Kamis, 11 Juni 2009

Pengamat Kuatir Hasil Survei

PELITA

Rabu 7 Juni 2009

Pengamat Kuatir Hasil Survei
Jadi Dasar Pemenangan Pilpres


Jakarta, Pelita

Kalangan pengamat menguatirkan hasil survei pesanan yang dilakukan oleh lembaga survei tertentu dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara Pemilu untuk menentukan hasil Pilpres 2009 mendatang. Hal itu terkait dengan adanya hasil survei yang telah mematok Pilpres satu putaran meski pesta demokrasi itu belum dilaksanakan.

Di Indonesia, pengaruh survei terhadap prilaku pemilih sangat tinggi. Bukan hanya pemilih, tapi juga petugas penyelenggara Pemilu, kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti, di sela-sela acara diskusi politik di Rumah Perubahan, di Jakarta, Selasa (9/6).

Menurut Ray, kekuatiran tersebut berdasarkan pengalaman pemilu legislatif 2009 lalu, yang mana KPU gagal dalam menggunakan IT. Jika di Pilpres nanti KPU tetap kesulitan menggunakan IT, maka bukan tidak mungkin data-data yang digunakan lembaga survei tersebut nantinya digunakan untuk menyusun hasil akhir Pilpres 2009, katanya.

Lebih lanjut, Ray juga menyayangkan fenomena yang ada saat ini bahwa survei yang dilakukan lembaga survei bukan lagi menjadi tradisi akademik, melainkan tradisi industri bisnis yang menjadi bagian dari pemenangan kandidat tertentu.

Hal senada disampaikan pengamat politik UI, Boni Hargen yang menilai hasil survei yang ada saat ini telah dijadikan alat untuk berperang mempengaruhi persepsi publik terhadap Capres tertentu. Hal itu terjadi akibat lembaga survei yang bersangkutan tidak memihak pada nilai-nilai atau kode etik yang ditentukan.

Boleh-boleh saja lembaga survei melakukan keberpihakan pada pasangan Capres tertentu. Tapi bagaimanapun mereka harus tetap memihak pada nilai-nilai. Kalau elitnya saja sudah tidak berpihak pada nilai, maka demokrasi ini bisa hancur di tangan mereka, tandasnya.

Karena itu, Boni pun mendesak kepada organisasi lembaga survei Indonesia untuk secara transparan mengeluarkan kode etik survei. Hal ini penting agar masyarakat dapat mengetahui perilaku menyimpang yang dilakukan oleh lembaga survei.
Satu putaran

Terkait dengan hasil survei yang cenderung mematok Pilpres 2009 berlangsung satu putaran, Boni pun mengaku tidak sependapat dengan hal tersebut. Pasalnya, Pilpres satu putaran merupakan sesuatu hal yang mustahil.

Kalau seandainya ada lembaga survei yang bilang Pilpres berlangsung satu putaran itu hanya sebatas pencitraan ke publik. Pelaksanaan Pilpres 2009 satu putaran itu sesuatu yang mustahil jika dilakukan secara fair, tegasnya.

Diakuinya, dalam hal dukungan pasangan SBY-Boediono masih menempati posisi pertama dibandingkan tingkat elektabilitas pasangan lainnya. Namun perlu diketahui bahwa dukungan yang disampaikan oleh pemilih individu masih sulit diprediksi.
Ditambahkannya, saat ini sebanyak 60 persen pemilih individu masih berpindah-pindah dukungannya, layaknya seorang remaja yang masih cinta monyet. Salah satunya terlihat dari pemilih PKS, PPP, dan PAN yang masih belum menetapkan dukungan mereka kepada salah satu pasangan calon.

Disisi lain, kata Boni, jumlah Golput pada Pileg 2009 lalu mencapai 30 persen Golput. Dari jumlah itu sisanya adalah 70 persen pemilih yang menentukan pilihannya.
Jadi tidak mungkin Pilpres 2009 nanti berlangsung satu putaran, yakni pemenangnya berhasil meraih 50 plus 1 persen. Karena itu kita berharap tidak ada setting paradigma untuk membenarkan sesuatu yang belum terjadi. Kalau ini terjadi, maka Pilpres 2009 ini menjadi Pemilu yang paling rendah mutunya, jelasnya.

Tim sukses

Secara terpisah, tim kampanye JK-Wiranto meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menindak tegas keterlibatan pejabat BUMN sebagai tim sukses Capres. Tim sukses JK-Wiranto pun mengaku siap jika diinventarisasi Bawaslu untuk membuktikan timnya bebas dari pejabat BUMN.

Saya mengharapkan Bawaslu melakukan inventarisasi kepada semua Capres-Cawapres, apakah ada pejabat BUMN yang terlibat. Tim JK-Wiranto siap diinventarisasi, tutur Juru Bicara Tim Sukses JK-Wiranto, Yuddy Chrisnandi, kemarin.

Menurut Yuddy, pihaknya mendapat informasi dari masyarakat mengenai adanya tim sukses pasangan Capres tertentu yang berasal dari BUMN. Hal ini terkait masuknya mantan Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto yang kini menjadi komisaris Pertamina dalam jajaran tim sukses SBY-Boediono.

Makanya kami meminta Bawaslu untuk bertindak secara tegas menerapkan UU No 42 tentang Pilpres, tambahnya.

Dijelaskan Yuddy, dalam pasal 43 UU Pilpres disebutkan larangan kampanye bagi anggota TNI, pejabat, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pimpinan BUMN. Pengertian kampanye dalam UU itu adalah larangan bagi tim kampanye, juru kampanye atau ikut serta dalam kegiatan kampanye. (ay)

Tidak ada komentar: