Jumat, 23 Oktober 2009

Demokrasi Indonesia Makin Suram

JPNN.COM


Jum'at, 16 Oktober 2009 , 17:44:00


Demokrasi Indonesia Makin Suram
Parpol Ogah Jadi Oposan



JAKARTA - Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai demokrasi di Indonesia saat ini mulai memasuki masa-masa suram. Menurut Ray, hal itu ditandai dengan dua hal, yakni soal peran oposisi tidak lagi dipahami sebagai sebuah kemuliaan untuk mengontrol kekuasaan yang cenderung korup, serta terjadinya penyerahan harkat dan martabat partai-partai politik kepada presiden dan wakil presiden terpilih.

"Demokrasi Indonesia sudah memasuki masa suram. Hal tersebut dimulai dari pemahaman yang melihat oposisi tidak lagi memiliki nilai-nilai kemuliaan. Sementara kekuasaan dipahami sebagai satu-satunya tempat dimana kemuliaan bertebaran," kata Ray Rangkuti, di press room DPR Jakarta Jumat (16/10).

Akibatnya, lanjut Ray, hampir seluruh partai peserta pemilu jadi pengemis dan menghambakan diri kepada kekuasaan yang ada di tangan presiden. Padahal pandangan itu nilainya sangat kosong.

Dijelaskan Ray, fenomena kontrak politik antar-parpol merupakan sebuah contoh kongrit dari suramnya demokrasi di Indonesia. "Yang kita kenal dihampir seluruh negara demokrasi hanya ada koalisi parpol untuk memenangkan pemilihan presiden. Tapi di Indonesia lebih dari itu menyerahkan harkat dan martabat partai kepada presiden dan wakil presiden terpilih. Fenomena ini jelas menguntungkan presiden dan wakil presiden terpilih," ujar Ray Rangkuti.

Yang lebih konyol, penandatanganan kontrak politik itu dilakukan oleh seorang wakil presiden terpilih yang berlakang non-parpol. Sementara yang ikut kontrak politik tersebut dilakukan oleh sejumlah pimpinan parpol yang kedudukannya politiknya di partai politik sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menyinggung soal kemungkinan dalam kontrak kesepakatan bersama agar kader partai yang duduk di DPR tidak bersikap kritis terhadap kekuasaan dalam lima tahun ke depan, Ray menyebut kalau hal itu sampai terjadi maka jelas itu merupakan kontrak haram. "Kalau benar ada diantara pasal kontrak politik seperti itu, sesungguhnya itu adalah perjanjian haram karena telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan intervensi terhadap legislatif sebagai lembaga kontrol. Kontrak itu harus batal demi hukum," tegas Ray.

Dia juga menyesalkan prilaku elit parpol yang menyerahkan seluruh proses pembentukan kabinet sepenuhnya diserahkan ke presiden terpilih. "Artinya, parpol dengan begitu mudahnya menyerahkan konstituen pemilihnya, katakan 40 juta pemilih diganti dengan jabatan menteri. Ini tindakan manipulasi," kata Ray. (fas/JPNN)

Tidak ada komentar: