Jumat, 23 Oktober 2009

Kejaksaan Seharusnya Gunakan Hak Jawab Terhadap I

ANTARA


Kejaksaan Seharusnya Gunakan Hak Jawab Terhadap I
CW



Thursday, 15 October 2009 01:47


Jakarta, 14/10 (Antara/FINROLL News) - Koordinator Divisi Advokasi HAM Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Anggara mengatakan, Kejaksaan Agung seharusnya menggunakan hak jawab terhadap pernyataan aktivis ICW yang dinilai menghina institusi tersebut.

"Kejaksaan seharusnya merespon dengan menggunakan saluran hak jawab," kata Anggara kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Menurut Anggara, kasus pencemaran nama baik yang menimpa aktivis ICW dapat dinilai berbau "balas dendam" dari pihak aparat penegak hukum.

Ia juga mengatakan, berbagai pihak terutama aparat hukum seharusnya lebih toleran dalam menerima berbagai kritikan dari anggota masyarakat.

Sementara itu, Ray Rangkuti dari Masyarakat Oposisi Indonesia (MOI) menyatakan penolakannya terhadap upaya kriminalisasi aktivis prodemokrasi termasuk ICW.

Menurut dia, hal tersebut bisa jadi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meredam kritik.

Sedangkan Direktur LBH Jakarta Nurkholis Hidayat memaparkan, pada tahun 2009 ini terdapat setidaknya 11 aktivis hak asasi manusia yang telah dikriminalisasikan.

Sebelumnya, dua aktivis ICW, yaitu Emerson F Yuntho dan Illian Deta Arta Sari, ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri, terkait dengan kasus pencemaran nama baik Kejaksaan Agung.

"Dua aktivis ICW ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik/fitnah dengan Pasal 311 dan 316 KUHP oleh Mabes Polri," kata peneliti ICW, Febri Diansyah, di Jakarta, Senin (12/10).

Febri menyatakan, kasus tersebut berasal dari laporan Kejagung pada tanggal 7 Januari 2009.

Laporan tersebut dibuat karena berdasarkan berita di surat kabar Rakyat Merdeka (5/1/2009) yang mengkritisi persoalan dalam pengelolaan uang pengembalian kasus korupsi yang ditangani kejaksaan.

"ICW menggunakan data resmi audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," katanya.

Febri menyatakan penetapan tersangka ini sangat janggal dan merupakan upaya kriminalisasi terhadap aktivis anti korupsi yang melakukan pengawasan terhadap aparat negara.

(T.M040/ )

Tidak ada komentar: