Rabu, 24 Juni 2009

KPU Tak Transparan Soal Iklan dalam Debat Capres

SUARA PEMBARUAN


24-06-2009


KPU Tak Transparan Soal Iklan dalam Debat Capres


[JAKARTA] Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak transparan soal kontrak dengan lima stasiun televisi swasta yang menyelenggarakan debat capres-cawapres. Sebab, kontrak tersebut mengakomodasi maraknya iklan kampanye tiga kandidat, yang dikritik sangat mengganggu format debat.

Sesuai UU 42/2008 tentang Pilpres, dinyatakan bahwa debat dibiayai APBN. Dengan demikian, KPU seharusnya mengedepankan format debat yang lebih berkualitas, bukan mengorbankannya dengan alasan penghematan anggaran melalui kerja sama dengan televisi swasta.

"KPU tidak pernah menjelaskan atau memberitahukan kepada Bawaslu soal mekanisme dan kontrak yang dibuat dengan pihak media terkait anggaran untuk acara debat capres dan cawapres," kata anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo, di Jakarta, Rabu (24/6).

Pernyataannya itu menyikapi kritik terhadap maraknya jeda iklan kampanye tiga kandidat yang menyita alokasi waktu debat capres-cawapres yang disiarkan secara langsung oleh lima stasiun televisi swasta.

Untuk itu, lanjut Bambang, Bawaslu akan membahas penayangan iklan niaga dan iklan kampanye di sela-sela debat capres-cawapres yang dinilai terlalu berlebihan. "Kita akan rapat dulu soal ini," ujarnya.

Terkait dua kali debat yang telah dilakukan KPU, Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, dan peneliti pada Indonesian Budget Center Arif Nur Alam, sepakat bahwa acara itu terganggu banyaknya jeda iklan, terutama iklan kampanye tiga kandidat.

"Debat sudah mulai hidup, tapi agak mengendur karena terlalu banyak break di tengah-tengah acara," ujar Hadar.

Hal senada dinyatakan Ray Rangkuti. "Kita lebih banyak disuguhi iklan," tegasnya.

Sementara itu, Arif Nur Alam menilai, iklan yang tampil di tengah-tengah debat dikhawatirkan mencederai independensi KPU. "Dalam debat capres maupun cawapres, tidak semestinya mengakomodasi iklan dari kandidat," katanya.

Baik Hadar, Ray, maupun Arif sepakat, iklan yang ditayangkan dalam acara debat capres-cawapres, mengganggu esensi debat itu sendiri. Selain mengendurkan jawaban-jawaban yang sudah mulai memanas, munculnya iklan juga tidak etis.

Apalagi, UU 42/2008 tentang Pilpres, pada Pasal 39 Ayat (7) jelas-jelas menyebutkan bahwa debat itu dibiayai APBN. Artinya, debat seharusnya bebas dari iklan. "Kalaupun ada iklan, sebaiknya ditayangkan pada awal dan akhir acara," usul Hadar.

Lima mencatat, selama debat cawapres ada 5-7 kali jeda untuk iklan, yang empat di antaranya merupakan iklan kampanye kandidat. "Yang terbanyak iklan dari SBY-Boediono disusul Mega-Prabowo dan iklan JK-Wiranto," ungkap Ray.


Menurutnya, kehadiran iklan sangat berlebihan, sehingga KPU wajib menjelaskan kontrak mereka dengan televisi swasta penyelenggara debat. "Bawaslu sebaiknya meninjau kontrak tersebut, ke mana dana negara dan dana pemasukan iklan," ujarnya.

Dia menambahkan, debat capres-cawapres seharusnya tidak masuk ranah niaga. Sehingga durasi 120 menit tidak terpotong 30 menit untuk iklan.

"Acara itu seharusnya juga menggunakan televisi nasional, yakni TVRI, yang jangkauannya luas hingga ke pedesaan, jika memang tujuan debat untuk memperkenalkan capres dan cawapres ke masyarakat seluruh Indonesia," jelasnya.

Secara terpisah, anggota KPU, I Gusti Putu Artha mengakui, sudah ada anggaran untuk debat senilai Rp 750 juta. Tetapi, melalui kerja sama dengan lima stasiun TV swasta, anggaran itu tidak semuanya dikeluarkan.

"Perjanjiannya, KPU cukup membiayai honor moderator dan konsumsi buat undangan. Sedangkan tata ruang dan urusan yang lain, ditanggung oleh televisi yang bersangkutan," jelasnya.

Dia menegaskan ada penghematan anggaran melalui kerja sama tersebut. Namun, dia enggan mengungkapkan berapa dana yang dihemat.

Putu menambahkan, hadirnya iklan di tengah debat, merupakan hasil kesepakatan KPU dengan stasiun televisi sebagai tuan rumah debat. "Disepakati acara debat berlangsung 120 menit. Dari durasi itu, 90 menit untuk debat, dan 30 menit sisanya untuk penayangan iklan," ungkapnya.

Ihwal tidak digunakannya TVRI, Putu menjelaskan, stasiun televisi milik pemerintah itu sebenarnya juga diundang, tetapi tidak menyampaikan proposal. "Selain itu, juga tidak ada aturan harus menggunakan stasiun televisi berpelat merah itu," jelasnya.

Sebelumnya, ekonom Aviliani yang bakal menjadi moderator pada debat capres, Kamis (25/6) berjanji akan meningkatkan tantangan bagi para calon presiden yang bakal berdebat soal kebijakan yang tepat untuk menjawab masalah ekonomi saat ini dan masa yang akan datang. "Tantangannya adalah membuat para capres terlihat beda. Pertanyaannya memang tetap sama, tetapi akan dikaitkan dengan program masing-masing capres," katanya, belum lama ini.

Aviliani menambahkan, sejauh ini, jawaban para kandidat dalam debat masih terkesan normatif, sehingga kurang menarik untuk disimak. "Ini yang harus diubah. Saya inginkan mereka memperlihatkan perbedaannya, tidak normatif, lebih dinamis dan menarik," tegasnya. [J-9/RRS/L-10]

Tidak ada komentar: