Minggu, 16 Agustus 2009

Pasemon SBY 'Layukan' Demokrasi

INILAH.COM

Pemilu 2009
12/08/2009 - 09:44



Pasemon SBY 'Layukan' Demokrasi


R Ferdian Andi R


INILAH.COM, Jakarta - Lagi-lagi SBY melontarkan pasemon. Dalam kapasitasnya sebagai capres, SBY, kali ini menuding gugatan capres lain atas hasil Pemilu Presiden 2009 di Mahkamah Konstitusi merupakan upaya pencemaran nama baik. Sindiran SBY tersebut yang masih menjabat sebagai presiden ini dinilai justru meredupkan semangat demokrasi yang tengah mekar selama ini.

"Dalam kapasitas saya sebagai capres, saya harus menahan diri dengan tudingan-tudingan itu. Sesungguhnya ini merupakan pencemaran nama baik. Jadi sebaiknya berhati-hati menuduh SBY-Boediono curang," ujar SBY di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Senin (10/8).

Pernyataan SBY ini jelas memantik polemik di tengah masyarakat. Meski tak menunjuk hidung, sulit untuk menerjemahkan bahwa pernyataan SBY itu tidak tertuju kepada pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto, dua pesaingnya yang melakukan gugatan hukum ke MK.

Dalam gugatannya di MK, JK-Wiranto maupun Mega-Prabowo memang mengajukan dugaan penggelembungan suara. Dengan kecurangan itu, Mega-Prabowo bahkan menyatakan kehilangan 28.600 juta suara, sedangkan JK-Wiranto mengklaim sebanyak 34 juta suara.

Pernyataan SBY disesalkan banyak pihak. Ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yohyakarta, Fajrul Falaakh, menyebutkan SBY sebaiknya berhati-hati dan tidak gegabah dalam menyampaikan pernyataan. "SBY juga harus hati-hati menuding orang telah menuduhnya curang. Itu juga bisa jadi pencemaran nama baik," kata Fajrul di gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/8).

Justru dalam amatan Fajrul, selama ini upaya hukum Megawati sama sekali tidak masuk pada ranah pribadi SBY. Fajrul menilai, apa yang dilakukan Megawati-Prabowo tertujukan kepada pemerintah. "Megawati tidak pernah menuduh SBY secara priabdi. Setahu saya, yang dikritik adalah pemerintah," tandasnya.

Pernyataan SBY mengingatkan publik pada rencana gugatan hukum yang akan dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam merespons tuntutan kepada Mega-Prabowo dan JK-Wiranto ke MK. KPU berencana menggugat balik melalui jalur pidana pasangan capres yang tidak mampu membuktikan tuduhan di persidangan MK. "KPU belum pernah melakukan perlawanan balik. Niat sudah ada. Selama ini kami diam. Nanti, kalau sudah keterlaluan," kata Ketua KPU Abdul Hafiz Anshari, Jumat (7/8) pekan lalu.

Direktru Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menegaskan, salah besar bagi SBY yang menyebutkan langkah hukum Mega-Pro dan JK-Wiranto sebagai langkah yang dapat dinyatakan sebagai pencemaran nama baik.

"Justru melalui jalur hukum membuktikan cara yang paling elegan, beradab, dan konstitusional. Justru hal ini memberi efek pengajaran kepada masyarakat bahwa kita harus menahan diri untuk melakukan tudingan yang tidak didasarkan sama sekali pada fakta-fakta hukum," kata Ray dalam siaran pers yang diterima INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (11/8).

Lebih lanjut Ray menegaskan, pernyataan SBY justru bersayap. Di satu sisi SBY menyebut tudingan kecurangan sebagai tindakan pencemaran nama baik, namun di sisi lain segala sesuatu ada mekanisme penyelesaiannya, yaitu melalui jalan damai. "Pernyataan SBY terlihat mendua hati. Apa yang hendak dinyatakan presiden dengan pernyataan ini?" tegasnya.

Ray pun berharap, baik KPU maupun SBY, tetap menahan diri dalam memberi pernyataan yang kontraproduktif yang selama ini sering disampaikan.

Menanggapi pasemon SBY, Partai Golkar pun mengaku serba salah. Menurut Ketua DPP Partai Golkar Syamsul Muarif, posisi Golkar serba sulit dalam menanggapi pernyataan SBY terkait tudingan pencemaran nama baik itu. "Posisi kami sulit. Kalau kami bilang pernyataan itu (SBY) tak layak, nanti kami berhadapan dengan presiden," kata Syamsul di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (11/8).

Syamsul menegaskan, Golkar tidak mau terjebak dalam pernyataan yang belum pasti kepada siapa ditujukan. Menurut dia, Golkar tak mau menjadikan isu itu sebagai ajang adu domba. "Kita tidak boleh teradu domba hanya karena prediksi-prediksi yang belum jelas sebetulnya dimaksudkan ke mana," ujarnya.

SBY belakangan terkesan semakin gemar melontarkan kalimat bersayap. Penggunaan pasemon memang langkah paling mudah untuk mengusik kesadaran lawan politik tanpa risiko menerima dampaknya. Namun, menjelang dibacarakannya putusan MK atas sengketa pemilu, sepatutnyalah SBY menahan diri demi menghormati proses hukum. Kalau tidak, pasemon SBY tak ubahnya sebuah upaya melayukan kembang demokrasi yang tengah bersemi. [P1]

Tidak ada komentar: