Rabu, 10 Juni 2009

Sutanto dan Pejabat BUMN Bisa Dipenjara

JAKARTAPRESS.COM


Sutanto dan Pejabat BUMN Bisa Dipenjara

lokasi: Home / Berita / Ekonomi / [sumber: Jakartapress.com]
Rabu, 10/06/2009 | 17:03 WIB - Dibaca 9 Kali


Jakarta – Mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Sutantobersama sejumlah pejabat BUMN yang menjadi tim sukses kandidat calon presiden (capres) SBY, bisa terancam dipenjara. Paslanya, UU Pilpres pasal 217 menyebuitkan, bagi pejabat BUMN yang menjadi tim sukses terancam kurungan penjara paling lama 24 bulan dan denda maksimal Rp 50 juta.

"Memang sebagusnya pejabat BUMN yang ikut serta mengkampanyekan pasangan capres-cawapres itu lebih baik berhenti dari jabatannya di BUMN atau mundur dari tim sukses itu. Karena sesuai undang-undang, sanksinya bisa dipenjara," ungkap Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, Rabu (10/6).

Menurutnya, UU No. 41/2008 tentang Pilpres pada pasal 41 ayat 2 telah mengatur bahwa pelaksana kampanye dalam kegiatan kampanye dilarang mengikutsertakan pejabat BUMN/BUMD. Bila itu terjadi, maka hukuman penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 24 bulan dan denda paling sedikit Rp 25 juta dan paling banyak Rp 50 juta menantinya.

"Tapi sebenarnya yang menjadi persoalan itu tidak jelas siapa yang akan terkena sanksi. Apakah itu pejabat BUMN-nya atau orang parpol yang mengajak pejabat BUMN itu. Atau malahan jangan-jangan capres dan cawapresnya malah yang kena sanksi," paparnya.

Sebelumnya, Bawaslu menyatakan telah menemukan sebanyak 12 komisaris BUMN ikut bergabung dalam dua tim sukses pasangan capres-cawapres. Komisaris BUMN yang jadi tim sukses itu berasal dari Pertamina, Bank Mandiri, PTPN III, Indosat, Semen Gresik dan Semen Padang. Bawaslu menjanjikan akan segera meminta keterangan dari BUMN tersebut.

Di tempat terpisah, mantan Ketua Pansus RUU Pilpres, Ferry Mursyidan Baldan menegaskan, tidak ada keraguan pada UU Pemilu mengenai larangan keterlibatan pejabat BUMN dalam aktivitas kampanye pemilu, termasuk pemilu presiden. Pejabat yang dimaksud termasuk komisaris BUMN. “Maka, siapa pun komisaris yang terdaftar dalam tim kampanye, harus mundur dari tim tersebut,” tegas anggota Komisi II DPR.

Tercantumnya nama Komisaris Utama PT Pertamina Sutanto dan Komisaris Utama PT Indosat Suprapto sebagai pendukung duet SBY-Boediono banyak menimbulkan pertanyaan publik. Hal ini bertolak belakang dengan gembor-gembor pemerintah tentang good corporate governance.

Sutanto memang tidak resmi tercatat dalam tim kampanye nasional. Namin, mantan Kapolri itu tercatat sebagai pimpinan organisasi relawan pendukung SBY yakni Gerakan Pro SBY. Dalam organisasi itu turut tercatat sebagai anggota dewan penasihat antara lain Siti Fadilah Supari (Menkes), Andi Arief (Komisaris PT Pos Indonesia), yang memakai Jaringan Nusantara untuk mendukung SBY. Sementara Soeprapto tercatat sebagai ketua tim Sekoci, salah satu tim penyokong Partai Demokrat saat Pemilu legislatif.

“Komisaris itu juga pejabat, eksekutif, yang ikut dalam proses pengambilan keputusan di BUMN. Jelas, dilarang untuk terlibat dalam kampanye," tegas Ferry Mursyidan sembari menambahkan, aturan larangan terlibat dalam aktivitas politik dan kampanye bagi pejabat BUMN,sebagai bentuk antisipasi pemanfaatan fasilitas dan dana perusahaan milik negara.

Sementara anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati menyatakan, pihaknya akan melakukan klarifikasi atas terlibatnya Komisaris Utama Pertamina Sutanto dalam Gerakan Pro SBY (GPS). "Kita akan klarifikasi terlebih dahulu, harus ada bukti. Kalau terbukti maka ada sanksi," tandasnya.

Klarifikasi yang dilakukan KPU, menurut dia, terkait tentang keberadaan komisaris maupun pejabat BUMN dalam tim maupun pelaksana kampanye capres-cawapres. Jika terbukti ada, maka KPU akan mencoret nama yang bersangkutan. Namun, lanjut Andi, kewenangan KPU untuk melakukan klarifikasi hanya sebatas untuk pejabat maupun komisaris BUMN yang terdaftar resmi di KPU sebagai tim maupun pelaksana kampanye. “Jika tidak, maka KPU tidak dapat melakukan apa-apa. "Kalau tidak terdaftar, kita tidak bisa apa-apa. Kalau ia terdaftar secara tidak resmi, ya susah," kilahnya.

Sejauh ini, kata dia, KPU belum memiliki data tentang nama-nama pejabat maupun komisaris BUMN yang terdaftar sebagai tim dan pelaksana kampanye resmi. Namun tidak mustahil dalam tim maupun pelaksana kampanye yang resmi didaftarkan ke KPU di tingkat pusat hingga daerah, terdapat pihak-pihak yang dilarang diikutsertakan dalam kampanye, seperti yang diatur dalam UU 42/2008 tentang Pilpres 2009.

Dalam rapat dengar pendapat Komisi VII (bidanG ESDM) DPR RI dengan Dirut PT Pertamina Karen Agustina, Rabu (10/6), anggota Komisi VII DPR Effendi Simbolon (F-PDIP) mendesak Sutanto mundur dari jabatan Komisaris Utama PT Pertamina.
"Saya dengar Sutanto sudah melanggar UU Pemilu. Jelas-jelas di situ dikatakan kalau pejabat BUMN tidak boleh terlibat dalam kampanye pemilu. Kalau memang ingin jadi ikut kampanye, maka ada baiknya Sutanto mundur dari posisinya sekarang," tegas anak buah Megawati ini.

Selain harus mundur, lanjut dia, Sutanto juga dapat terjerat kasus hukum di pengadilan. Sebelumnya, Anggota DPR fraksi PAN, Alvien Lie mengatakan kalau isu seputar keberadaan komisaris pertamina menjadi tim sukses capres tertentu harus segera diselesaikan. "Pertamina jangan pernah mau diperalat oleh kelompok tertentu. Kalau ada pihak lain yang mempengaruhi Pertamina, Pertamina harus melawannya. DPR Komisi VII siap mendukung Pertamina," serunya.

Namun, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengaku, Soetanto bukan bagian dari tim sukses SBY-Boediono. "Soetanto dipastikan bukan anggota tim kampanye," tepis Anas menanggapi munculnya kabar bahwa ada dua orang anggota tim sukses SBY-Boediono adalah pejabat BUMN, salah satunya Sutanto yang menjabat Komisaris Pertamina.

Lantas, apakah Soetanto bisa dikatakan sebagai simpatisan SBY-Boediono? "Setahu saya, Soetanto itu teman Pak SBY. Teman kan harus bersimpati dengan temannya," kilah Anas sembari menambahkan, tak ada satupun anggota tim sukses SBY-Boediono sebagai pejabat BUMN. (ARI)

Tidak ada komentar: