Senin, 31 Agustus 2009

Pilpres Berpotensi Diulang

BERITA KOTA


Pilpres Berpotensi Diulang
Mega-Prabowo & JK-Wiranto Siapkan Gugatan



Minggu, 26 Juli 2009 08:03



Gugatan hukum yang dilayangkan oleh capres-cawapres Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto dapat bermuara pada Pemilu Presiden (Pilpres) ulang. Kemungkinan itu sangat terbuka bila kedua kubu dapat membuktikan adanya kecurangan-kecurangan yang bersifat massif dan luar biasa kepada Mahkamah Konsitutsi (MK).

BK/AGUNG NATANAEL
HASIL REKAPITULASI: Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, SBY-Boediono, dan Jusuf Kalla-Wiranto berpose usai penetapan dan pengumuman hasil Pilpres di Kantor KPU, Jakarta, Sabtu (25/7). Pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto tidak hadir.




Wakil Ketua MK Abdul Muftie Fajar di Jakarta, Sabtu (25/7) menyatakan, pilpres ulang bisa terjadi bila terbukti kecurangan itu terbukti bersifat massif dan luar biasa. Pilpres juga bisa diulang bila suara pihak yang saat ini unggul berkurang dari 50% akibat hasil pembersihan dari gugatan hukum yang terbukti.

Dia mengatakan, MK siap menerima gugatan dan menyidangkan gugatan-gugatan yang dilayangkan kubu Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto. Bahkan, sejak ditetapkannya hasil penghitungan pilpres, MK langsung membuka pendaftaran sengketa. “Kami siap menyidangkan sengketa pilpres. Kalau satu dari dua syarat itu terbukti, pilpres ulang bisa terjadi,” tutur Muftie.

Pendapat senada disampaikan pengamat politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti. Menurut Ray, sudah seharusnya pilpres ulang dilakukan. Pendapat ini didasarkan pada hasil temuan kecurangan yang didapat Lima dan beberapa organisasi pemantau pemilu yang tergabung dalam Masyarakat Pembela Demokrasi (MPD).

Menurut Ray, kecurangan bersifat sistemik dan merata, terutama terkait masalah DPT. Pihaknya juga menemukan banyak surat suara yang sudah dicontreng untuk calon tertentu padahal masih dalam keadaan tersegel. Ray menambahkan, kecurangan itu diperparah dengan tindakan KPU yang melakukan perubahan DPT tanpa izin Bawaslu.

Penetapan rekapitulasi suara Pilpres 2009 yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sabtu (25/7), ditolak oleh kubu Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto karena dianggap penuh kecurangan. Otomatis, hanya kubu SBY-Boediono yang menerima dan menandatangani hasil pilpres tersebut.

Bahkan, kubu Mega-Prabowo yang diwakili oleh Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi T Gayus Lumbuun, enggan menerima salinan hasil rekapitulasi suara. Gayus, yang mewakili Megawati dan Prabowo, menolak salinan rekap suara yang disodorkan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary.

Hafiz kaget. Dengan wajah memerah, orang nomor satu di KPU itu langsung menarik kembali salinan itu. Jusuf Kalla mau menerima salinan tersebut. Demikian pula SBY sebagai peraih suara terbanyak.

Gayus mengungkapkan keengganan pihaknya menerima salinan itu karena pihaknya memang tidak mengakui hasil penghitungan suara tersebut. Alasan itu pula yang menjadi dasar penolakan kubu Mega-Prabowo untuk menandatangani hasil rekapituilasi.

Gayus menyatakan, Mega-Prabowo akan mendaftarkan gugatan kecurangan pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (28/7) mendatang. “Banyak pelanggaran yang terjadi dalam pilpres yang harus diselesaikan di MK, termasuk pelanggaran penetapan DPT oleh KPU,” tegas politisi senior PDIP itu.

Kubu JK-Wiranto juga enggan mengakui hasil penghitungan suara walaupun pasangan JK-Wiranto hadir dan menerima salinan hasil penghitungan suara. Hal itu dikemukakan oleh anggota Tim Kampanye Nasional (Timkamnas) JK-Wiranto, Burhanuddin Napitupulu.

Politisi senior yang akrab disapa Burnap ini menyatakan, pihaknya menolak hasil penghitungan suara karena banyaknya kejanggalan, terutama perubahan DPT yang tidak mereka ketahui.

Apalagi, belakangan KPU mengakui bahwa perubahan DPT itu dilakukan pada 6 Juli, hanya dua hari sebelum pelaksanaan pilpres. Padahal, menurut UU, DPT harus sudah ditetapkan 30 hari sebelum pelaksanaan pilpres.

“Kami tidak tanda tangan karena tidak mengakui hasil pilpres. Senin (27/7) nanti, kami akan langsung daftarkan gugatan ke MK,” tandas Burnap.

Menanggapi penolakan dua rivalnya, kubu SBY-Boediono menilai hal itu sebagai bentuk belum dewasanya elit politik dalam berdemokrasi. Pendapat ini dilontarkan Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum.

Anas beranggapan, pilpres sudah berjalan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia berdasarkan azas jujur dan adil sehingga seharusnya mereka mau dengan legowo menerima kekalahan. Anas juga merasa kasihan dengan KPU yang sudah bekerja keras menyelenggarakan pemilu tapi malah dituduh berbuat curang. “Ini pertanda elit kita belum dewasa dalam berpolitik,” sindir mantan Ketua Umum HMI itu.

SBY sendiri menegaskan, kekurangan atau ketidakbenaran yang muncul dalam pelaksanaan Pilpres 2009 bukanlah suatu kecurangan. Dalam jumpa pers di Cikeas, SBY menyatakan bahwa sistem dan UU telah memberikan ruang untuk masing-masing pasangan menyampaikan protes dan aduan tentang pelaksanaan pilpres. “Harapan kita, itu dapat disalurkan dengan damai, menghormati demokrasi, dan rule of law,” kata SBY didampingi Boediono.

SBY mengatakan, pihaknya juga akan memberikan masukan dan saran kepada KPU menyangkut DPT serta sosialisasi UU Pemilu yang dianggap masih kurang baik. “Masih besar suara yang tidak sah sehingga perlu penyempurnaan UU Pemilu di waktu yang akan datang,” katanya.

Kecurangan Sistemik

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini mengakui, pilpres kali ini diwarnai banyaknya kecurangan. Bahkan, kecurangan itu sudah berbentuk sistemik. Oleh karena itu, Bawaslu bertekad akan memroses laporan dugaan kecurangan pilpres, termasuk dugaan kecurangan yang melibatkan anggota KPU.

Bawaslu akan membentuk Dewan Kehormatan (DK) untuk menyelidiki pelanggaran kode etik yang dialamatkan kepada anggota KPU. “Pilpres ini sukses tapi diwarnai banyak kecurangan,” papar Nur Hidayat.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary dengan tegas menyatakan, hasil pilpres sah walaupun tidak ditandatangani dua dari tiga peserta. Menurut mantan Ketua KPU Kalimantan Selatan itu, tanda tangan saksi tidak memengaruhi hasil pilpres.

Hafiz mengakui, penetapan capres dan cawapres terpilih baru akan dilaksanakan setelah adanya putusan MK. “Hasil ini sah serta punya legitimasi dan legalitas. Masalah tanda tangan itu tidak berpengaruh,” urai Hafiz. O dir

Tidak ada komentar: