Selasa, 16 Juni 2009

Di Pasar Oke, di Parlemen Memble

SURABAYA POST


Di Pasar Oke, di Parlemen Memble


Jumat, 8 Mei 2009 | 12:41 WIB


Oleh: Djauhari Effendi

Widyawati



Meski pasar mengatakan tidak pengaruh siapa presidennya asal aman, namun sosok pendamping SBY yang hingga saat ini belum tampak tanda-tanda yang paling kuat membuat jadi bahan diskusi yang menarik. Apalagi, beberapa hari terakhir beberapa nama teknokrat muncul dan dianggap layak menjadi Wakil Presiden (Wapres).

Sri Mulyani dan Boediono digadang-gadang menjadi calon kuat pendamping SBY. Meski demikian, komentar terhadap Boediono yang muncul belakangan, tampak jauh lebih nyaring ketimbang ’yuniornya’, Sri Mulyani, yang sejak awal juga disebut-sebut menjadi kandidat cawapres.

Pilihan terhadap Boediono diambil karena profesor ekonomi UGM ini berasal dari non-parpol dan memiliki kemampuan yang sangat memadai dalam rangka menjawab persoalan bangsa mendatang, khusunya perekonomia. Selain itu pembawaan Boediono yang cool and calm , jauh dari kesan ambisius juga menjadi pertimbangan cukup mendasar. Apalagi pemerintahan SBY di masa jabatannya yang terakhir ini ingin memberikan pengabdian terbaiknya untuk rakyat bangsa dan negara.

Beberapa pihak memperkirakan, sosok Pak Boed, begitu sapaan akrabnya yang berwibawa membuat Pak SBY tertarik. Apalagi dia juga berlatar belakang profesional (non parpol), sehingga membuat conflict of interest di pemerintahan tidak ada. Beda jika SBY mengambil dari orang parpol tidak akan jauh beda nanti di akhir jabatan akan ada kasus perceraian, seperti SBY-JK saat ini.

Banyaknya nama yang malang melintang di bursa cawapres SBY juga memicu pro-kontra. Misalnya, karyawan Bank Indonesia yang menyambut gembira kabar Gubernur BI Boediono akan bersanding dengan SBY. "Buat saya kabar itu tentu membanggakan buat BI. Saya kira itu pilihan logis di tengah krisis ekonomi dan persaingan antar partai politik untuk mencalonkan wapres Pak Boed," kata Ketua Ikatan Pegawai Bank Indonesia Edi Ediana Rae.

Ia menilai, sosok Boediono akan menambah kredibilitas pemerintahan sekarang secara signifikan.

Jika Boediono terpilih sebagai Cawapres, tidak akan ada masalah di BI. Meski dalam waktu bersamaan juga akan ada pergantian Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom.

Hal senada dikatakan Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Haryajid Ramelan. Ia menilai, munculnya sosok profesional sebagai wapres merupakan pemikiran bagus. Apalagi, Boediono pernah menjabat sebagai menteri koordinator perekonomian. "Saya pikir tidak terlalu menjadi hambatan bagi pasar," ujarnya.

Meski demikian, pilihan profesional sebagai pendamping SBY akan terkendala suara dari partai politik. Namun, dengan kondisi masyarakat Indonesia yang sudah memahami situasi ekonomi di dalam negeri, potensi pemilih dari kalangan pengusaha hingga investor juga bisa diandalkan. "Duet SBY-Boediono bisa berpengaruh positif bagi pergerakan nilai tukar rupiah dan pasar modal," katanya.

Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit juga berada di barisan pendukung. Ia berpendapat SBY akan fokus mencari pendamping dari kalangan birokrat yang sudah berkerja sama dengannya. Sebab, saat ini pemerintah harus fokus kepada perbaikan ekonomi. "Kalau tidak ekonom ya teknokrat yang harus dipilih. Sedangkan Hatta Radjasa dan Hidayat Nurwahid sama sekali tidak faham dengan bidang tersebut," tandasnya.

SBY kemungkinan besar akan memilih Boediono atau juniornya Sri Mulyani. Sri Mulyani dianggap mampu membawa Pemerintahan SBY mendatang menjadi lebih baik. Selain itu, ia juga non-partisan dan punya jaringan internasional yang kuat. Pilihan SBY terhadap Sri Mulyani juga disebabkan faktor gender. Sosok ’keperempuanan’ Mbak Ani diyakini mampu menggilas Ketua Umum DPP PDI-P Megawati yang juga masih diyakini maju melawan SBY.

Tak Berkeringat

Sementara yang menyatakan keraguannya jika teknokrak maju menjadi pendamping SBY juga tidak sedikit. Ekonom Dradjad H Wibowo misalnya yang mengakui sosok Boediono memang disukai pasar, tapi dari sisi politik, kemampuannya masih diragukan. "Mungkin pelaku pasar akan suka dengan Boediono karena dia figur yang friendly. Tapi untuk stabilitas pemerintahan tidak perlu adanya soliditas politik. Pengalaman politik Boediono relatif minim," katanya.

Dradjad menduga masuknya nama Boediono dalam bursa pendamping SBY agar parpol yang berkoalisi dengan Partai Demokrat tidak saling cakar-cakaran, sehingga SBY mencari figur yang netral. "Akan tetapi kan tentunya perlu dipertimbangkan bagaimana dinamika politik di DPR," kata dia. Apalagi SBY meminta cawapresnya orang yang bisa berkoordinasi dalam pemerintahan, yang tentunya juga harus melakukan koordinasi dengan parlemen. Kinerja ekonomi kan tidak terlepas dari stabilitas politik dan soliditas politik. Tentunya perlu dihitung apa Boediono bisa membantu soliditas politik, terutama di parlemen.

Jika Boediono benar-benar sosok yang dipilih SBY, Dradjad khawatir menteri-menteri yang dipilih dari parpol akan bersikap kurang respek kepadanya. "Tentu akan ada anggapan, Anda tidak berkeringat, hanya nempel Presiden. Kondisi ini tentu akan mengganggu soliditas pemerintahan dan itu hal yang krusial di Indonesia," ujar dia.

Hal senada diungkapkan, Ekonom Indef Aviliani. "Yang dibutuhkan Yudhoyono bukan orang yang pintar ekonomi, tapi orang yang memiliki kekuatan di parlemen," katanya.
Aviliani mengatakan, tanpa kekuatan di parlemen, pemerintahan Yudhoyono tidak akan bisa memuluskan undang-undang. Partai Demokrat selaku partai yang mengusung Yudhoyono, tidak akan mampu mengamankan seluruh program pemerintah di parlemen. Karena itu, kepintaran Boediono dalam hal ekonomi tidak banyak bermanfaat.
Menurut Aviliani, Yudhoyono lebih baik memilih orang yang memiliki massa di parlemen. "Paling tidak, memiliki massa seperti Akbar Tandjung dan Din Syamsuddin. Mereka memiliki Golkar dan Muhammadiyah," katanya.

Sementara untuk mengamankan perekonomian, SBY menurutnya cukup memiliki pembantu yang cakap, yaitu dijajaran kabinetnya seperti Sri Mulyani saat ini.

Charta Politika dalam analisisnya menyimpulkan, terlalu riskan bagi SBY memilih cawapres non-partai. Ini didasarkan pada karakteristik parlemen di Indonesia yang sangat 'liar'. Tanpa dukungan kuat di parlemen, maka SBY berpotensi 'digoyang' oleh kekuatan oposisi. Memilih politisi lebih aman bagi SBY. Ya pilihlah the best among the worst .

Charta tak sepakat dengan pendapat yang mengatakan demi menjaga perasaan dari partai-partai koalisi, SBY akan mencari jalan tengah dengan memilih calon non-politisi. Pendapat itu terlalu dangkal, bagaimanapun juga calon yang memiliki jaringan politik kuat sangat dibutuhkan. Salah pilih capres, bahaya untuk SBY karena pertarungan masih sangat dinamis. Terlalu berani kalau SBY memilih teknokrat.

Pandangan berbeda dari Kepala Riset PT Paramitra Alfa Sekuritas, Pardomuan Sihombing. Ia menilai pelaku pasar diperkirakan menerima siapa pun pendamping SBY, asalkan berasal dari kalangan partai politik. "Yang penting eksekutif dan legislatif saling mendukung, sehingga kebijakan yang dihasilkan lebih cepat direalisasikan," ujar dia. Bila tidak saling mendukung, dia melanjutkan, dikhawatirkan perkembangan ekonomi akan melambat. Apalagi, Boediono bukan berasal dari kalangan partisan. "Beliau (Boediono) bagus kalau tetap sebagai profesional," tuturnya.

Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti memprediksi, kubu PDI Perjuangan mengharapkan SBY akan memilih Boediono sebagai pendampingnya. Sosok mantan Menko Perekonomian ini, menurutnya, memiliki peluang untuk 'diserang' dari sisi ideologi ekonominya.

"Doanya kelompok Teuku Umar (PDI Perjuangan) mungkin memang SBY memilih Boediono. Dia belum jadi saja sudah diserang, dicitrakan sebagai antek asing kalau SBY dengan Boediono sama saja dengan menjual bangsa. Negative campaign kan tidak dilarang di sini, tinggal digoreng, jadi itu," ujar Ray.

Pencitraan, dalam pandangannya, menjadi faktor penting dalam membentuk persepsi publik terhadap seorang tokoh. "Lihat saja Prabowo, dalam empat bulan iklan, citranya di publik kuat. Maka, menurut saya, kubu PDI-P tunggu saja SBY umumkan calonnya, jangan besok (PDI Perjuangan berencana mengumumkan pasangannya Kamis besok)," kata Ray.

Jika SBY memilih calon di luar Boediono, PDI Perjuangan harus berani membuat terobosan yang bisa menandingi popularitas SBY. "Kalau calonnya non-Boediono, kubu Teuku Umar harus berani berspekulasi memunculkan tokoh baru. Kalau ada calon yang memberikan harapan, posisi SBY belum aman," kata dia.

Lalu siapa yang tepat mendampingi SBY? Ya hanya Tuhan dan SBY sendiri yang tahu, siapa yang akan dipilihnya.*



Untung-Rugi Cawapres Teknokrat



Positif

profesional, tidak diragukan kemampuannya dalam mencari jalan keluar masalah, khususnya terkait krisis ekonomi global
non parpol, menjauhkan pemerintahan dari conflict of interest
Market Friendly, bisa menjadi sentiment positif bagi pasar modal dan pasar uang


Negatif

non parpol, tidak memiliki kekuatan di parlemen sehingga sulit menggolkan rencanan kerjanya terutama yang berkaitan dengan pengesahan undang-undang
Pengalaman politik minim, sulit menyamakan langkah antara eksekutif dan legislatif.
Selama ini ekonom yang berada di kabinet SBY dinilai berpaham neo liberal yang tidak memihak kepada ekonomi kerakyatan

Tidak ada komentar: