Selasa, 16 Juni 2009

Tanda Kejatuhan SBY

SURABAYA POST


Tanda Kejatuhan SBY

Posted by Dede Ari Septiawan at 10:37:00 AM .

Labels: PREDIKSI TERANEH


Surabaya post


JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jatuh sakit saat kunjungan kerja di kampung halaman Jusuf Kalla (JK) di Sulawesi Selatan. Hal itu terjadi beberapa jam sebelum pertemuan politik antara JK dan Megawati Soekarnoputri di Jakarta, Kamis (12/3).

Pengamat politik Fadroel Rahman mengatakan, sakitnya SBY adalah tanda-tanda kejatuhan SBY yang akan dicalonkan lagi oleh Partai Demokrat tersebut. ‘’Saya kira, inilah saatnya menanti hari-hari terakhir kekuasaan SBY. Dia sudah tidak bisa lagi mengontrol emosinya,’’ ujar Fadjroel kepada Surabaya Post, Jumat (13/3) pagi tadi.

Sakitnya pemimpin negara memang selalu jadi isu penting dalam politik. Presiden Soekarno sebelum kejatuhannya diisukan sakit parah sejak 1964 sampai menjelang meletusnya G30S/PKI, hingga meningkatkan isu perebutan kekuasaan. Soeharto, penguasa Orde Baru, beberapa kali jatuh sakit hingga meninggal setelah kejatuhannya pada era reformasi 1997-1998. Sakit mata KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sempat jadi isu nasional terkait persyarataan kesehatan calon presiden.

Napoleon, kaisar Prancis abad ke-19, sakit parah setelah kekalahannya dari Inggris dan sekutunya hingga diasingkan di Waterloo pada 1815 dan meninggal pada usia 52 tahun di Pulau Helena di Atlantik selatan, 5 Mei 1821. Fidel Castro mundur dari jabatannya sebagai Presiden Kuba pada 19 Februari 2009 karena sakit-sakitan. Masih banyak lagi kasus sakitnya pemimpin negara yang menjadi isu politik besar.

Belajar dari pengalaman sejarah pemimpin-pemimpin besar, kata Fadjroel, tanda-tanda kejatuhan biasanya dimulai dengan sikap yang tak mampu mengontrol emosi. Dia mencontohkan Napoleon. Setelah kembali dari perasingan di Corsiva dan menjadi kaisar Prancis, Napoleon sering kehilangan kontrol.

“Selalu marah dengan anggota kabinetnya dan membuat pernyataan yang tidak perlu. Orang mengambil kesimpulan, inilah hari-hari terakhir Napoleon. Jadi, dalam literatur tentang kepemimpinan, orang yang sering kehilangan kontrol emosi dianggap tidak mampu mengendalikan kekuasaan,” tuturnya.

Demikian juga dengan SBY sekarang ini yang menurut Fadjroel tinggal menghitung hari kekuasaannya. Karena kontrol emosinya sangat lemah sekali sekarang ini. Labilnya emosi SBY sangat beralasan. SBY merasa sendirian karena ditinggalkan oleh orang terdekatnya, seperti JK dan Partai Golkarnya.


Kepanikan SBY

Menurut dia, tanda-tanda SBY sakit sebenarnya sudah muncul saat JK menyatakan diri pindah dari SBY dan siap maju sebagai capres. Sejak saat itu, SBY kehilangan kontrol. Terakhir saat SBY mengambil alih wewenang ketua umum Partai Demokrat (PD) dalam kasus Achmad Mubarok. Padahal, posisi SBY di PD sebagai Ketua Dewan Pembina. Mestinya urusan Achmad Mubarok hanya ditangani Ketua Umum PD. Tetapi yang terjadi, SBY yang bertindak sebagai juru bicara. “Ini kepanikan pertama SBY,” katanya.

Kepanikan SBY selanjutnya terjadi saat mengeluarkan statement pemerintahan bangkrut. “Mungkin dia tidak menyadari akibat dari pernyataannya itu membuat situasi ekonomi menjadi tidak imbang. Alhasil, Menkeu Sri Mulyani membantahnya. Menkeu mengatakan masih ada uang Rp 1500 triliun,” imbuhnya.

Kepanikan SBY terus berlanjut. Saat membuka pameran Agro Expo, SBY mengatakan pertanian adalah way of life. “Nggak mungkin kan, pertanian sebagai pandangan hidup. Kalau Pancasila sebagai pandangan hidup, masih bisa masuk akal. SBY benar-benar kehilangan kontrolnya,” kritiknya.

Puncaknya, terjadi saat SBY menjadi bintang tamu di acara Harus Bisa di TransTV baru-baru ini. ‘’Menurut saya, SBY tidak bisa menanggapi pertanyaan dari Agnes Monica tentang globalisasi. SBY kehilangan sentuhannya,” ujarnya.

Fadjroel bisa memahami jika SBY pada akhirnya sakit. Pasalnya, jalan SBY untuk menjadi capres sangat berat. Karena berdasarkan UU Nomor 42 tahun 2008, hanya ada dua kandidat capres yang memiliki peluang untuk jadi capres.

Kedua tokoh itu adalah JK dan Mega. JK-Mega sangat mudah untuk mencapai syarat capres yang 20 persen. Sementara SBY, hanya didukung oleh 7 persen. Apalagi PKS terus bermain-main. Kemungkinan bisa pindah ke JK, bisa juga ke Mega.

Sementara sisi lain, SBY tidak bisa mengandalkan PD. Karena PD itu tidak lebih sebagai fans club.”Sangat tidak mungkin mengandalkan fans club untuk mencapai 20 persen. PD itu bukan mesin politik. Jadi, SBY saat ini kehilangan kendali atas kekuasaannya,” jelasnya.


Karena Cemburu

Presiden SBY terkena serangan asam lambung saat jamuan makan siang bersama Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo di rumah Saptan Tabah, Dirut PT Semen Tonasa. SBY dirawat dokter kepresidenan di rumah itu. Hal itu terjadi beberapa jam sebelum pertemuan Jusuf Kalla (JK) dan Megawati Soekarnoputri pukul 14.00 Kamis (13/3), di sebuah rumah Jalan Imam Bonjol nomor 66, Jakarta Pusat.

Pasca jatuh sakitnya SBY, peresmian beberapa proyek di Sulsel diwakilkan kepada Menko Kesra Aburizal Bakrie. Antara lain peresmian Bendungan Ponre-ponre senilai Rp 206 miliar, PLTG Senkang Kabupaten Wajo senilai 45 juta dollar AS, dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di pabrik PT Semen Tonasa.

SBY dan rombongan dijadwalkan meninggalkan Makassar sekitar Jumat (13/3) harini pukul 10.30 Wita dan diperkirakan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pukul 12.50 WIB.

Pengamat politik dari Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, menilai SBY sakit karena cemburu. ‘’Temannya (JK, red) pindah ke lain hati, tentu cemburu. Rasa cemburu berlebihan bisa membuat orang sakit,’’ kata mantan Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) tersebut.

Ditanya apakah sakit SBY direkayasa atau tidak, Ray mengatakan, bisa karena rekayasa tapi juga bisa tidak. Jika dilihat dari animo masyarakat yang luas terhadap pertemuan Mega-JK, SBY akan berusaha meng-counter pemberitaan dengan jatuh sakitnya dia. ‘’Rekayasa itu berita untuk kelas menengah ke bawah agak cocok. Tetapi bisa juga karena memang dia benar-benar sakit,’’ tuturnya.

Menurut Ray, duet SBY-JK seperti orang berpacaran atau berumah tangga. Jika salah satu di antaranya pindah ke lain hati, hampir pasti akan membuat hati pasangannya terluka. ‘’Kalau Anda periksa ke dokter saat sakit hati, gejalanya kalau nggak pening-pening, mual-mual, atau perutnya terganggu, lemas. Jadi, penyakit SBY itu karena sakit hati. Kontrak belum habis dan berhasil, tapi pasangan sudah pindah ke lain hati. Terang-terangan pula,’’ ujarnya.

JK sendiri dalam wawancara dengan televisi swasta nasional menyatakan sudah memberithau SBY soal pertemuannya dengan Megawati pada malam sebelum pertemuan. ‘’Pak, besok saya ingin bertemu Ibu Megawati. Lalu, beliau menjawab silakan, silakan,’’ ujarnya.


Tanpa Arah

Sementara itu, Fadjroel menilai pertemuan Mega-JK tanpa tujuan. Kalau tujuannya untuk kepentingan capres, jelas tidak mungkin. Sebab JK tidak akan mungkin menjadi cawapres. Daripada menjadi cawapres Mega, lebih baik tetap menjadi wakil presiden SBY dan jelas-jelas dia menang.

Demikian juga sebaliknya. Kalau JK menjadi capres, Mega tidak mungkin mau menjadi cawapres. Apalagi, Mega pernah menjadi presiden dan tak mungkin mau jadi cawapres. “Jadi, sangat keliru kalau pertemuan Mega-JK ini untuk menjajaki kemungkinan berkoalisi mengusung capres dan cawapres. Karena halangannya terlalu besar,” urainya.

Kalau pertemuan ini untuk keperluan penjajakan legislatif, kata Fadjroel, kemungkinan bisa. Ini bisa mempengaruhi persepsi masyarakat bahwa dua partai besar akan membangun koalisi. Persepsi masyarakat bahwa dua partai besar yang tadinya berseteru bisa bekerjasama dalam demokrasi. Tetapi ini di tingkat legislatif. Di level kepresidenan sangat tidak mungkin. “Jadi, kalau urusannya kepresidenan, saya kira, ini pertemuan yang tanpa tujuan.

Pertemuan Mega-JK yang dikemas dengan makan siang bersama di sebuah rumah Jalan Imam Bonjol nomor 66, Jakarta Pusat, Kamis (12/3), berlangsung gayeng. Mega dan JK duduk semeja didampingi petinggi parpol masing-masing. Mega didampingi Ketua Dewan Pertimbangan Pemilu DPP Taufiq Kiemas. JK didampingi Surya Paloh, ketua Dewan Penasihat Partai Golkar.

Di meja sebelah mereka duduk senior PDIP dan Golkar, antara lain Sekjen DPP PDIP Pramono Anung, Puan Maharani putri Megawati yang menjadi caleg DPR, Ketua DPP PDIP Arif Budimanta, dan Burhanudin Napitupulu, ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar.

Mega yang terkenal serius sesekali bercanda dengan JK. Makan siang berlangsung sekitar 45 menit. Tidak ada sesi pertemuan khusus di rumah itu antara JK dan Mega. Usai makan, mereka menggelar konferensi pers bersama. “Setelah ini saya berharap ada pertemuan lanjutan antarpetinggi partai,” kata Mega. ‘’Tadi belum sempat ngomong pasangan calon presiden dan calon wakil presiden,” tambah dia sambil memuji kelezatan nasi goreng yang baru disantapnya.

JK dalam wawancara khusus dengan RCTI usai pertemuan mengatakan tetap memegang amanat DPD I (Provinsi) Partai Golkar sebagai capres Partai Golkar. Ditanya kemungkinan jadi cawapres SBY, JK menyatakan bisa saja. ‘’Semuanya tergantung situasi,’’ ujarnya. Menurut dia, pertemuan dengan Mega untuk menurukan tensi politik di tanah air.

Pada pertemuan JK-Mega, diteken lima butir kesepakatan Golkar-PDIP yang diteken JK dan Mega. Isinya pertama, membangun pemerintahan yang kuat untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Kedua, memperkuat sistem pemerintahan presidensial sesuai dengan UUD 1945 yang memiliki basis dukungan yang kokoh di Dewan Perwakilan Rakyat.

Ketiga, memperkuat sistem ekonomi untuk melaksanakan program ekonomi yang berdaulat, mandiri, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Keempat, mempererat komunikasi politik PDIP dan Partai Golkar sebagai perwujudan tanggung jawab dua partai terbesar di Pemilu 1999 dan 2004. Kelima, kedua partai itu sepakat menyukseskan pelaksanaan Pemilu 2009 secara jujur, adil, langsung, bebas, rahasia, aman dan bermartabat.

Tidak ada komentar: