Kamis, 11 Juni 2009

Lembaga Survei Abaikan Tradisi Akademis

SINAR HARAPAN

Rabu 10. of Juni 2009 14:14


Lembaga Survei Abaikan Tradisi Akademis


Jakarta – Peran lembaga survei di Indonesia telah mengorbankan tradisi akademiknya. Berbagai lembaga survei yang menjamur menjelang pemilu telah menjadi industri bisnis yang mengabaikan nilai-nilai moral dan akademis karena tergiur sejumlah uang.



Direktur Lingkar Studi Madani (Lima) Ray Rangkuti di Jakarta, Selasa (9/6), mengatakan, peran lembaga survei saat ini lebih banyak menggiring opini publik daripada melakukan pendidikan politik. Kualitas atau mutu akademik diabaikan karena yang diutamakan adalah hasilnya mendukung calon tertentu. “Kalau lembaga survei telah menjadi industri bisnis, hasil survei pasti akan mendukung siapa yang membayar pelaksanaan survei itu,” tegas Ray.

Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens dalam diskusi Kredibilitas Lembaga Survei, Menggiring Opini Publik Satu Putaran Pilpres 2009 mengatakan, hal paling berbahaya saat ini adalah integritas KPU yang seakan-akan mengikuti hasil survei dalam memutuskan pemenang pemilu. Tidak adanya perhitungan secara elektronik pada pilpres mendatang oleh KPU yang akan mengakibatkan perhitungan suara makin privat.

“Kalau tergantung pada penghitungan cepat saja, itu akan sangat memengaruhi perilaku pemilih dan kinerja petugas di lapangan. Kalau penghitungan cepat sudah memperlihatkan salah satu calon yang menang, petugas di lapangan bisa berbuat curang atau tidak mau lagi menghitung suara,” kata Boni.

Direktur Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry mengaku gelisah dengan perilaku lembaga survei saat ini. Namun, ia mengatakan tidak etis seorang peneliti lembaga survei menilai apakah hasil survei lembaga lain bermutu dan independen atau tidak. “Sekarang semuanya tergantung penilaian masyarakat saja, “ katanya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Bima Arya Sugiarto berpendapat, lembaga survei harusnya mendorong pilpres lebih kompetitif dan cerdas. Peran survei seharusnya lebih menyangkut hal-hal substansial, seperti ideologi dan gagasan para capres untuk membangun negara ke depan, bukan melihat figur yang kosong tanpa ide cemerlang. Pekerja lembaga survei pun harus memegang kode etik yang telah ditetapkan oleh asosiasi lembaga survei sehingga ada keterbukaan dari lembaga-lembaga tersebut menyangkut masalah pendanaan dan metodologi yang digunakan. (inno jemabut)

Tidak ada komentar: