Senin, 31 Agustus 2009

Radikalisme gerakan mahasiswa dari masa ke masa mengalami penurunan

INDONESIA MONITOR

04 Agustus 2009


Radikalisme gerakan mahasiswa dari masa ke masa mengalami penurunan.
Kenapa demikian?



MANTAN aktivis mahasiswa Ray Rangkuti menilai, dibandingkan dengan gerakan mahasiswa pada tahun 1990-an, tingkat radikalisme mahasiswa saat ini cenderung menurun. Hal itu disebabkan oleh perjalanan demokrasi yang sudah lebih baik ketimbang masa sebelumnya. Selain itu, tingkat kesadaran politik rakyat sekarang ini juga sudah cukup tinggi. Terbukti, sebagian masyarakat sudah mampu mengadvokasi sendiri kasus yang dialaminya.



“Gerakan mahasiswa itu kan pada dasarnya muncul ketika ada keresahan di tengah masyarakat. Kalau keresahan itu tidak terlalu kuat, maka gerakan mahasiswa akan sulit muncul ke permukaan. Yang jelas, kalau melihat sejarahnya, radikalisme gerakan mahasiswa akan kembali menemukan momentum ketika bangsa ini menghadapi krisis,” ungkapnya kepada Indonesia Monitor.



Ray melanjutkan, radikalisme gerakan mahasiswa sudah sangat jarang terlihat dalam skala nasional. Gerakan mahasiswa cenderung lebih mengarah pada gerakan sektoral. Berbeda dengan gerakan mahasiswa di era 70-an dan akhir 90-an yang tingkat radikalismenya hampir merata di seluruh pelosok negeri.



“Kita tidak pernah tahu ke depannya gerakan mahasiswa akan seperti apa. Mati atau tidaknya gerakan mahasiswa tergantung situasi dan kondisi di negeri ini,” jelasnya.



Radikalisme gerakan mahasiswa, baginya tidak harus diwujudkan dalam bentrok fisik dengan aparat. Karena, hal tersebut bukanlah bagian dari tujuan berdemonstrasi. Dalam berunjuk rasa, para aktivis hanya dituntut bagaimana aspirasi rakyat yang diusung bisa diperhatikan oleh penguasa.



Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Arip Musthopa menilai, radikalisme gerakan mahasiswa telah menurun. Ini ditunjukan dengan pola aksi unjuk rasa yang mengarah pada bentrokan fisik sudah tidak lagi digunakan oleh sebagian besar organisasi ekstra parlementer.



“Dalam berunjuk rasa, gerakan mahasiswa sekarang tidak sekeras dulu. Kalaupun ada kekerasan dalam berdemonstrasi, itu bukanlah by design, melainkan accidental yang disebabkan adanya represifitas aparat dan provokasi pihak-pihak tertentu,” katanya.



Diakuinya, hampir semua organisasi gerakan mahasiswa mengajarkan bagaimana menghadapi situasi ataupun kondisi tertentu yang mengharuskan para aktivis untuk mempertahankan diri. Bentrok atau tidaknya unjuk rasa yang dilakukan, menurutnya bukanlah bagian dari skenario aksi.



“Sekarang ini, bentrok di lapangan sudah tak lagi diperlukan.“



Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lalu Hilman Afriandi, memaknai radikalisme gerakan mahasiswa sebagai sebuah gerakan yang selalu melihat suatu masalah sampai ke akar-akarnya. “Siapa yang berani mengusung isu hapus hutang luar negeri dan neoliberalisme berarti gerakannya radikal. Tapi, kalau isu yang dibawa justru menguatkan penguasa atau neolib, itu jelas bukan gerakan yang radikal,” tukasnya.



■ Feri Relasyah

Tidak ada komentar: