Rabu, 10 Juni 2009

Pejabat BUMN Diminta Mundur

BISNIS INDONESIA

Selasa, 09 Mei 2009



Pejabat BUMN diminta mundur
Tim Kampanye SBY-Boediono klarifikasi ke Bawaslu



JAKARTA: Beberapa komisaris BUMN yang menjadi tim sukses capres didesak untuk me­milih antara tetap menjabat komisaris atau men­jadi tim sukses agar tidak terjadi konflik kepentingan.

Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), mengatakan pilihan bagi orang-orang yang saat ini menjadi pejabat BUMN dan sekaligus tim sukses capres adalah memilih satu di antara dua tugas tersebut.

“Misalnya Sutanto yang kini men­jadi komisaris Pertamina, dia harus memilih. Apakah tetap menjadi komisaris atau tim sukses,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, mantan Ka­polri Jenderal Pol. Sutanto yang menjabat Komisaris PT Perta­mi­na (Persero) saat ini menjadi Ke­tua Dewan Pembina Gerakan Pro SBY (GPS).

Selain Sutanto, ada nama Soe­prapto, Ketua Tim Sekoci yang men­jadi pendukung Partai Demo­krat pada pemilu legislatif lalu. Soeprapto adalah Komisaris Uta­ma PT Indosat.

Ray Rangkuti berpendapat Ba­dan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa mengklarifikasi para pejabat BUMN itu, apakah rangkap ja­bat­an sebagai tim sukses itu melanggar aturan atau tidak.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy menilai komisaris BUMN yang men­jadi tim sukses capres bisa menimbulkan iklim yang tidak sehat.

“Tidak sehat,” katanya seperti dikutip Antara.

Noorsy mengkhawatirkan ki­nerja komisaris yang menjadi tim sukses akan terganggu atau tidak maksimal karena juga harus men­­­jadi tim sukses capres. Be­lum lagi, katanya, jika ada kecu­ri­gaan memakai fasilitas BUMN untuk kampanye.

Dia mengatakan sebelumnya se­lalu dikatakan bahwa penunjukan pejabat BUMN karena profesionalisme. Dengan adanya ko­misaris BUMN yang menjadi tim sukses capres, katanya, menunjukkan bahwa pemilihannya ka­re­na alasan profesionalisme menjadi dipertanyakan.

Noorsy mengusulkan agar pola pemilihan pejabat BUMN diperbaiki sehingga pejabat yang dipi­lih benar-benar profesional.

Untuk itu, lanjutnya, perlu di­buat aturan yang jelas mengenai pejabat BUMN yang menjadi tim sukes capres. “Ini untuk mewu­jud­kan good governance [tata kelola perusahaan yang baik],” katanya.

Hal senada dikatakan pengamat politik dari Universitas Indo­ne­sia (UI) Rocky Gerung. Dia me­minta mereka yang merangkap tu­g­as tersebut harus membuat ke­­putusan posisi yang dipilih. “Ini untuk mewujudkan tata ke­lola pemerintahan yang baik.”

Harus dipersempit

Dia meminta peluang pejabat memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan lain harus dipersempit untuk menghindari dugaan yang tidak diinginkan.

Menurut UU No. 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 41 Ayat 2 huruf d di­sebutkan bahwa pelaksanaan kampanye dalam kegiatan kam­pan­ye dilarang mengikutsertakan pejabat badan usaha milik nega­ra/badan usaha milik daerah.

Sebelumnya, pemerintah mela­lui Meneg BUMN sempat memberikan teguran keras kepada se­jumlah karyawan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang me­­­lalui serikat pekerjanya me­nya­­ta­­­kan dukungan kepada Pra­bo­wo Subianto, cawapres pen­dam­ping capres Megawati Soe­kar­no­putri.

Dalam perkembangan lain, Tim Kampanye Nasional SBY-Boe­diono melakukan klarifikasi ke Bawaslu terkait dugaan kampanye di luar jadwal yang di­la­ku­kan pada 30 Mei lalu.

Sebelumnya, Bawaslu mela­yang­­kan laporan kepada Mabes Polri karena pasangan itu diduga melaku­kan pelanggaran pidana kampanye di luar jadwal sesuai Pasal 213 UU Nomor 42 Tahun 2008 Ten­tang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

“Kami sudah melakukan se­suai dengan kewenangan kami. Untuk yang menindaklanjuti, su­dah kami serahkan kepada ins­tansi lain. Karena berhubung­an dengan tindak pidana pemilu, di­serahkan pada Mabes Polri. Biar­kan lembaga lain menja­lan­kan [tugas] sesuai dengan ke­we­nang­an mereka,” ujar Ketua Ba­waslu Nur Hidayat Sardini seusai pertemuan tertutup dengan Tim Kam­panye SBY-Boediono di Kan­tor Bawaslu, kemarin.

Ketua Tim Kampanye SBY-Boediono, Hatta Rajasa, menyampaikan permintaan maafnya karena tidak memenuhi panggilan dari Bawaslu beberapa hari lalu, tepatnya 5 Juni.

Hatta datang bersama Sekre­taris Tim Kampanye SBY-Boe­diono yang juga Sekjen Partai Demokrat, Marzuki Alie, serta Ke­tua Umum Partai Persatuan Pem­bangunan (PPP) Surya­dhar­ma Ali.

Hatta menyampaikan bahwa acara yang diselenggarakan di Arena Pekan Raya Jakarta, Ke­mayoran, pada 30 Mei itu merupakan kegiatan yang dilaksana­kan oleh tim kampanye untuk aca­ra silaturahmi nasional yang bersifat internal, tertutup dan di­tujukan untuk partai-partai koa­lisi yang mengusung capres-ca­wa­­pres SBY-Boediono.

Kalau pada akhirnya ditayang­kan oleh tiga stasiun televisi yaitu Metro TV, TVRI, dan Trans 7, Hatta mengaku bukanlah sesuatu yang sudah diren­cana­kan.

Me­nu­rut dia, penyiaran yang dila­ku­kan oleh media massa me­rupakan penghormatan terhadap kebebasan pers dalam menda­patkan informasi pemberitaan.

“Kami tidak membuat kontrak blocking time pada televisi mana pun. [Stasiun televisi] meliput saat pembukaan, dan tidak mung­kin kami membatasi. Tidak ada ke­sepakatan apa pun untuk me­nyiar­­kan secara penuh kepada publik,” tegasnya. (m04) (anu­gerah. perkasa@bisnis.co.id/ratna.ariyanti@ bisnis.co.id)

Tidak ada komentar: