Rangkuti menilai iklan tersebut adalah pelanggaran kampanye karena Suryadarma mengucapkan kata "Lanjutkan" yang merupakan slogan pasangan SBY-Boediono. "Iklan itu jelas menguntungkan capres SBY. Padahal dana iklannya berasal dari uang negara," kata Rangkuti, kemarin.

Rangkuti menambahkan, sebenarnya banyak sekali pelanggaran yang dilakukan capres incumbent. Misalnya pidato dukungan yang dilakukan di Istana Kepresidenan. Padahal, kata Rangkuti, cara seperti itu menyalahi aturan, karena menggunakan fasilitas negara. "Tapi sayangnya KPU dan Bawaslu lebih suka ke luar negeri, sehingga pengawasan terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut menjadi kendor,"sesal dia.

Dalam Pasal 42 UU No 42/2008 disebutkan bahwa kampanye yang mengikutsertakan pejabat negara tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan, sesuai peraturan perundang-undangan dan menjalani cuti kampanye. Dalam Pasal 44, pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap salah satu calon.(ant/dtc)

Anggaran Debat Capres Harus Transparan

KOMPAS

Anggaran Debat Capres Harus Transparan


Senin, 29 Juni 2009 | 09:31 WIB



JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum diminta untuk transparan mengenai anggaran debat calon presiden dan calon wakil presiden, yang sudah diselenggarakan tiga kali. Transparansi anggaran ini penting untuk diketahui publik, apalagi dalam acara debat masih diselingi iklan komersial.

Direktur Indonesia Budget Centre Arif Nur Alam, Minggu (28/6), mengatakan, seharusnya KPU transparan dan menjelaskan tentang sumber dan besaran dana debat capres dan cawapres. Selain itu, lanjut dia, KPU juga harus menjelaskan akuntabilitas tentang adanya iklan dalam acara debat. ”Jika tidak, patut diduga KPU melakukan pembiaran dan itu melanggar aturan karena dalam UU No 42/2008 jelas-jelas disebutkan bahwa debat capres dibiayai oleh APBN,” katanya.

Data dari IBC menyebutkan, dalam DIPA KPU 09 terdapat anggaran memfasilitasi kampanye debat capres dan cawapres sebesar Rp 1,4 miliar. Jika dibagi untuk lima kali debat, maka anggaran untuk satu kali debat sekitar Rp 300 juta. Pasal 39 Ayat 7 UU No 42/2008 menyebutkan bahwa biaya penyelenggaraan debat capres dan debat cawapres dibebankan pada APBN.

”Debat memang harus dibiayai APBN, persoalannya bagaimana negosiasi KPU dengan televisi, karena ada iklan di sana. Dengan adanya iklan, posisi KPU tidak independen dan tidak memberikan pendidikan yang baik bagi masyarakat. Seharusnya tempat untuk iklan bisa digantikan dengan sosialisasi untuk pemilu, misalnya bagaimana memberikan tanda contreng yang baik,” jelas Arif.

Secara terpisah, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, KPU harus segera meniadakan iklan komersial dalam setiap acara debat. Masih tersisa ada satu acara debat cawapres pada Selasa (30/6) dan debat capres pada Kamis (2/7) yang akan diselenggarakan KPU bekerja sama dengan televisi swasta.

”UU No 42/2008 menegaskan bahwa debat dibiayai APBN. Artinya, negara melalui KPU wajib mendanai keseluruhan acara debat, berapa pun dana yang dikeluarkan. Untuk itu, semestinya acara debat itu bersih dari unsur apa pun,” kata Ray.

Beberapa waktu lalu anggota KPU, Andi Nurpati, pernah mengatakan, untuk honor pembicara, KPU menganggarkannya, sedangkan pihak televisi sanggup menyediakan tempatnya.

‘Kesantunan’ SBY Dijebol JK

INILAH.COM




Politik 26/06/2009 - 08:52

‘Kesantunan’ SBY Dijebol JK


Djibril Muhammad



Ray Rangkuti


(inilah.com /Raya Abdullah)

INILAH.COM, Jakarta - Suasana berbeda terlihat dalam debat capres jilid II.
Para capres yang sebelumnya terlihat kaku dan monoton, pada Kamis (25/6) malam dimeriahkan dengan penampilan atraktif Jusuf Kalla yang mampu melenturkan ketegangan.

"Debat Kamis 25 Juni malam tidak lain bintangnya adalah JK," sebut Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (26/6).

Perbedaan suasana, menurut dia, jelas terlihat karena pancingan capres yang diusung Partai Golkar dan Hanura itu. Hal ini, lanjutnya, terlihat dari gaya berdebat JK yang diubah dari yang sifatnya formal menjadi terlihat lebih santai.

"Memancing untuk beda dengan SBY yang terlihat tegang. Akibatnya, kesantunan ala SBY akhirnya jebol dan terbawa mengikuti gaya JK. Karena itu, JK layak dapat poin untuk ini," jelas mantan Sekjen KIPP ini.

Sedangkan untuk Megawati Soekarnoputri, dinilai Ray terkedan datar-datar saja. "Mega terlihat kurang istirahat, sehingga agak kurang maksimal," ucap pria bernama asli Ahmad Fauzi.

Kendati demikian, lanjut Ray, secara keseluruhan terlihat masing-masing kandidat konsisten dengan ide-ide dasarnya. "Mega dengan mengusung isu kerakyatannya, SBY tetap konsisten membawa isu neoliberalnya, dan JK tetap dengan slogannya kemandirian," jelasnya. [jib/nuz]

Kampanye Terselubung Ini Tidak Boleh Diabaikan Bawaslu

REPUBLIKA NEWSROOM


Kampanye Terselubung Ini Tidak Boleh Diabaikan Bawaslu

Minggu, 28 Juni 2009 pukul 18:01:00 Font Size A A A


JAKARTA -- Menanggapi indikasi adanya kampanye terselubung (black campaign) oleh penyelenggara pemilu belakangan ini, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, mendesak Bawaslu tidak mengabaikan pelaku pelanggaran pemilu tersebut. KPU, sebagai penyelenggara, seharusnya independen dan tidak berlaku diskriminatif.

"Bawaslu tidak boleh mengabaikan hal ini, karena ini adalah indikasi keberpihakan. KPU seharusnya bertindak netral dan adil," kata Ray saat dihubungi Republika, Ahad (28/6). Jika KPU tidak bersikap netral, lanjut dia, maka sesuai undang-undang maka institusi tersebut harus dipidanakan.

Kesalahan memasang spanduk yang di dalamnya seolah-olah mencontohkan masyarakat agar memilih nomor 2 tersebut, menurut Ray, adalah sebuah seperti gerakan nasional. "Ini sangat fatal," katanya. Oleh karena itu, selain harus menurunkan spanduk tersebut, KPU juga diwajibkan mengganti desain spanduk tersebut.

Sesuai dengan UU Pemilu nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, maka pejabat negara, pemerintah, media, dan penyelenggara pemilu harus bersifat netral. Pelanggaran kepada penyelenggara pemilu yang tak netral, sesuai Pasal 210 undang-undang tersebut, adalah pidana. nan/kpo

Sabtu, 27 Juni 2009

Gara-gara Iklan, Debat Capres Dinilai tak Sah

REPUBLIKA NEWSROOM


Gara-gara Iklan, Debat Capres Dinilai tak Sah

By Republika Newsroom


Jumat, 26 Juni 2009 pukul 19:16:00 Font Size A A A


JAKARTA—-Direktur Nasional Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, menilai pelaksanaan debat capres dan debat cawapres yang sudah dilakukan tidak sah menurut hukum. KPU dianggap belum menjalankan amanah undang-undang terkait ketentuan Pasal 39 UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

"Secara hukum, belum pernah ada acara debat capres atau cawapres,” kata Ray kepada Republika, Jumat (26/6) di Jakarta. Alasan Ray, debat yang sudah tiga kali dilaksanakan, dua kali debat capres dan satu kali debat cawapres, telah mengomersialisasikan iklan dalam penayangan acara debat di televisi.

Padahal, kata Ray, ketentuan Pasal 39 UU 42/2008 tegas menyebutkan bahwa acara debat dilakukan sepenuhnya oleh KPU dengan anggaran yang berasal dari negara (APBN). "Nah, debat yang kemarin itu bukan dilaksanakan oleh KPU tapi stasiun televisi yang bekerja sama dengan KPU," imbuhnya.

Bila berpedoman penuh terhadap undang-undang, jelasnya, KPU seharusnya melaksanakan acara debat capres/cawapres secara mandiri. Tidak perlu berkreasi dengan melakukan kerja sama dengan stasiun televisi swasta dengan kompensasi pemasangan iklan dari para kontestan pilpres.

"Karenanya debat harus diulang dan harus dilakukan sebanyak lima kali lagi. Debat yang kemarin itu tidak bisa dihitung sah secara hukum," tegas Ray.

Ihwal alasan KPU menggandeng televisi swasta karena tidak cukupnya ketersediaan dana untuk pelaksanaan debat, Ray menyatakan, hal itu tidak bisa dijadikan alasan. Terlebih, pemilihan stasiun swasta hanya bersandar pada tinggi rendahnya //rating// atau bertujuan memoles debat menjadi menarik.

"Ketentuan dalam Pasal 39 ayat 2 hanya menyebut debat pasangan calon diselenggarakan oleh KPU dan disiarkan langsung secara nasional oleh media elektronik. Jadi tidak harus TV swasta," imbuh Ray. ade/rif

Kamis, 25 Juni 2009

Esensi Debat Malah Hilang

KOMPAS


Esensi Debat Malah Hilang


Kamis, 25 Juni 2009 | 03:29 WIB


Jakarta, Kompas - Pelaksanaan debat antarcalon presiden dan antarcalon wakil presiden jauh dari harapan. Bahkan format debat dianggap telah menjauh dari esensi debat yang dirumuskan saat pembahasan Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Mantan anggota Panitia Khusus RUU Pemilu Presiden, Agun Gunandjar Sudarsa, di Jakarta, Rabu (24/6), menyebutkan, nuansa debat tidak terasa dalam dua kali debat yang telah terlaksana.

Dengan format debat yang merupakan kesepakatan KPU sebagai penyelenggara pemilu dan juga tim kampanye pasangan calon, jelas ada distorsi dari niatan awal saat pembahasan RUU Pemilu. Pertukaran ide dan pendalaman gagasan tidak pernah muncul, debat pun sekadar menjadi tontonan. Kesempatan calon untuk saling bertanya juga tidak diberikan. Sikap progresif pansus saat merumuskan ketentuan soal debat tidak terterjemahkan dengan baik saat pelaksanaan. ”Itu bukan debat, malahan seperti cerdas cermat,” kata Agun.

Dengan tiga kali debat yang masih bakal diselenggarakan, mau tidak mau KPU dan tim kampanye mutlak mesti memperbaiki format debat. KPU mesti tegas mendudukkan acara debat sebagai bagian pendidikan kepada pemilih. Jika ada tim kampanye yang keberatan, KPU mesti terbuka mengumumkannya ke publik. ”Buka saja siapa calon yang tidak reformis,” kata Agun.

Secara terpisah, mantan anggota Pansus RUU Pemilu Presiden, Effendy Choirie, menilai acara debat kehilangan esensi. KPU gagal merumuskan tema yang dikehendaki dalam UU Pemilu Presiden dan juga dalam memformat acara. Bahkan dua kali penayangan debat calon di televisi lebih didominasi oleh iklan, justru ketika UU Pemilu Presiden sudah menegaskan bahwa debat dibiayai anggaran negara.

Amat disayangkan jika acara penting tersebut kemudian malah dijadikan kesempatan stasiun televisi swasta untuk menggaet iklan sebanyak-banyaknya. Menurut Effendy, mestinya KPU mempertimbangkan penayangan debat calon di TVRI yang merupakan televisi publik.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ahmad Fauzi Ray Rangkuti menilai debat calon wapres lebih mengecewakan. Debat sama sekali tidak berkembang, isunya pun tidak jelas karena pendefinisian jati diri yang tidak jelas. Bahkan, katanya, rakyat lebih banyak disuguhi iklan yang telah menjurus pada komersialisasi acara.

Lima mencatat, setidaknya dalam setiap jeda terdapat 5-7 iklan niaga. Hal itu dinilai sudah berlebihan.

Monoton

Badan Pengawas Pemilihan Umum menilai pelaksanaan debat capres dan cawapres masih monoton sehingga tema-tema substansial yang dibutuhkan warga sebagai pengayaan preferensi untuk memilih belum tersampaikan dengan baik.

Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengatakan hal itu pada acara bimbingan teknis pengawasan pemilu di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu. ”Kami tidak boleh menilai secara materi, tetapi pelaksanaan debat masih terlalu mekanis atau monoton. Tema-tema kurang dieksplorasi,” katanya.

Moderator yang sebenarnya dapat berperan sebagai wakil masyarakat dinilai belum mengeksplorasi semua yang diungkapkan pasangan capres-cawapres. ”Dalam poin-poin tertentu sudah didapat, tetapi masih banyak hal yang masih dapat digali lebih dalam,” ujarnya. (DIK/CAS)

Lima: SBY Tak Punya Sistem Ekonomi

INILAH.COM

Politik

26/06/2009 - 09:36


Lima: SBY Tak Punya Sistem Ekonomi


INILAH.COM, Jakarta - Penampilan Susilo Bambang Yudoyono dalam debat capres putaran kedua dianggap telah memperlihatkan masih belum jelasnya sistem ekonomi yang akan diusungnya. Hal ini berbeda dengan dua capres lainnya yang telah menetapkan ciri sistem ekonomi yang akan diusungnya jika memimpin negari ini.

Sikap itu, kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima), terlihat saat masing- masing kandidat memaparkan visi dan misinya. Juga saat menjawab pertanyaan Aviliani selaku moderator, di acara yang digelar di studio Metro TV, kamis (25/6) malam itu.

Menurutnya, dua kandidat lain memiliki bentuk konsitensi pada ekonomi yang diusung untuk menyelesaikan persoalan. “Megawati Soekarnoputri dengan ekonomi kerakyatan dan Jusuf Kalla dengan ekonomi kemandirian. SBY nggak jelas,” ujarnya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (26/6).

Secara umum, Ray mengakui debat kali ini mengalami perubahan dari yang pertama. Hal ini, menurutnya, disebabkan dua faktor. Pertama, JK mampu mengubah suasana menjadi lebih hidup dan menciptakan perdebatan. Kedua, moderator sudah mulai mengarahkan dan menggali perdebatan dengan pertanyaan- pertanyaan. “Sehingga efek debat yang dihasilkan menarik,” ujarnya.[nuz]

Parpol Berhak Peroleh Salinan DPT

SUARA KARYA

KINERJA KPU
Parpol Berhak Peroleh Salinan DPT



Jumat, 26 Juni 2009

JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi partai politik atau lembaga pengawas untuk mendapatkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) 2009.

Demikian dikemukakan Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti dan pengamat politik dari UI Arbi Sanit, di Jakarta, kemarin. Menurut Ray, partai politik berhak mendapatkan salinan DPT agar dapat mengevaluasinya.

Ini, menurut dia, perlu segera dilakukan agar tidak terjadi kekisruhan yang sempat terjadi pada saat pemilu legislatif lalu. "Sebaiknya KPU segera memberikan salinannya kepada partai politik untuk dilakukan evaluasi sehingga kasus DPT yang kacau tak terjadi lagi," ujarnya.

Sebenarnya, menurut Ray, pengecekan yang dilakukan partai politik dapat mempermudah KPU melakukan perbaikan DPT. Menurut dia, jika ternyata setelah dilakukan pengecekan tidak ditemukan adanya kekeliruan dalam pencatatan daftar pemilih, maka perdebatan terhadap masalah DPT dapat dihindarkan.

Bila partai politik menemukan kesalahan pencatatan, maka KPU dapat segera melakukan perbaikan DPT.

Ray menilai, masalah daftar pemilih sangat penting dalam penyelenggaraan pemilu karena menyangkut penyelamatan hak masyarakat dalam memberikan suara saat pemungutan suara.

Di lain pihak, menurut Arbi Sanit, dengan adanya bantuan partai politik atau lembaga pengawas pemilu dalam mengevaluasi DPT maka pelacakan terhadap pemilih siluman atau ganda lebih mudah dilakukan.

Dia mencontohkan, di Jawa Timur, pada satu daerah pemilihan (dapil) atau sebuah tempat pemungutan suara (TPS), ternyata ditemukan ratusan orang yang memiliki nomor induk kependudukan (NIK) yang sama.

"Itu sangat tidak mungkin. Jika ada bantuan dari partai politik untuk mengeceknya, kita tinggal melihat kebenarannya, siapa di antara mereka yang benar sebagai pemilik NIK itu. Tinggal kita verifikasi siapa di antara mereka yang benar-benar valid datanya. Yang benar dan valid kita simpan datanya dan lainnya kita buang, kita anggap tidak ada," katanya.

Sementara itu, anggota Tim Kampanye Nasional Capres-Cawapres Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto, Arif Wibowo, mengatakan, pihaknya telah meminta KPU di daerah untuk memberikan salinan DPT Pilpres 2009.

Namun, sejauh ini pihaknya mengalami kesulitan mendapatkan salinan DPT tersebut. Ia mengatakan tim kampanye baru mengumpulkan salinan DPT dari 20 KPU kabupaten/kota saja.

Menanggapi masalah tersebut, anggota KPU Endang Sulastri menjelaskan, pihaknya telah menginstruksikan KPU daerah agar segera menyerahkan salinan DPT kepada tim kampanye peserta Pilpres 2009. Ini terkait permintaan tim kampanye yang menginginkan daftar pemilih untuk dapat dilakukan pengecekan. (Tri Handayani)

JK Sindir Jingle Indomie SBY Saling Lempar Kelakar, Mega di Bawah Standar

FAJAR


Jum'at, 26-06-09 | 09:27 | 108 View


JK Sindir Jingle Indomie SBY
Saling Lempar Kelakar, Mega di Bawah Standar



JAKARTA -- Gelak tawa dan kelakar memenuhi studio Metro TV, Jakarta, malam tadi. Debat capres yang mempertemukan Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jusuf Kalla berlangsung cair dan segar. Saling menyerang, tapi tidak menjatuhkan.

Masing-masing calon mengusung bala bantuan. Dari kubu Megawati ada ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Sekjen Pramono Anung. Prabowo Subianto yang menjadi cawapresnya tidak hadir.

Begitu pula Jusuf Kalla (JK). Wiranto yang menjadi cawapresnya tidak hadir. Namun, pejabat teras Partai Golkar memadati tribun pendukungnya. Antara lain Ketua Tim Kampanye Nasional Fachmi Idris, Ketua DPP Burhanuddin Napitupulu, Priyo Budi Santoso, Sekjen Soemarsono, dan Fuad Bawazier.

Yang terlihat full team hanya capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia datang bersama cawapres Boediono. Selain itu, Ketua Tim Sukses Nasional Hatta Rajasa datang. Begitu juga first lady Any Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono yang duduk tepat di belakang kursi SBY ketika break.

Dibandingkan putaran pertama, debat capres kemarin lebih menarik dengan lontaran jokes segar. Terutama JK yang sejak awal terus memancing SBY dan Megawati dengan sindiran bernada gurauan. SBY pun tak mau kalah. Namun, Megawati cenderung pasif.

Kelakar JK itu diawali sejak pemaparan visi dan misi. Mendapat giliran ketiga, JK menjelaskan tentang bagaimana upaya pengentasan kemiskinan. Dia mengatakan, lapangan kerja harus dibuka seluas-seluasnya. Yang bisa melakukannya selain pemerintah adalah penguasaha.

"Karena itu, kita tidak bisa menyalahkan pengusaha berambut hitam. Sebab, mereka memberi pekerjaan banyak orang," ujarnya lantas disambut tepuk tangan riuh hadirin yang memadati studio Metro TV.

Pernyataan JK itu tentu saja membalas sindiran SBY dalam sebuah kampanye. Kata SBY ketika itu, yang harus diwaspadai selain kapitalis dari luar negeri adalah kapitalis berambut hitam alias kapitalis dalam negeri. JK rupanya merasa pernyataan itu ditujukan kepadanya.

Tak berhenti sampai di situ, JK terus menyindir SBY dengan gurauan bernada sindiran. Ketika berbicara mengenai kemiskinan dan peran bulog dalam peningkatan nilai tukar petani, JK kembali melempar kelakarnya. "Kalau Pak SBY menggunakan lagu Indomie, itu berarti impor gandum kita terus tinggi," ujarnya disambut riuh penonton di studio.

SBY tak tinggal diam. Saat mendapat giliran menjawab, dia membalas pernyataan JK. "Mungkin yang dimakan Pak JK itu yang 100 persen gandum. Yang saya makan itu (mie) yang terbuat dari ketela, sagu, sukun," katanya sambil tersenyum lebar.

Upaya saling sindir itu rupanya mencairkan suasana debat yang sempat kaku. Usai sindirannya dijawab SBY, JK langsung mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. SBY lantas meraih tangan JK dan merangkul pundak JK dari belakang. Mereka kemudian berjalan kembali ke bangku pendukung sambil terus terkekeh. Kejadian itu tak disorot kamera.

Tak hanya SBY yang menjadi sasaran sindiran JK. Megawati yang terlihat tegang pun ikut disasar. Ketika topik membicarakan mengenai kredit mikro, Aviliani menanyakan apakah perempuan mendapat prioritas pemberian kredit. "Itu sudah pasti. Perempuan memang lebih teliti dalam urusan uang. Bukan begitu Bu Mega," ujarnya. Sayang, Mega irit senyum.

Boediono yang duduk di tengah pendukung SBY pun ikut-ikutan disindir JK. Ketika membicarakan mengenai subsidi untuk masyarakat, JK mengatakan, bukan jumlah subsidi yang harus dikurangi. Tapi, obyek subsidi. Misalnya, kata dia, subsidi negara banyak digunakan untuk minyak gas dan pembangkit listrik.

"Untuk meringankan beban negara, kita konversi minyak gas ke elpiji. Listrik yang menggunakan solar, teknologinya harus kita ganti," katanya. Karena itu, dia pernah mengusulkan pembangunan pembangkit listrik untuk menyuplai energi sebesar 10.000 megawatt. "Itu dulu pernah ditolak sama Pak Boediono," ujarnya sambil memandang Boediono. Mantan Gubernur BI itupun hanya tersenyum kecil.

SBY pun terpancing menengahi. Dia mengakui, usul itu pernah ditolak. Sebab, saat itu belum ada garansi yang jelas. Namun, proyek tersebut akhirnya disetujui. "Iya, kalau tidak disetujui, listrik akan sering mati," ujarnya lantas terkekeh.

Megawati yang sejak awal irit senyum, lama kelamaan mulai terpancing. Ketika membahas Undang-Undang Tenaga Kerja, JK memaparkan mengenai revisi undang-undang tersebut agar bisa menguntungkan kedua belah pihak.

Megawati pun membalas. "Kalau Pak JK itu seperti itu karena kerja dulu ngikut saya," ujarnya. JK dulu adalah Menko Kesra di era pemerintahan Mega. JK pun menyahut. "Tapi baik kan bu kerja saya," ujarnya. Mega menggeleng. "Ya enggak dong," kata Mega dengan mimik cemberut lantas menahan senyum.

Iklan Tetap Dikeluhkan

Pengamat politik dari UI Andrinof Chaniago menilai suasana debat capres kali ini sudah jauh lebih baik dan mencerahkan bagi masyarakat. Menurut dia, Jusuf Kalla telah mempelopori membuat debat menjadi hidup.

Seiring itu, SBY juga mampu mengimbangi. "Sayangnya, Mega tidak banyak berubah dan sering menghilangkan kesempatan," katanya. Berapa point untuk ketiga kandidat? "Mega 6,5; SBY 8,5; dan JK 8,8," jawab Andrinof.

Komentar senada juga datang dari Burhanudin Muhtadi, peneliti senior LSI. Dia menyebut Mega masih tetap normatif, tidak fokus, dan terkesan tidak menguasai masalah. "Alih-alih bicara langkah konkret pengentasan kemiskinan, Mega sudah gagal mengidentifikasi masalah," cetusnya.

Salah satu penyebabnya, ungkap Burhan, Mega terlalu sering melihat masa lalu ketika dia menjadi presiden. "Mega lupa sentimen publik terhadap pemerintahannya dulu cenderung negatif," kata Burhan.

Sebaliknya, SBY sangat sistematis dan tampak berupaya keras menjual klaim keberhasilan pemerintahannya. Mulai soal penurunan angka kemiskinan, PNPM, sampai BLT. "SBY mengajukan solusi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Tapi, SBY juga kurang memberi langkah-langkah konkret," ujarnya.

Burhan menilai, Jusuf Kalla justru berhasil menampilkan diferensiasi dari kandidat yang lain. Salah satunya dengan memunculkan ide-ide yang �tidak lazim�, seperti penurunan suku bunga bank untuk menghidupkan aktivitas ekonomi. JK, imbuh Burhan, juga sukses menyindir SBY dengan sangat elegan dan mengena. Misalnya, saat JK menyindir iklan SBY yang memakai jingle sebuah produk mie instant.

"Kesimpulannya, JK menjadi bintang debat malam ini dengan point 8,5. Penampilan SBY stardar saja dengan point 7. Sedangkan, Mega di bawah standar dengan point 4," kata Burhan.

Direktur Lingkar Madani (Lima) untuk Indonesia Ray rangkuti menyayangkan tampilan iklan niaga yang tetap marak. Intensitasnya antara 5-11 kali di setiap jeda iklan. Sedangkan, iklan capres Megawati tampil 9 kali, SBY 5 kali, dan JK 2 kali.

"Sejujurnya iklan ini membuat tensi menurun. Bawaslu harus segera memanggil KPU untuk menjelaskan soal iklan. Sebab, anggaran debat ini berasal dari negara," tegasnya. (aga/pri)

Debat Mulai "Menggigit"

KOMPAS


Debat Mulai "Menggigit"



Jumat, 26 Juni 2009 | 03:18 WIB



Jakarta, Kompas - Harapan untuk mendapatkan pertukaran ide dan gagasan mulai muncul dalam debat calon presiden yang berlangsung di studio MetroTV, Kamis (25/6) malam. Calon presiden, terutama M Jusuf Kalla, secara lugas maupun implisit memperlihatkan pandangan yang berbeda dari calon lain.

Secara umum, perdebatan bertema ”Mengentaskan Kemiskinan dan Pengangguran” yang dipandu ekonom Aviliani ini berlangsung lebih cair ketimbang pelaksanaan debat sebelumnya. Aviliani, misalnya, mempersilakan para capres berjalan di sekitar panggung.

Jusuf Kalla pun beberapa kali keluar dari podiumnya saat menanggapi pertanyaan moderator. Sementara Megawati Soekarnoputri maupun Susilo Bambang Yudhoyono tetap bertahan di podium mereka selama perdebatan.

Saling lempar pernyataan yang ”menyerang” pun mulai terlihat. Kalla, misalnya, memberikan tekanan pada soal iklan kampanye Yudhoyono yang merupakan adaptasi iklan produk mi instan yang ia kaitkan dengan impor gandum, soal penjaminan untuk proyek listrik, kinerja tim negosiasi ulang penjualan gas Tangguh, serta konsep bantuan langsung tunai.

Sebaliknya, SBY pun mencoba membalasnya. Misalnya, kritik Kalla yang menyatakan bahwa konsumsi mi instan hanya meningkatkan impor gandum dibalas SBY bahwa bahan mi pun bisa dicampur dengan sagu atau singkong, tidak melulu gandum.

Visi dan misi

Mengawali debat, dalam penyampaian misi dan visi tentang pengentasan kemiskinan dan pengangguran, Megawati menekankan pentingnya dihidupkan lagi prinsip gotong royong serta memberikan perhatian lebih pada keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan segala kekayaan sumber daya alamnya.

Sementara Yudhoyono mengingatkan bahwa pengentasan kemiskinan dan pengangguran merupakan proses berlanjut. Bahkan, di negara-negara dengan pertumbuhan tertinggi di dunia, seperti China dan India, pun penurunan secara tajam tidak bisa dilakukan. Sebagai capres yang memegang posisi incumbent, SBY menuturkan beragam langkah dan pencapaian pemerintahan dalam lima tahun terakhir.

Dua pendekatan ditekankan capres dengan nomor urut 2 ini, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi dan intervensi pemerintah untuk membantu rakyat miskin.

Kalla memfokuskan misi pengentasan kemiskinan dengan mendongkrak sektor pertanian dan perniagaan. Kedua sektor ini menyerap sekitar 60 persen tenaga kerja di Indonesia saat ini.

”Memberikan ikan dan pancing tidak cukup. Sekarang bangsa ini harus sanggup bikin sendiri perahu dan pancingnya. Tumbuh dengan kemampuan sendiri, bukan hanya kirim TKI ke luar negeri dengan banyak masalahnya,” ujar JK.

JK berulang kali mengkritisi pandangan ekonomi capres SBY dan cawapresnya, Boediono. Menanggapi kritik yang dilontarkan JK dengan gaya rileks itu, SBY pun berulang kali memberikan klarifikasi.

Pada kesempatan lain, JK juga mengkritik Mega terkait dengan penetapan harga jual gas Tangguh yang amat rendah. Harga jual gas itu saat ini sudah dinegosiasikan kembali. ”Tetapi, entah kenapa tim Pak SBY jalannya lambat sekali,” ujar JK yang disambut riuh penonton.

Dalam kapasitas sebagai wapres, JK sempat menginisiasi ulang harga jual gas Tangguh. Namun, saat ini tim negosiasi yang dipimpin menteri koordinator ekonomi yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Kritik juga kembali dilontarkan JK ketika menyampaikan perlunya penurunan imbal hasil obligasi syariah. ”Yield sukuk 11 persen itu terlalu tinggi, maaf Pak, kita sama-sama di pemerintah, tapi entah kenapa itu jadinya mahal, saya sudah bilang di sidang kabinet, itu terlalu mahal,” ujar JK.

Diapresiasi

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Benny Soetrisno menilai, SBY menyampaikan pemikirannya dengan sistematis dan komprehensif, tetapi belum jelas bagaimana ide itu dapat dicapai. ”Pak SBY punya kehendak bagus, tetapi bagi kami belum terlihat bagaimana kehendak yang bagus itu akan dicapai,” ujar Benny yang juga Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia.

SBY dan Megawati, menurut Benny, juga belum menawarkan langkah terobosan dalam penciptaan lapangan kerja. ”Penyampaian Megawati masih banyak pada tataran filosofis,” ujarnya.

Sementara JK menawarkan langkah yang relatif lebih konkret. Ia menegaskan pentingnya Undang-Undang Ketenagakerjaan segera direvisi demi kepentingan tenaga kerja maupun pengusaha. JK juga menegaskan, penghentian ekspor gas selama kebutuhan domestik belum terpenuhi serta perlunya Bank Indonesia lebih agresif mendorong penurunan bunga kredit.

Jalannya debat diapresiasi oleh Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampouw dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ahmad Fauzi Ray Rangkuti. Bagi Jeirry, debat lebih cair dan rileks serta lebih hidup ketimbang dua kali debat sebelumnya sekalipun substansi debat belum tampak optimal karena tidak ada saling tanya antarcalon.

Menurut Ray, pancingan Kalla membuat situasi debat menjadi lebih menarik. Hal itu membuktikan bahwa debat bukanlah sesuatu yang mesti ditakuti.

Debat antarcalon wakil presiden akan dilaksanakan Selasa mendatang dengan tema ”Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”. Debat terakhir calon presiden akan diselenggarakan pada 2 Juli mendatang, bertema ”NKRI, Demokrasi, dan Otonomi Daerah”. (DIK/SIE/DAY)

Waspada Pemilih ‘Gaib’ Gentayangan

INILAH.COM



25/06/09 09:44


Waspada Pemilih ‘Gaib’ Gentayangan


R Ferdian Andi R


Ray Rangkuti
[inilah.com /Raya Abdullah]

INILAH.COM, Jakarta – Kekacauan DPT yang terjadi dalam pemilu legislatif sepertinya bakal terulang dalam Pemilu Presiden 2009 mendatang. Indikasi tersebut semakin menyurutkan semangat mewujudkan pemilu yang jujur, adil dan transparan.

Sinyalmen tersebut muncul dari 35 Kabupaten/Kota di provinsi Jawa Timur yang ditemukan sekitar 2,2 juta daftar pemilih tetap (DPT) fiktif. Modusnya pun tak jauh berbeda saat berlangsungnya pemilu kepala daerah Jawa Timur pada Februari lalu.

Modus operandi DPT fiktif di Jawa Timur tersebut yaitu terdapat pemilih dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sama, tetapi namanya berbeda, dan terdaftar di TPS yang berbeda.

Ada pula yang NIK dan namanya sama, tetapi terdaftar di TPS yang berbeda. Juga ditemukan NIK, nama, dan TPS-nya sama, tetapi nomor urutnya berbeda. Selain itu, ditemukan pula NIK-nya sama, tetapi nama, TPS, dan nomor urut berbeda.

Menurut Ketua Pemuda Pancasila Jawa Timur La Nyalla M Mattalitti yang telah melaporkan DPT fiktif tersebut ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), manipulasi DPT tersebut modusnya tak jauh berbeda dengan kecurangan saat pilkada Jawa Timur lalu.

“Modusnya tak berbeda dengan DPT fiktif saat pilkada Jatim Februari lalu,” katanya kepada INILAH.COM, Rabu (24/6) di Jakarta. Nyalla mengaku, sumber DPT fiktif tersebut didapatkan dari oknum KPU provinsi Jawa Timur yang peduli dengan proses pemilu yang jujur, adil dan transparan.

“Kami mendapatkan soft copy dari oknum KPU Provinsi Jawa Timur yang peduli dengan pemilu yang jujur, adil dan transparan,” akunya. Ia mencontohkan DPT di Kabupaten Jember dengan total 1,7 juta pemilih ditemukan sebanyak 424 ribu terindikasikan fiktif.

Nyalla berkeyakinan DPT fiktif yang ditemukan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, juga terjadi di provinsi lainnya terutama di pulau Jawa yang memiliki jumlah pemilih gemuk. “Saya punya keyakinan, DPT fiktif juga ditemui di Jawa Tengah, Jawa Barat,” tegasnya.

Kendati demikian, Nyalla mengaku kecewa dengan respons KPU dan Bawaslu yang tak serius. “Sayangnya, sampai sekarang KPU dan Bawaslu santai-santai saja menerima laporan dari kami,” keluhnya.

Merespon informasi soal DPT fiktif, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menegaskan, sikap KPU yang tak ambil pusing atas laporan tersebut menunjukkan lemahnya pemahaman atas makna demokrasi.

“Sikap KPU tidak terkepas dari tidak adanya punishment atas 20 juta pemilih yang tak terdaftar dalam pemilu legislatif lalu. Jadi laporan semacam itu dianggap angin lalu, toh tidak memberi dampak apapun,” katanya. Justru jika merespons laporan soal DPT fiktif, menurut Ray, KPU pusat seperti mengorbankan jajaran KPU di tingkat daerah.

Terkait ditemukannya DPT fiktif di Provinsi Jawa Timur, cukup bisa dipahami karena jarak pemilu legislatif dan pemilu presiden tak terlalu jauh. Ray menduga, bisa saja, munculnya dugaan DPT fiktif karena KPU dalam penyusunan DPT hanya menghimpun namun tidak menyisir satu persatu.

Laporan dugaan DPT fiktif seharusnya mendapat sorotan serius dari penyelenggara pemilu. Karena, DPT yang valid menjadi pintu awal menciptakan pemilu yang jujur, adil dan transparan. [E1]

Tema Masih Klise, Debat Cawapres Tidak Konkret

RADAR JOGJA

Kamis 25 Juni 2009

Tema Masih Klise, Debat Cawapres Tidak Konkret

JAKARTA – Kualitas debat cawapres yang dihelat kali pertama tadi malam tak jauh berbeda dengan debat capres sebelumnya. Meski lebih hidup, keduanya kurang menarik ditonton dan tidak menawarkan sesuatu yang baru. Yang membuat sedikit punya gereget, acara yang disiarkan langsung beberapa televisi swasta dari hall Senayan City mulai pukul 19.00 itu diwarnai aksi panggung cawapres.

Salah satunya, aksi cawapres Prabowo Subianto yang mendapatkan giliran tampil pertama. Ketika sedang menyampaikan pokok-pokok pikirannya, cawapres yang mendampingi Megawati Soekarnoputri tersebut tiba-tiba mengeluarkan selembar uang Rp 20 ribu dari kantongnya. Waktu itu, mantan Danjen Kopassus tersebut berbicara soal kemiskinan.

Dia menyebut, masih banyak rakyat Indonesia yang hidup dengan pendapatan di bawah Rp 20 ribu per hari. ’’Berdasar standar Bank Dunia, hampir 50 persen penduduk Indonesia, yakni 115 juta orang, hidup dengan pendapatan kurang dari Rp 20 ribu per hari. Kalau di sini (Senayan City), mungkin itu tak cukup untuk membeli secangkir kopi,’’ kata Prabowo seraya menunjukkan lembaran uang Rp 20 ribu.

Secara keseluruhan, Prabowo relatif konsisten dengan visi dan misinya sejak awal. Sementara itu, cawapres pasangan SBY, Boediono, meski terkadang normatif, bisa menampilkan jawaban yang bervariasi. Cawapres pasangan Jusuf Kalla, Wiranto, adalah yang paling konsisten menanggapi jawaban Boediono.

Misalnya, saat Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat yang menjadi moderator mengajukan pertanyaan terkait posisi agama dengan negara. Boediono yang mendapatkan kesempatan pertama menyatakan, agama harus ditempatkan di posisi sakral. ”Tidak bisa dijadikan satu secara politis. Pemerintah harus menyediakan aturan yang menjamin setiap pihak tidak mengganggu kebebasan agama orang lain,” kata Boediono.

Wiranto langsung menanggapi pernyataan Boediono. ”Jawaban Pak Boediono itu bagus, tapi terlalu normatif,” katanya. Menurut dia, agama memang harus disakralkan. Namun, substansi agama bisa dimasukkan secara politis. ”Maksudnya, politik demi kesejahteraan, substansi agama bisa dimasukkan,” ujarnya. Jawaban Prabowo seragam dengan Boediono.

Terkait konsistensi Prabowo, itu muncul di setiap jawaban yang disampaikan. Prabowo selalu menggambarkan adanya kesalahan sistemik di pemerintahan. Itu yang pertama harus diubah. Setelah pemerintahan ditata ulang, baru bidang lain bisa muncul perubahan. ”Sistem harus dikoreksi. Barulah yang lain berjalan,” kata Prabowo.

Meski debat sedikit lebih hidup, Direktur Eksekutif Cetro Hadar Navis Gumay menilai tetap saja ada kekurangan. Dia menyatakan, jeda iklan dalam debat cawapres terlalu sering. Padahal, debat pilpres menggunakan APBN. ”Iklan itu cukup di awal dan akhir demi memperkuat substansi debatnya,” jelas Hadar.

Anggota KPU I Gusti Putu Artha menambahkan, ada perubahan positif dalam debat. Namun, tetap ada kekurangan. Misalnya, posisi para calon. KPU meminta agar dibuat setting setengah melingkar. Namun, tetap saja dibuat sejajar. ”Tetap ada evaluasi,” kata Putu.

Manfaatkan Jeda

Seringnya jeda iklan benar-benar dimanfaatkan tiga cawapres. Dalam beberapa kesempatan, Prabowo selalu mendapat wejangan dari sang adik, Hashim Djojohadikusumo dan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani. Walaupun jarak dari penonton ke hall Senayan City cukup jauh, Hashim kerap berbicara dengan berbisik. Satu hal yang tak pernah lepas dari Prabowo saat jeda adalah sepotong tisu. Beberapa kali dia mengusap mukanya dengan tisu meski tidak berkeringat sama sekali.

Berbeda lagi dengan Boediono. Mantan gubernur BI itu selalu mendapat dukungan dari anggota tim sukses SBY-Boediono, Choel Malarangeng. Salah seorang perumus pencitraan SBY-Boediono itu selalu menyelipkan krepekan. Mungkin maksudnya sebagai panduan.

Namun, dalam setiap sesi Boediono kerap tidak menggunakan contekan itu. Boediono sendiri adalah cawapres yang paling berkeringat. Dalam beberapa sesi, jawabannya memang kerap ”diserang” Wiranto. Pantas saja, saat jeda Boediono paling kerap di-make-up ulang.

Bagaimana Wiranto? Cawapres yang satu ini didukung Johan Silalahi, salah satu pendukung tim sukses JK-Wiranto. Uniknya, Wiranto adalah yang paling kerap minum. Suguhan kopi, teh, dan air putih paling sering diminumnya.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Harris mengatakan, secara umum setiap cawapres memiliki kekuatan di tema-tema tertentu. Ada yang kuat di tema ekonomi, tapi lemah di tema lain. ’’Kekuatannya tidak merata di semua tema,’’ ujarnya tadi malam.

Prabowo, misalnya. Kata Syamsuddin, dia kuat di topik bencana dan kecelakaan transportasi. Prabowo mengatakan bahwa kecelakaan tersebut menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah. ’’Paling tidak, Prabowo lebih jelas daripada calon lain. Dia menjelaskan bagaimana membenahinya secara sistematis. Ini berkaitan dengan kapasitas negara yang gagal mengelola,’’ katanya.

Begitu juga Wiranto. Mantan Panglima ABRI itu agak lebih baik di topik penanganan konflik. Yakni, menyelesaikan kebutuhan dasar rakyat terlebih dahulu karena dianggap sebagai akar masalah. ’’Yang lain tidak terlalu konkret,’’ katanya.

Wiranto juga tampil prima di topik agama dan negara. Dia lebih memosisikan agama sebagai fungsi etik agar kehidupan politik memiliki nilai moral. ’’Prabowo dan Boediono sendiri justru kabur dalam memosisikan agama,’’ katanya.

Secara umum, setiap cawapres memiliki kecenderungan tertentu dalam menyikapi kasus. Boediono, misalnya. Dia selalu menyikapi persoalan dari kacamata ekonomi. Sedangkan Prabowo memang menjanjikan perubahan. Namun, bagaimana semua itu dicapai tidak dijelaskan. ’’Dia hanya menjanjikan kondisinya akan lebih baik, tapi upaya mencapai kondisi itu tidak dijelaskan,’’ katanya.

Wiranto pun setali tiga uang. Dia bagus hanya pada tema-tema tertentu. Selain tema yang dia kuasai, jawabannya cenderung mengambang. Di sisi lain, Syamsuddin menilai debat cawapres tadi malam tidak menawarkan sesuatu yang baru. Tema debat pun klise.

’’Temanya masak Jati Diri Bangsa. Itu kan tidak jelas arahnya ke mana,’’ katanya.
Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanudin Muhtadi menilai kualitas debat cawapres sedikit lebih baik daripada sebelumnya. Kualitas pertanyan moderator, imbuh dia, juga lebih menukik.

Direktur Lingkar Madani (Lima) untuk Indonesia Ray Rangkuti menyesalkan semakin banyaknya iklan yang mewarnai debat cawapres. Menurut catatan lembaganya, dalam setiap jeda setidaknya muncul 5-7 iklan niaga dan iklan pasangan capres-cawapres sampai 4 kali. ’’Iklan terbanyak adalah SBY-Boediono, kedua Mega-Prabowo, dan ketiga JK-Wiranto,’’ katanya. (bay/pri/oki/kum)

Mega Bisa Debat Data Kemiskinan

SINAR HARAPAN


Kamis, 25 Juni 2009 13:56


Mega Bisa Debat Data Kemiskinan


OLEH: ROMAULI



Jakarta – Calon presiden (capres) Megawati Soekarnoputri bisa memperdebatkan data kemiskinan dan pengangguran yang dimiliki Susilo Bambang Yudhoyono.



Debat capres, Kamis (25/6) ini akan lebih menarik kalau data kemiskinan dan pengangguran dipertanyakan Mega.

Debat capres dengan tema “Mengentaskan Kemiskinan dan Pengangguran” ini akan dipandu Aviliani dan berlangsung di Studio Metro TV. Debat untuk meyakinkan pemilih pada pemilihan umum presiden (pilpres) 8 Juli 2009 ini akan dimulai pada pukul 19.00 hingga 21.00.

Mantan Anggota KPU periode 2003-2008 Mulyana W Kusuma di Jakarta, Kamis (25/6), di Jakarta mengatakan, seharusnya tema debat capres kali ini dapat semakin menarik jika lawan incumbent sekarang, yaitu Megawati, mampu mengonter semua data yang dimiliki Yudhoyono dan Jusuf Kalla, terutama data dan angka tentang kemiskinan dan pengangguran.

“Inilah saatnya kubu Mega mengonter data dan kebijakan Yudhoyono-Kalla. Apa yang terjadi terkait program BLT, saatnya mereka mengungkapkannya,” kata Mulyana. Bahkan, katanya, capres Megawati seharusnya dapat memberikan konsep alternatif penyelesaian atas persoalan pengentasan kemiskinan dan pengangguran.

Spesifik dan Normatif

Menurutnya, hal ini perlu dilakukan agar perdebatannya spesifik dan tidak normatif dibandingkan perdebatan capres tahap I, Kamis (18/6). Dia menambahkan, peran moderator sangat penting. Kendati ada batasan KPU, seharusnya moderator tidak terlampau terkungkung aturan. Peran moderator ini untuk menggali agar mengungkap secara konkret apa yang bisa diungkap dari setiap capres.

Mulyana menambahkan, akan sangat menarik jika pada debat putaran terakhir 2 Juli nanti, capres dan cawapres dihadirkan bersama. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang (UU) Pasal 38 dan Pasal 39 UU No 42/2008, sehingga pemilih tahu secara utuh kombinasi masing-masing pasangan ini.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) kepada SH, Kamis, mengatakan, dalam momen ini seharusnya tiga pasang capres mengungkapkan perbedaan masing-masing dengan nyata dan tegas. Sebab, katanya, esensi perdebatan adalah pernyataan dan pencarian perbedaan untuk saling memahami.

“Sementara pencarian kesamaan adalah melalui dialog. Format perdebatan nanti malam diharapkan benar-benar mencari perbedaan,” kata Ray.

Dia mengatakan, moderator selaku pemandu Debat Capres II ini sebaiknya langsung masuk pada esensi perbedaan dengan menghilangkan pertanyaan terbuka. Sebab pertanyaan terbuka akan melahirkan jawaban narasi yang membosankan. Di samping itu, pertanyaan yang harus dihindari moderator adalah pertanyaan yang jawabannya sudah diketahui, terutama yang berkaitan dengan visi dan misi.

Ray mengatakan, moderator dapat masuk ke dalam tiga model ekonomi yang ditawarkan, antara lain tentang perbedaan, terkait keunggulan suatu model ekonomi dan kekurangan dari model ekonomi yang sekarang.

“Apa keberatan mereka pada utang, investasi asing, BLT, dan lain sebagainya. Pergunakan panggung sebaik-baiknya,” kata Ray.

Dia mengatakan, iklan niaga wajib dikurangi. Untuk tema ini Jusuf Kalla dapat dipastikan akan mengarah pada kemandirian dan kontroversi ide BLT dan konversi minyak tanah ke gas. Megawati lebih fokus pada ekonomi kerakyatan, sementara Susilo Bambang Yudhoyono pada program “Lanjutkan” dalam hal pengurangan kemiskinan dan pengangguran.

Prabowo Tak Agresif, Wiranto Lebih Menarik

SUARA MERDEKA

Berita Utama

25 Juni 2009


Prabowo Tak Agresif, Wiranto Lebih Menarik


JAKARTA - Pakar politik dan peneliti LIPI, Dr Hermawan Sulistiyo menilai, Cawapres Prabowo Subianto gagal tampil agresif sebagaimana diharapkan publik. Bahkan dari ketiga cawapres yang tampil dalam debat bertopik Pembangunan Jati Diri Bangsa itu, Wiranto disebutnya sebagai paling menarik.

”Yah, Wiranto ternyata menarik sekali ditonton. Padahal, banyak yang berharap Prabowo Subianto lebih agresif, ternyata malah normatif,” katanya di Jakarta, kemarin.

Hermawan juga menilai penampilan Boediono, seperti sudah diduga banyak orang, normatif dan datar-datar saja. ”Tetapi tak masalah. Sebab untuk ke depan, mereka kan cuma wapres, jadi tidak begitu menentukan,” sambung Hermawan.

Terpisah pakar politik Tjipta Lesmana mengatakan, secara keseluruhan debat yang dipandu Prof Dr Komarudin Hidayat ini lebih bagus karena lebih substanstif, lebih bermutu, dan aturannya lebih longgar.

Misalnya, batasan memberi tepuk tangan tidak lagi saat setiap para cawapres menjelaskan dan memaparkan programnya. Selain itu, dari sisi artikulasi, pengertian debat sudah muncul. Perdebatan mulai terlihat dari upaya menyerang pasangan cawapres. Misalnya, dalam pertanyaan yang dilontarkan moderator tentang agama, dengan bantahannya yang cukup pedas, Wiranto mengatakan bahwa Boediono jangan hanya bersikap normatif.

Dia memperkirakan debat cawapres itu mampu mempengaruhi pemilih. Hal itu, katanya, bisa dilihat dari hasil polling SMS yang dilakukan stasiun televisi Metro TV. Meski itu bukan gambaran realitas, paling tidak suara dukungan bagi cawapres ini mengalami perubahan.

’’Sedikit banyak hal itu bisa mempengaruhi. Saya perhatikan polling SMS, meski itu tidak mewakili suara rakyat. Sebelum debat cawapres, polling SMS bagi Prabowo 24 persen, namun begitu debat, suaranya perlahan-lahan naik dan meningkat tajam menjadi 31,69 persen. Berbeda dengan Boediono yang turun dari 52 persen menjadi 44 persen. Sementara itu, Wiranto tidak banyak berubah dan konstan sebanyak 24 persen,’’kata Tjipta.

Dari sisi performa, Prabowo dinilai lebih bagus dan mantap. Suaranya keras dan tegas selama debat. Pemaparannya juga cukup jelas, mulai dari visi dan misi kenapa bangsa ini menjadi terpuruk, yang menurutnya, kuncinya karena sumber daya alam yang dikuasai asing.

Sementara itu, sikap Boediono yang canggung di depan publik menurutnya wajar, karena Boediono selama ini dikenal sebagai ekonom, seorang dosen sehingga dimaklumi saat Boediono grogi dihadapkan pada persoalan yang jauh dari bidangnya seperti isu politik dan agama.

Diperlonggar
Tjipta berharap, ke depan, KPU harus didesak memperlonggar aturan debat. Moderator sebaiknya diberi keleluasaan memandu debat dan jangan terlalu dibatasi dengan aturan. KPU sebaiknya tidak perlu mengkhawatirkan bahwa debat akan terjadi di luar kendali.

’’Kalau sudah lepas kendali dan panas, moderator bisa mengintervensi. Janganlah terlalu takut debat ini keluar kendali, ini penting bagi rakyat. Debat ini untuk melihat apakah ucapan para calon itu logis atau tidak. Kita akan tahu saat adu argumentasi langsung,’’ katanya.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti perdebatan tidak lebih mengecewakan. Format debat tidak berkembang, isu dan definisi pembangunan jati diri bangsa tidak jelas. Dari balik kaca televisi, iklan banyak disuguhkan. Setidaknya tiap jeda ada 5 hingga 7 iklan niaga.

Iklan capres-cawapres paling banyak empat kali. Iklan capres terbanyak adalah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, lalu Megawati Seokarnoputri-Prabowo Subianto, dan ketiga iklan Jusuf Kalla-Wiranto.

Pengamat politik dari LIPI Dr Siti Zuhro menilai, pemaparan visi-misi terkait otonomi dan desentralisasi masih abstrak. “Tetapi bukan berarti yang menarik. Jika tidak diimbangi dengan langkah konkret, merakyat tidak akan berpengaruh signifikan,” katanya.(di-76)

DEBAT KANDIDAT: KPU: Ke Depan Harus Lebih Dinamis

LAMPUNG POST


Kamis, 25 Juni 2009

INDONESIA MEMILIH



DEBAT KANDIDAT: KPU: Ke Depan Harus Lebih Dinamis


JAKARTA (Lampost): Komisi Pemilihan Umum (KPU) berupaya memperbaiki debat capres-cawapres agar lebih dinamis. Pasalnya, dari dua debat yang telah digelar, belum menunjukkan gregetnya.

"Kami mempertimbangkan capres-cawapres yang berdebat juga boleh mobile. Moderator yang memandu debat bisa lebih fleksibel dan supaya debat tidak monoton," kata anggota KPU I Gusti Putu Artha usai rapat dengan tim kampanye capres-cawapres di kantornya, Rabu (24-6).

KPU dan tim kampanye masing-masing calon sepakat untuk menyempurnakan teknis debat calon. Penyempurnaan itu dilakukan tanpa mengubah format debat yang sudah disepakati sebelumnya. Tim kampanye yang hadir adalah Arif Budimanta selaku tim kampanye Mega-Pro, Milton Pakpahan, selaku tim kampanye SBY-Boediono, dan Chairuman Harahap selaku tim kampanye JK-Win.

"Capres-cawapres tidak hanya berdiri di posisi yang sama pada saat debat, tapi bisa bergerak atau mendekati penonton. Itu sangat tergantung kondisi lapangan," kata dia.

Hasil evaluasi secara umum, menurut Artha, debat cawapres Selasa (23-6) lebih baik dari debat capres yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Namun, Artha mengaku masih belum puas atas pelaksanaan debat tersebut. Menurut dia, masing-masing segmen dikelompokkan tersendiri supaya setiap segmen bisa terlihat utuh, termasuk pendalaman, debat, diskusi, dan pernyataan penutup.

Sebelum, berbagai pandangan dari sejumlah pengamat tentang debat cawapres. Bahkan, acara yang disiarkan langsung televisi ini dinilai sebagai program iklan dengan acara debat. Namun, ada juga menilai lebih baik dari debat capres.

Hal ini diungkapkan Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti. "Sama sekali tidak berkembang dari debat capres sebelumnya. Isu yang ditampilkan dan jawaban masing-masing cawapres tidak jelas. Defenisi jati diri juga tidak jelas," kata Ray.

Dia mengatakan pihaknya mencatat setiap jeda ada lima hingga tujuh iklan komersial. Iklan paling banyak, menurut Ray, adalah SBY-Boediono, kedua iklan Megawati-Prabowo, dan ketiga JK-Wiranto.

"Jadi kelihatan debat ini menjadi program basa-basi yang dikelola dengan setengah hati, atau lebih mirip program iklan dengan acara debat. Ini harus diubah," tegas Ray.

Namun, pengamat lainnya menilai debat cawapres lebih hidup dan santai dibanding debat capres sebelumnya yang cenderung lebih kaku.

Direktur Pusat Kajian Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardhani, di Jakarta, mengatakan, pada debat kali ini cawapres Wiranto mampu menguasai panggung. Lantunan bait-bait lagu di sela-sela pemaparan visi dan misi, katanya, memberikan nilai lebih bagi Wiranto karena dapat mencairkan suasana tegang saat debat.

"Debat kali ini lebih santai, dalam perjalanan debat, Wiranto tampak lebih unggul dalam penguasaan panggung meskipun program yang disampaikan kurang konkret," kata dia. n MI/K-3

Rabu, 24 Juni 2009

KPU Tak Transparan Soal Iklan dalam Debat Capres

SUARA PEMBARUAN


24-06-2009


KPU Tak Transparan Soal Iklan dalam Debat Capres


[JAKARTA] Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak transparan soal kontrak dengan lima stasiun televisi swasta yang menyelenggarakan debat capres-cawapres. Sebab, kontrak tersebut mengakomodasi maraknya iklan kampanye tiga kandidat, yang dikritik sangat mengganggu format debat.

Sesuai UU 42/2008 tentang Pilpres, dinyatakan bahwa debat dibiayai APBN. Dengan demikian, KPU seharusnya mengedepankan format debat yang lebih berkualitas, bukan mengorbankannya dengan alasan penghematan anggaran melalui kerja sama dengan televisi swasta.

"KPU tidak pernah menjelaskan atau memberitahukan kepada Bawaslu soal mekanisme dan kontrak yang dibuat dengan pihak media terkait anggaran untuk acara debat capres dan cawapres," kata anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo, di Jakarta, Rabu (24/6).

Pernyataannya itu menyikapi kritik terhadap maraknya jeda iklan kampanye tiga kandidat yang menyita alokasi waktu debat capres-cawapres yang disiarkan secara langsung oleh lima stasiun televisi swasta.

Untuk itu, lanjut Bambang, Bawaslu akan membahas penayangan iklan niaga dan iklan kampanye di sela-sela debat capres-cawapres yang dinilai terlalu berlebihan. "Kita akan rapat dulu soal ini," ujarnya.

Terkait dua kali debat yang telah dilakukan KPU, Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, dan peneliti pada Indonesian Budget Center Arif Nur Alam, sepakat bahwa acara itu terganggu banyaknya jeda iklan, terutama iklan kampanye tiga kandidat.

"Debat sudah mulai hidup, tapi agak mengendur karena terlalu banyak break di tengah-tengah acara," ujar Hadar.

Hal senada dinyatakan Ray Rangkuti. "Kita lebih banyak disuguhi iklan," tegasnya.

Sementara itu, Arif Nur Alam menilai, iklan yang tampil di tengah-tengah debat dikhawatirkan mencederai independensi KPU. "Dalam debat capres maupun cawapres, tidak semestinya mengakomodasi iklan dari kandidat," katanya.

Baik Hadar, Ray, maupun Arif sepakat, iklan yang ditayangkan dalam acara debat capres-cawapres, mengganggu esensi debat itu sendiri. Selain mengendurkan jawaban-jawaban yang sudah mulai memanas, munculnya iklan juga tidak etis.

Apalagi, UU 42/2008 tentang Pilpres, pada Pasal 39 Ayat (7) jelas-jelas menyebutkan bahwa debat itu dibiayai APBN. Artinya, debat seharusnya bebas dari iklan. "Kalaupun ada iklan, sebaiknya ditayangkan pada awal dan akhir acara," usul Hadar.

Lima mencatat, selama debat cawapres ada 5-7 kali jeda untuk iklan, yang empat di antaranya merupakan iklan kampanye kandidat. "Yang terbanyak iklan dari SBY-Boediono disusul Mega-Prabowo dan iklan JK-Wiranto," ungkap Ray.


Menurutnya, kehadiran iklan sangat berlebihan, sehingga KPU wajib menjelaskan kontrak mereka dengan televisi swasta penyelenggara debat. "Bawaslu sebaiknya meninjau kontrak tersebut, ke mana dana negara dan dana pemasukan iklan," ujarnya.

Dia menambahkan, debat capres-cawapres seharusnya tidak masuk ranah niaga. Sehingga durasi 120 menit tidak terpotong 30 menit untuk iklan.

"Acara itu seharusnya juga menggunakan televisi nasional, yakni TVRI, yang jangkauannya luas hingga ke pedesaan, jika memang tujuan debat untuk memperkenalkan capres dan cawapres ke masyarakat seluruh Indonesia," jelasnya.

Secara terpisah, anggota KPU, I Gusti Putu Artha mengakui, sudah ada anggaran untuk debat senilai Rp 750 juta. Tetapi, melalui kerja sama dengan lima stasiun TV swasta, anggaran itu tidak semuanya dikeluarkan.

"Perjanjiannya, KPU cukup membiayai honor moderator dan konsumsi buat undangan. Sedangkan tata ruang dan urusan yang lain, ditanggung oleh televisi yang bersangkutan," jelasnya.

Dia menegaskan ada penghematan anggaran melalui kerja sama tersebut. Namun, dia enggan mengungkapkan berapa dana yang dihemat.

Putu menambahkan, hadirnya iklan di tengah debat, merupakan hasil kesepakatan KPU dengan stasiun televisi sebagai tuan rumah debat. "Disepakati acara debat berlangsung 120 menit. Dari durasi itu, 90 menit untuk debat, dan 30 menit sisanya untuk penayangan iklan," ungkapnya.

Ihwal tidak digunakannya TVRI, Putu menjelaskan, stasiun televisi milik pemerintah itu sebenarnya juga diundang, tetapi tidak menyampaikan proposal. "Selain itu, juga tidak ada aturan harus menggunakan stasiun televisi berpelat merah itu," jelasnya.

Sebelumnya, ekonom Aviliani yang bakal menjadi moderator pada debat capres, Kamis (25/6) berjanji akan meningkatkan tantangan bagi para calon presiden yang bakal berdebat soal kebijakan yang tepat untuk menjawab masalah ekonomi saat ini dan masa yang akan datang. "Tantangannya adalah membuat para capres terlihat beda. Pertanyaannya memang tetap sama, tetapi akan dikaitkan dengan program masing-masing capres," katanya, belum lama ini.

Aviliani menambahkan, sejauh ini, jawaban para kandidat dalam debat masih terkesan normatif, sehingga kurang menarik untuk disimak. "Ini yang harus diubah. Saya inginkan mereka memperlihatkan perbedaannya, tidak normatif, lebih dinamis dan menarik," tegasnya. [J-9/RRS/L-10]

Debat terkubur iklan

DUTA MASYARAKAT

Rabu, 24 Juni 2009

Debat terkubur iklan
GAYA WIRANTO DINILAI PALING POSITIF



SAMA dengan debat calon presiden (capres) 18 Juni lalu, acara debat calon wakil presiden (cawapres) yang menghadirkan cawapres Prabowo Subianto, Boediono, dan Wiranto, di Studio SCTV Senayan City, Jakarta Selatan, Selasa (23/6) tadi malam, dinilai masih kaku. Bahkan lebih membosankan ketimbang debat capres. Roh acara malah terkubur oleh dominasi iklan.

Dalam acara itu masing-masing kontestan Pilpres tidak melakukan debat atas visi misi yang dipaparkan. Hanya cawapres pasangan capres Muhammad Jusuf Kalla (JK), Wiranto, yang melakukan debat saat mengkritisi jawaban cawapres Boediono. Wiranto juga mengkritisi kebijakan pemerintah saat ditanya moderator, Komarudin Hidayat, soal seringnya terjadi kecelakaan transportasi dengan banyak korban jiwa. Tampak Wiranto memaparkan lebih gamblang masalah itu ketimbang dua cawapres lain. Dengan sedikit menyindir pemerintah dia menekankan pentingnya reward dan punishement. ?Sekali musibah, dua kali kelalaian, lebih dari itu ketidakpedulian,? sindir Wiranto. Cawapres dari Partai Hanura ini berpendapat, reward dan punishment harus diterapkan. Untuk itu dalam masalah ini tanggung jawab ada di pemerintah. ?Tanggung jawab teknis setiap jenjang ada tahapannya. Karena itu yang pertama adalah perbaikan sistem,? kata Wiranto.

Dua cawapres lain juga berpendapat harus ada perbaikan sistem transportasi. ?Kalau kita tanya siapa yang bertanggungjawab, tiap tahun kita mungkin punya 12 Menhub. Lebih baik mari kita cari akar masalahnya, sistem harus kita koreksi,? papar Prabowo.

Hal senada dikatakan Boediono. ?Peralatan yang tua, pengawasan yang tidak jalan, pelanggaran ketentuan, masalah-masalah yang menyangkut alam, cuaca. Ini semua kompleks, bukan berarti kita tidak melakukan apa-apa,? kata Boediono.

Saat ditanya lagi oleh moderator apakah pejabat yang bersalah perlu mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, ketiga cawapres kompak tidak perlu mundur. Prabowo lalu mengatakan jika pejabat yang bersalah harus mundur bisa jadi Indonesia memiliki 12 menteri perhubungan dan 12 panglima TNI karena tiap bulan harus ganti. ?Kalau kita mau menerapkan sistem seperti di Jepang, tiap tahun kita akan punya 12 menteri perhubungan atau 12 panglima TNI,? katanya.

Boediono secara implisit juga menyatakan pejabat yang bersalah tidak perlu mundur. Sebab sebuah masalah biasanya tidak memiliki penyebab tunggal tapi merupakan kombinasi dari sekian banyak aktor yang terlibat. ?Harus kita lihat secara sistemik,? katanya.

Wiranto secara eksplisit tidak menyinggung apakah pejabat yang bersalah perlu mundur atau tidak. Namun dia menekankan perlunya reward and punishment bagi siapa pun yang bersalah.

Menurut dia, ada tiga tahapan tanggung jawab yang harus diterapkan yakni konstitusional, moral, dan teknis. Konstitusional adalah tanggung jawab yang dimiliki pemerintah, moral adalah tanggung jawab menyeluruh masyarakat, dan teknis adalah tanggung jawab dari petugas terkait.

Wiranto juga sempat mendebat Boediono saat berpendapat tentang agama dan negara. ?Pendapat Pak Boediono terlalu normatif. Tidak menyentuh substansi yang ditanyakan,? katanya sambil senyum. Boediono ikut membalas senyum sambil melirik ke arah Wiranto.

Saat menjawab pertanyaan itu, Boediono berpendapat agama harus dipisahkan dengan politik praktis. Agama harus ditempatkan lebih tinggi dari politik. Agama yang masuk dalam ranah politik akan mengurangi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam agama tersebut.

Menurut Wiranto, agama tetap perlu masuk ke ranah politik. Namun, katanya, agama dalam ranah politik harus menjadi nilai bagi pelaku politik. ?Dengan memegang teguh nilai agama, perilaku politik kita akan santun dan bermoral. Agama dalam ranah politik untuk menjaga moralitas kita,? papar Wiranto disambut tepuk tangan hadirin.

Visi dan misi

Sebelumnya tiga cawapres memaparkan visi misi mereka. Terutama soal pembangunan diri bangsa. Menurut Prabowo, pembangunan jati diri tidak akan berhasil tanpa pembangunan ekonomi. Prabowo lalu menyebut soal kemiskinan dengan menunjukkan selembar uang Rp 20 ribu.

?Cita-cita kita ingin membangun masyarakat yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Tidak ada jati diri bangsa yang bisa lepas dari kemakmuran. Bila miskin bangsa itu akan punya jati diri lemah,? katanya.

Prabowo prihatin bangsa yang telah merdeka secara politik selama 64 tahun ini masih ditinggali oleh sekian banyak orang miskin. Berdasarkan standar Bank Dunia, kata Prabowo, hampir 50 persen penduduk Indonesia yakni 115 juta orang, hidup dengan kurang dari Rp 20 ribu per hari.

?Mereka hidup dengan kurang dari Rp 20 ribu,? tegas Prabowo seraya mengeluarkan selembar uang Rp 20 ribu dari saku kemeja batiknya dan membebernya ke arah hadirin.

?Kalau di Senayan City, satu cangkir saja tidak bisa kita beli,? kata mantan Pangkostrad ini dengan penuh semangat.

Dia mengatakan, kekayaan Indonesia selama ini terus mengalir keluar dan tidak dinikmati oleh bangsa sendiri. Jika itu tidak dihentikan, Prabowo yakin pembangunan jati diri bangsa akan gagal.

?Tidak bisa kita membangun jati diri tanpa menyelesaikan masalah kunci, yakni menyelamatkan kekayaan agar tidak bocor ke luar negeri,? tegasnya.

Untuk mewujudkan itu, Prabowo bersama capres Megawati berjanji menerapkan ekonomi kerakyatan. Dengan ekonomi kerakyatan, kekayaan Indonesia bakal dinikmati seluruh masyarakat secara merata, tidak hanya oleh segelintir orang yang diuntungkan dengan sistem.

Sementara Boediono yang mendapat kesempatan kedua menekankan pentingnya pendidikan kebudayaan nasional, politik nasional, ekonomi nasional, dan penegakan hukum nasional. Menurutnya, pembangunan dalam hal pendidikan dan kebudayaan dimulai dengan mempertahankan aset-aset berharga seperti menjaga bahasa nasional.

Dalam bidang politik, Boediono mengutip pernyataan Proklamator RI Bung Hatta untuk memuji sistem demokrasi. ?Bung Hatta pernah mengatakan kebangsaan kita akan lestari jika menerapkan demokrasi dengan tepat,? katanya.

Saat tiba giliran memaparkan visi misi, cawapres Wiranto membuka dan menutup pemaparannya dengan lagu. Wiranto yang mengenakan baju polos lengan panjang mengawali dengan menyapa cawapres Prabowo, KPU, dan Boediono. Setelah itu dia menyanyikan lagu Indonesia Raya. ?Bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia Raya??

Wiranto mengatakan, bangsa yang tidak memiliki jati diri tidak akan punya martabat dalam bergaul dengan dunia luar. Karena itu harus ada upaya cepat untuk membangkitkan jati diri bangsa.

?Tidak mudah mewujudkan jati diri bangsa. Dibutuhkan kebersamaan dari seluruh masyarakat. Dibutuhkan kepemimpinan yang lebih cepat berpikir, lebih cepat bertindak, dan lebih berani mengambil keputusan yang berisiko tinggi,? kata Wiranto seraya tak lupa menyinggung slogannya bersama Jusuf Kalla (JK), lebih cepat lebih baik. Lalu Wiranto kembali menyanyikan lagu Ibu Pertiwi.

?Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati. Kini ibu sedang lara, meratap dan berduka??

Didominasi iklan

Debat Calon Wakil Presiden putaran pertama ini dinilai sama membosankan dengan debat calon presiden pekan lalu. Debat seru tentang berbagai argumen yang dibayangkan banyak orang masih juga belum terlihat, meski sebelumnya acara ini banjir kritikan. Kali ini kesan formalitas dan kaku dalam acara tersebut masih ?terlihat. Acara makin tidak menarik ketika moderator Komarudin Hidayat justru terlihat dominan dengan pertanyaan-pertanyaan panjang dan bertele-tele. Dan ketiga cawapres sering mengeluarkan kata sepakat terhadap argumen masing-masing saat menanggapi pertanyaan moderator.

Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai debat cawapres jauh lebih mengecewakan. Dia berpendapat jalannya acara sama sekali tidak berkembang seperti yang diharapkan. Isu yang ditampilkan tidak jelas. ?Definisi jatidiri bangsa tidak jelas. Apa yang disampaikan para cawapres jadi ikut tidak jelas,? kata Ray saat dihubungi Duta, Selasa tadi malam.

Ray justru mempertanyakan cara pengelolaan dan pengemasan acara. Dia melihat durasi selama dua jam lebih banyak disuguhi iklan. Baik iklan niaga maupun iklan capres dan iklan KPU. ?Dalam catatan kami, setidaknya tiap jeda ada 5-7 iklan niaga. Iklan capres paling banyak yakni sebanyak 4 kali,? ?ungkapnya.

Menurut Ray, sajian iklan juga tidak seimbang. Iklan capres terbanyak adalah pasangan SBY-Boediono, yakni 4 kali, Mega-Pro 3 kali dan paling sedikit iklan pasangan JK-Win yakni 2 kali. Iklan KPU satu kali dan iklan satu putaran 1 kali. ?Iklan niaga telah berlebihan. KPU wajib menjelaskan kontrak mereka dengan pihak televisi. Semua harus transparan dijelaskan kepada masyarakat,? katanya.

Ray menegaskan, Bawaslu juga sebaiknya menegur KPU. Bawaslu harus meninjau kontrak tersebut agar lebih bisa diketahui masyarakat. ?Ke mana dana negara dan dana pemasukan iklan. Ini harus bisa dipertanggungjawabkan,? ucapnya.

Lebih dari itu, sambung Ray, ?bobot debat yang disiarkan langsung oleh SCTV itu sangat di bawah standar debat yang dilakukan oleh pihak lain. ?Ini program basa-basi yang dikelola setengah hati atau program iklan dengan selingan acara debat. Ubah lagi format debat agar lebih seru,? katanya.

Anggota KPU Andi Nurpati Baharuddin saat dihubungi membenarkan moderator memegang peranan terpenting membuat debat calon wakil presiden berlangsung hidup dan menarik. KPU sebelumnya berharap moderator lebih mengkreasikan pertanyaan.

?Fungsi moderator adalah mengatur lalu lintas debat,? katanya.

Karena itu, lanjut dia, moderator bisa saja melakukan kreasi terhadap apa yang ditanggapi atau diungkapkan calon. ?Supaya antar calon ada adu konsep, adu argumen terhadap visi, misi dan program yang disampaikan,? katanya menanggapi debat calon presiden 18 Juni lalu yang mengundang kontroversi. Debat dinilai tidak lebih dari seminar monolog. Pengamat menilai sangat garing, monoton, dan tidak memunculkan perdebatan.

Solusi lain, kata Andi, para kandidat lebih mengeksplorasi visi, misi, dan program. Kunci meriahnya debat tergantung para kandidat. Bagaimana antara calon yang satu dengan lain saling beradu argumen tentang perbedaan konsep yang ditawarkan lima tahun ke depan. Tapi harapan Andi itu tak terjadi saat debat tadi malam.

KPU memang memberi sentuhan yang sedikit berbeda pada acara ini yakni pada dekorasi panggung yang berbentuk lingkaran dengan penonton duduk melingkari panggung. Posisi berdiri para cawapres dibuat lebih berdekatan. Tidak ada MC yang memandu acara ini.

Dekor ini berbeda dengan debat capres yang digelar 18 Juni lalu. Saat itu para capres berdiri secara berjajar agak berjauhan. Penonton berada di depan deretan capres dan tidak dibuat melingkar. Acara terlebih dulu dipandu oleh MC, Helmi Yahya, sebelum diserahkan ke moderator, Anies Baswedan.

Debat kali ini dibuka dengan lantunan lagu dari sang maestro Ebiet G. Ade yang berjudul ?Sketsa Rembulan Emas?. Sedangkan debat lalu dibuka oleh musisi kondang Iwan Fals.

Acara ini sebenarnya menarik sebab Boediono yang sipil menghadapi dua orang mantan jenderal, Wiranto dan Prabowo Subianto. Dan pamor Boediono seolah tenggelam oleh dua jenderal.

Sebelumnya Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, mengatakan Boediono maju bersama Susilo Bambang Yudhoyono ke pemilihan presiden itu tetap dalam posisi siap. ?Karena forumnya debat. Bukan perang, bukan pula untuk mengatasi kelompok kritis, tidak pula untuk mengantisipasi dampak jajak pendapat di Timor Timur,? kata Anas.

Apalagi, kata Anas, materi yang diangkat dalam debat kandidat wakil presiden tentang jatidiri bangsa.

Itu sebabnya, Anas mengatakan Boediono sudah siap dan tidak kaget dengan tema debat itu. ?Saya yakin, apa yang dikatakan dalam debat sangat nyambung dengan otentisitas karakter pribadinya,? kata Anas. ?Saya yakin Boediono akan tampil dengan dirinya sendiri yang memang berlatar belakang sipil,? katanya.n

Debat Cawapres Lebih Substantif

SINAR HARAPAN

Rabu, 24 Juni 2009 13:33


Debat Cawapres Lebih Substantif

OLEH: ROMAULI



Jakarta – Debat calon wakil presiden (cawapres), Selasa (23/6) malam, dinilai lebih baik dan lebih substantif dibandingkan dengan debat calon presiden (capres) pada 18 Juni 2009.



ANTARA/Ismar Patrizki


Pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana kepada SH, Rabu (24/6), mengatakan, secara keseluruhan debat yang dipandu Prof Dr Komarudin Hidayat ini lebih bagus karena lebih substanstif, lebih bermutu, dan aturannya lebih longgar. Misalnya, batasan memberi tepuk tangan tidak lagi saat setiap para cawapres menjelaskan dan memaparkan programnya. Namun, saat cawapres nomor urut 3 Wiranto menyerang dan membantah dengan pedas penjelasan cawapres nomor urut 2 Boediono, tepuk tangan memenuhi ruang debat di studio SCTV Hall Senayan City.

Selain itu, dari sisi artikulasi, pengertian debat sudah mucul. Perdebatan mulai terlihat dari upaya menyerang pasangan cawapres. Misalnya, dalam pertanyaan yang dilontarkan moderator tentang agama, dengan bantahannya yang cukup pedas, Wiranto mengatakan bahwa Boediono jangan hanya bersikap normatif.
Dia memperkirakan debat cawapres itu mampu mempengaruhi pemilih. Hal itu, katanya, bisa dilihat dari hasil polling SMS yang dilakukan stasiun televisi Metro TV. Meski itu bukan gambaran realitas, paling tidak suara dukungan bagi cawapres ini mengalami perubahan.

“Sedikit banyak hal itu bisa mempengaruhi. Saya perhatikan polling SMS, meski itu tidak mewakili suara rakyat. Sebelum debat cawapres, polling SMS bagi Prabowo 24 persen, namun begitu debat, suaranya perlahan-lahan naik dan meningkat tajam menjadi 31,69 persen. Berbeda dengan Boediono yang turun dari 52 persen menjadi 44 persen. Sementara itu, Wiranto tidak banyak berubah dan konstan sebanyak 24 persen,” kata Tjipta.

Dari sisi performa, Prabowo dinilai lebih bagus dan mantap. Suaranya keras dan tegas selama debat. Pemaparannya juga cukup jelas, mulai dari visi dan misi kenapa bangsa ini menjadi terpuruk, yang menurutnya, kuncinya karena sumber daya alam yang dikuasai asing.

Sementara itu, sikap Boediono yang canggung di depan publik menurutnya wajar, karena Boediono selama ini dikenal sebagai ekonom, seorang dosen sehingga dimaklumi saat Boediono grogi dihadapkan pada persoalan yang jauh dari bidangnya seperti isu politik dan agama.

Sementara Wiranto, menurut Tjipta berpenampilan paling jelek. “Yang paling jelek itu Wiranto, dia mengambang dan tidak jelas,” kata Tjipta.

Jika menyangkut agama, menurut Tjipta, ketiga cawapres ini memberikan jawaban yang kurang bagus, ketiganya dinilai kurang menguasai persoalan terkait agama. Masing-masing dominan dengan kemampuan di bidangnya. Penjelasan Wiranto hanya kuat pada pertanyaan tentang konflik bahwa persoalan tersebut harus diselesaikan dengan bertindak tegas. Nah, penjelasan tentang konflik ini seharusnya dimanfaatkan Boediono untuk meminta penjelasan lebih lanjut dari Wiranto tentang penjelasannya saat mengatasi konflik.

“Padahal ketika Wiranto menjelaskan tentang konflik sektarian, itu bisa menjadi kesempatan untuk menyerang. Pada tataran implementasi Wiranto memang lemah,” ujar Tjipta.

Lebih Longgar

Tjipta berharap, ke depan, KPU harus didesak memperlonggar aturan debat. Moderator sebaiknya diberi keleluasaan memandu debat dan jangan terlalu dibatasi dengan aturan. KPU sebaiknya tidak perlu mengkhawatirkan bahwa debat akan terjadi di luar kendali. “Kalau sudah lepas kendali dan panas, moderator bisa mengintervensi. Janganlah terlalu takut debat ini keluar kendali, ini penting bagi rakyat. Debat ini untuk melihat apakah ucapan para calon itu logis atau tidak. Kita akan tahu saat adu argumentasi langsung,” katanya.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti dalam keterangan persnya mengatakan bahwa perdebatan tadi malam juga tidak lebih mengecewakan. Format debat tidak berkembang, isu dan definisi pembangunan jati diri bangsa tidak jelas. Dari balik kaca televisi, iklan banyak disuguhkan. Setidaknya tiap jeda ada 5 hingga 7 iklan niaga.

Iklan capres-cawapres paling banyak empat kali. Iklan capres terbanyak adalah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, lalu Megawati Seokarnoputri-Prabowo Subianto, dan ketiga iklan Jusuf Kalla-Wiranto.

“Iklan ini berlebihan. KPU wajib menjelaskan kontrak mereka dengan pihak televisi. Bawaslu sebaiknya meninjau kontrak tersebut. Ke mana dana negara dan dana pemasukan iklan,” katanya.