Senin, 31 Agustus 2009

Kemenangan SBY-Boediono Terancam Dibatalkan

BERITA KOTA


Kemenangan SBY-Boediono Terancam Dibatalkan


Jum'at, 31 Juli 2009 00:03

BILA TERBUKTI DIDANAI ASING


JAKARTA, BK

Menang mutlak dalam Pilpres 2009, belum berarti pasangan capres/cawapres SBY-Boediono bisa mulus melenggang ke istana. Selain dihadang aneka gugatan yang dilontarkan dua rivalnya pada Pilpres 8 Juli lalu terkait kisruh DPT dan dugaan terjadinya kecurangan Pemilu, pasangan SBY-Boediono kini diganjal urusan yang tak remeh.

Pasangan SBY-Boediono ditengarai kuat menerima aliran dana dari pihak asing dan itu bertentangan dengan UU Pilpres. Bila terbukti, kemenangan pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 terancam dibatalkan.

Dalam sebuah acara diskusi, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti di Jakarta, Kamis (30/7) mengatakan, SBY bisa didiskualifikasi sebagai peserta pilpres kalau terbukti menerima dana sumbangan dari pihak asing dan itu diatur jelas dalam UU pilpres.

Oleh karena itu, Ray berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) berani menjatuhkan sanksi kepada SBY kalau memang dari hasil penyelidikan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) peserta pilpres dengan nomor urut 2 itu terbukti secara sah menerima bantuan dana dari pihak asing. Dikatakan, berdasarkan UU, yang berhak menjatuhkan sanksi kepada peserta pilpres adalah KPU. “Kalau Bawaslu bisa membuktikan SBY menerima dana asing, maka KPU harus mendiskualifikasi,” tandasnya.

Pendapat senada juga disampaikan pengamat politik dari Pedoman Indonesia Fadjroel Rachman. Menurutnya, secara moral SBY telah melakukan kesalahan dengan menerima bantuan dari pihak asing. “Pada Pasal 103 UU 42/2008 pasangan calon tidak boleh menerima dana dari asing, dan semestinya pasangan SBY-Boediono didiskualifikasi,” kata Fadjroel.

Selain itu, dirinya menilai adanya kecurangan dari kubu SBY dengan memecah sumbangan pada laporan dana kampanye sehingga seolah-olah penyumbang itu adalah pihak yang berbeda. Padahal penyumbang itu adalah pihak yang sama dengan tujuan mensiasati nilai ambang batas maksimal sumbangan dari perusahaan yang maksimalnya Rp3 miliar. “Secara moral mereka (SBY-red) sudah cacat dengan menerima bantuan asing. Hal itu diperparah dengan pensiasatan laporan dana kampanye yang mereka lakukan. Jelas mereka salah,” tandasnya.

Menurut mantan tahanan politik (tapol) ini, kalau pasangan SBY-Boediono didiskualifikasi berarti pelaksanaan pilpres harus diulang secara nasional. Dia menilai, memang sudah sepantasnya pilpres diulang, karena pelanggaran dan kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan pilpres 2009 cukup banyak.

Sebagaimana diberitakan, pada Rabu (29/7), Bawaslu memangil dan memeriksa kubu SBY yang diwakili Marsekal Purn Djoko Suyanto selaku Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional pasangan SBY-Boediono. Dalam pemeriksaan itu, pihak SBY mengaku menerima aliran dana sebesar Rp3 miliar dari Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN). Menurut Wirdyaningsih, anggota Bawaslu, BTPN merupakan bank asing yang 95% kepemilikan sahamnya dikuasai asing.

Bantah Melanggar
Sementara itu Tim kampanye pasangan Jusuf Kalla-Wiranto yang diwakili oleh Sekretaris Iskandar Mandji menyangkal tuduhan pelanggaran dalam penerimaan dana kampanye pemilu presiden dan wakil presiden 2009.

Tim kampanye nasional JK Wiranto mendatangi Bawaslu untuk memenuhi undangan lembaga pemantau pemilu, terkait klarifikasi dana kampanye Pilpres 2009. Mereka membantah adanya penyumbang dari pihak asing.

Sekretaris Timkamnas JK-Wiranto Iskandar Manji mengatakan, tidak ada penyumbang dana kampanye JK-Wiranto, baik perorangan maupun badan hukum yang mendonasikan dana melebihi batas yang telah ditentukan dalam UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres.

“Dana kampanye kita yang paling kecil sekitar Rp83 miliar. Tidak ada (yang menyumbang melebihi batas). Apalagi dana asing,” kata Sekretaris Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto ini.

Ia juga membantah adanya penyumbang yang tidak jelas identitasnya. Ia mengatakan, jika penyumbang telah menyerahkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka yang bersangkutan dapat dipastikan memiliki kartu tanda penduduk. “Kalau ada NPWP berarti ada KTP-nya,” ujarnya.

Sebelumnya, Bawaslu menerima laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai dana kampanye pilpres. ICW melaporkan sejumlah dugaan pelanggaran di antaranya mengenai identitas penyumbang yang tidak jelas.

Terkait dengan dana kampanye pasangan JK-Wiranto, ICW mencatat sejumlah kejanggalan atau dugaan pelanggaran yakni adanya penyumbang yang tidak jelas identitasnya dan tidak menyertakan NPWP bagi penyumbang di atas Rp20 juta. Selain itu, ICW juga menemukan penyumbang beralamat sama, terindikasi dalam satu induk perusahaan, dan penyumbang yang mendonasikan dana melebihi batas sumbangan. O dir

Tidak ada komentar: