Kamis, 25 Juni 2009

Prabowo Tak Agresif, Wiranto Lebih Menarik

SUARA MERDEKA

Berita Utama

25 Juni 2009


Prabowo Tak Agresif, Wiranto Lebih Menarik


JAKARTA - Pakar politik dan peneliti LIPI, Dr Hermawan Sulistiyo menilai, Cawapres Prabowo Subianto gagal tampil agresif sebagaimana diharapkan publik. Bahkan dari ketiga cawapres yang tampil dalam debat bertopik Pembangunan Jati Diri Bangsa itu, Wiranto disebutnya sebagai paling menarik.

”Yah, Wiranto ternyata menarik sekali ditonton. Padahal, banyak yang berharap Prabowo Subianto lebih agresif, ternyata malah normatif,” katanya di Jakarta, kemarin.

Hermawan juga menilai penampilan Boediono, seperti sudah diduga banyak orang, normatif dan datar-datar saja. ”Tetapi tak masalah. Sebab untuk ke depan, mereka kan cuma wapres, jadi tidak begitu menentukan,” sambung Hermawan.

Terpisah pakar politik Tjipta Lesmana mengatakan, secara keseluruhan debat yang dipandu Prof Dr Komarudin Hidayat ini lebih bagus karena lebih substanstif, lebih bermutu, dan aturannya lebih longgar.

Misalnya, batasan memberi tepuk tangan tidak lagi saat setiap para cawapres menjelaskan dan memaparkan programnya. Selain itu, dari sisi artikulasi, pengertian debat sudah muncul. Perdebatan mulai terlihat dari upaya menyerang pasangan cawapres. Misalnya, dalam pertanyaan yang dilontarkan moderator tentang agama, dengan bantahannya yang cukup pedas, Wiranto mengatakan bahwa Boediono jangan hanya bersikap normatif.

Dia memperkirakan debat cawapres itu mampu mempengaruhi pemilih. Hal itu, katanya, bisa dilihat dari hasil polling SMS yang dilakukan stasiun televisi Metro TV. Meski itu bukan gambaran realitas, paling tidak suara dukungan bagi cawapres ini mengalami perubahan.

’’Sedikit banyak hal itu bisa mempengaruhi. Saya perhatikan polling SMS, meski itu tidak mewakili suara rakyat. Sebelum debat cawapres, polling SMS bagi Prabowo 24 persen, namun begitu debat, suaranya perlahan-lahan naik dan meningkat tajam menjadi 31,69 persen. Berbeda dengan Boediono yang turun dari 52 persen menjadi 44 persen. Sementara itu, Wiranto tidak banyak berubah dan konstan sebanyak 24 persen,’’kata Tjipta.

Dari sisi performa, Prabowo dinilai lebih bagus dan mantap. Suaranya keras dan tegas selama debat. Pemaparannya juga cukup jelas, mulai dari visi dan misi kenapa bangsa ini menjadi terpuruk, yang menurutnya, kuncinya karena sumber daya alam yang dikuasai asing.

Sementara itu, sikap Boediono yang canggung di depan publik menurutnya wajar, karena Boediono selama ini dikenal sebagai ekonom, seorang dosen sehingga dimaklumi saat Boediono grogi dihadapkan pada persoalan yang jauh dari bidangnya seperti isu politik dan agama.

Diperlonggar
Tjipta berharap, ke depan, KPU harus didesak memperlonggar aturan debat. Moderator sebaiknya diberi keleluasaan memandu debat dan jangan terlalu dibatasi dengan aturan. KPU sebaiknya tidak perlu mengkhawatirkan bahwa debat akan terjadi di luar kendali.

’’Kalau sudah lepas kendali dan panas, moderator bisa mengintervensi. Janganlah terlalu takut debat ini keluar kendali, ini penting bagi rakyat. Debat ini untuk melihat apakah ucapan para calon itu logis atau tidak. Kita akan tahu saat adu argumentasi langsung,’’ katanya.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti perdebatan tidak lebih mengecewakan. Format debat tidak berkembang, isu dan definisi pembangunan jati diri bangsa tidak jelas. Dari balik kaca televisi, iklan banyak disuguhkan. Setidaknya tiap jeda ada 5 hingga 7 iklan niaga.

Iklan capres-cawapres paling banyak empat kali. Iklan capres terbanyak adalah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, lalu Megawati Seokarnoputri-Prabowo Subianto, dan ketiga iklan Jusuf Kalla-Wiranto.

Pengamat politik dari LIPI Dr Siti Zuhro menilai, pemaparan visi-misi terkait otonomi dan desentralisasi masih abstrak. “Tetapi bukan berarti yang menarik. Jika tidak diimbangi dengan langkah konkret, merakyat tidak akan berpengaruh signifikan,” katanya.(di-76)

Tidak ada komentar: