Minggu, 16 Agustus 2009

MK: Penyusun DPT tak tahu UU

SOLO POS

Edisi : Sabtu, 08 Agustus 2009 , Hal.2



MK: Penyusun DPT tak tahu UU


Jakarta (Espos) Majelis hakim konstitusi menilai karut-marut daftar pemilih tetap (DPT) sebagai hal wajar. Ini karena penyusun DPT tak tahu undang-undang.


”Kalau penyusun DPT tidak ngerti UU, ya DPT-nya wajar saja amburadul. Saya catat kemarin KPU Jateng bilang tidak ada kewajiban untuk NIK (nomor induk kependudukan-red) di DPT,” kata anggota majelis hakim konstitusi, Akil Mochtar, di sela-sela sidang gugatan perselisihan hasil Pilpres, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (7/8), sebagaimana dikutip dari KCM.

Menurut Akil, dalam UU disebut bahwa pemilih yang memenuhi syarat harus terdaftar di DPT, yaitu pemilih yang berusia 17 tahun, atau sudah kawin atau dikawini. Adapun penyusunan DPT menggunakan bahan dari dinas kependudukan yang sekurang-kurangnya memuat nomor induk, nama, alamat, jenis kelamin, dan tanggal lahir. ”Enggak ngerti ya pasal itu,” ujar Akil.

Faktanya, di lapangan banyak DPT yang tidak dilengkapi dengan NIK. Bahkan, di Kabupaten Kepahyan, Bengkulu, ditemukan hampir semua DPT tidak memiliki NIK.
Pada bagian lain, pernyataan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary yang mengancam menggugat balik pihak yang menyatakan adanya kecurangan Pemilu, dinilai sebagai pernyataan yang tidak menghargai proses hukum.

Pernyataan tersebut bisa menjadi teror psikologis bagi MK yang tengah menyelesaikan sengketa hasil Pemilu yang diajukan pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Hal itu dikatakan Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, Jumat.
Mempertanyakan

”Pernyataan Ketua KPU itu ada nuansa tekanan kepada dua kubu, yaitu MK dan pemohon. Ke MK, bisa jadi teror psikologis kalau memutuskan yang tidak tepat, mereka akan menggugat. Kepada pemohon, mereka mengancam akan menggugat balik karena pencemaran nama baik dan kebohongan publik,” kata Ray.

Seharusnya, KPU mengapresiasi langkah hukum yang ditempuh Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Langkah tersebut justru lebih elegan dilakukan di sebuah negara hukum. ”Bayangkan, apa yang terjadi kalau mereka justru memilih cara-cara kekerasan, seperti mendemo KPU dengan mengerahkan massa,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Kuasa Hukum Mega-Prabowo, Arteria Dahlan, mempertanyakan kesungguhan niat untuk menggugat balik. ”Kami tadi sudah menanyakan ke Pak Putu (anggota KPU I Gusti Putu Artha-red) dan Bu Endang (anggota KPU Endang Sulastri-red) apa betul statement-nya. Statement KPU kalau memang betul hari ini (kemarin-red) juga kami akan ambil upaya hukum,” kata Arteria.

Namun, saat ditanya bagaimana jawaban yang diberikan pihak KPU, Arteria enggan menjelaskannya secara gamblang. Ia justru menyinggung, seharusnya KPU konsekuen dengan apa yang telah diucapkan. - Oleh : dtc

Tidak ada komentar: