Selasa, 16 Juni 2009

Beban Pemerintah Mencapai 1.667 Triliun Capres di Tantang Hapus Utang

KEDAULATAN RAKYAT


BEBEAN PEMERINTAH MENCAPAI 1.667 TRILIUN CAPRES DI TANTANG HAPUS UTANG


15/06/2009 17:01:57 JAKARTA


(KR) - Hingga akhir Januari 2009, utang pemerintah mencapai Rp 1.667 triliun, yang terdiri dari Rp 747 triliun berasal dari pinjaman luar negeri, dan Rp 920 triliun dalam bentuk surat berharga negara, yang mayoritas dibeli investor asing. Namun demikian, belum ada pasangan capres-cawapres peserta Pemilu Presiden 2009 yang berani menyatakan akan melakukan pemotongan hingga penghapusan utang.

”Padahal, masyarakat Indonesia semakin sadar akan bahaya utang yang dapat mencekik generasi berikutnya. Untuk itu, semestinya pernyataan pemotongan hingga penghapusan utang dapat mempertegas citra baik pasangan capres-cawapres. Mereka dapat memperoleh setidaknya sepuluh persen suara dari para pemilih muda yang concern dengan penghapusan utang. Tapi semua pasangan tampaknya masih ragu,” kata Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti pada acara diskusi mengenai hutang, di Jakarta. Minggu (14/6).

Lebih lanjut Ray mengatakan, salah satu hal yang dapat dilakukan pasangan capres-cawapres untuk membuktikan bahwa mereka serius dalam membangun ekonomi pro-rakyat adalah dengan mengumumkan komposisi orang-orang yang akan didudukkan di tim ekonomi kabinet menteri.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengakui jumlah utang Indonesia bertambah, namun hal itu bukanlah suatu bencana bagi bangsa, karena dari tahun ke tahun rasio utang Indonesia semakin mengecil. ”Utang memang bertambah, tapi GDP (Growth Domestic Product) juga bertambah, rasio utang yang semula 89 persen turun menjadi 32 persen,” ujar Sri Mulyani Indrawati.

Negara lain seperti Jepang, Amerika Serikat bahkan Inggris sekalipun, kata Menkeu, mempunyai jumlah utang yang besar dan GDP mereka rendah. ”NGO di Jepang enggak ada yang marah-marah, padahal rasio utang mereka besar. Kalau di Indonesia walau rasio utang meningkat, tetap saja NGO marah-marah,” tuturnya.

Ia menuturkan, China dan India mempunyai rasio utang per kapita tahun 2001-2007 memang berkurang, karena jumlah penduduk lebih banyak dibanding Indonesia. Selain itu, rasio pembayaran utang terhadap PDB Indonesia relatif lebih baik dibanding Turki dan Filipina, bahkan dibanding dengan negara lain yang memiliki investment grade credit rating seperti Brazil dan Italia.

Lebih jauh Menkeu menjelaskan, opini Badan Pemeriksa Keuangan tentang laporan keuangan tahun 2008 menganggap Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan seluruh bagian anggaran/BA terkait pengelolaan utang.

”Akuntabilitas kinerja pengelolaan utang juga semakin membaik,” tegasnya. Meski begitu, menurut dosen Hubungan Internasional FISIP UI Syamsul Hadi, selama Pemerintah Indonesia tidak berani untuk melakukan pemotongan utang, terutama odious debt atau utang haram peninggalan rezim Soeharto yang mencapai Rp 600 triliun, janji-janji kampanye tentang penciptaan kesejahteraan rakyat tidak akan pernah terwujud.

Pasalnya, setiap tahun APBN Indonesia terbebani oleh pembayaran cicilan pokok dan bunga utang. Pada tahun 2009, misalnya, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 162 triliun untuk membayar utang. Angka ini jauh melampaui anggaran Departemen Kesehatan sebesar Rp 20 triliun, anggaran Kementerian Lingkungan Hidup Rp 376 miliar, Departemen Pertahanan Rp 33,6 triliun, dan lainnya.

”Jadi pemerintah harus segera melakukan pemotongan utang. Tidak ada satu negara pun yang negara menjadi besar karena utang. Bahkan Amerika yang bisa mencetak dolar sendiri. Utang hanya akan menyengsarakan rakyat,” ujar Syamsul Hadi.

Syamsul kemudian mencontohkan beberapa negara yang berhasil melakukan pemotongan hingga penghapusan utang. Presiden Obasanjo di Nigeria, misalnya, berhasil mendapatkan pemotongan utang dengan alasan utang yang diambil oleh pendahulunya digolongkan sebagai utang haram karena presiden tersebut tidak dipilih secara demokratis.

Argentina, misalnya, berhasil mengalami pertumbuhan di atas 50 persen di tahun 2005 setelah dirinya mendapatkan pemotongan utang. ”Jadi, pemotongan dan penghapusan utang tinggal menunggu political will dari pemerintah,” ujarnya. Indonesia sendiri, lanjutnya, pernah mendapat penawaran pemotongan utang oleh negara-negara kreditor yang dipelopori Kanada, AS dan Inggris pada bulan Januari 2005 atau sebulan setelah terjadi tsunami. ”Namun, Indonesia dikabarkan menolak penawaran tersebut karena gengsi,” ujarnya. (Mgn/Sim) -n

Tidak ada komentar: