Jumat, 23 Oktober 2009

Orba Bangkit Kembali

LAMPUNG POST


Kamis, 15 Oktober 2009


Orba Bangkit Kembali



JAKARTA (Lampost): Pemerintahan sekarang mulai membangkitkan kembali tabiat rezim Orde Baru (Orba) dengan memproses hukum para aktivis. Kriminalisasi aktivis tersebut harus segera dihentikan.

Anggota Masyarakat Oposisi Indonesia dari Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, mengatakan kriminalisasi para aktivis dilakukan secara sistematis. Arahnya pada pembungkaman suara masyarakat agar penyelenggaraan pemerintahan sepi dari kritik.

"Supaya pemerintah bisa melalui jalan yang mereka bangun tanpa kritik," ujar Ray Rangkuti dalam jumpa pers di Omah Sendok, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (14-10).

Jumpa pers diadakan Masyarakat Oposisi Indonesia yang terdiri dari beberapa LSM seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Komite untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), dan Reform Institute.

Masyarakat Oposisi juga menyesalkan upaya kriminalisasi para aktivis melalui modus pencemaran nama baik. Menurut Ray, sepanjang tahun 2009, upaya kriminalisasi para aktivis makin merajalela. Tabiat pemerintah yang seperti ini dinilai mulai mengarah kepada tabiat rezim Orde Baru. "Kita harus membangun kekuatan untuk menolak segala bentuk kekuasaan yang tabiat dan perilakunya sama dengan Orde Baru," kata Ray.

Pembelaan ICW

Kriminalisasi aktivis antikorupsi dimulai dengan penetapan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, sebagai tersangka oleh Polri. Lalu disusul penetapan tersangka dua aktivis ICW, yakni Emerson Yuntho dan Illian Deta Artasari.

Terkait kasus ICW, besok Emerson dan Deta akan dipanggil ke Mabes Polri. ICW pun membentuk tim hukum dan siap melakukan pembelaan. Selain itu, ICW akan mengajukan judicial review untuk mencabut pasal pencemaran nama baik Pasal 311/316 KUHP. "Akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi," ujar Emerson.

Menurut dia, proses penetapan tersangka dilakukan polisi karena ICW bersikap kritis terhadap kriminalisasi Chandra dan Bibit serta wacana menonaktifkan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji. "Ini seperti ada tanda tanya besar. Apakah ini bentuk balas dendam? Kalau preseden ini berlangsung, jika Kejaksaan dan polisi tersinggung dengan sikap kritis, akan mudah dilakukan kriminalisasi," kata dia.

Susno Duadji

Untuk kasus KPK, pengacara Chandra dan Bibit, akan menyerahkan bukti-bukti penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Susno Duadji ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Dokumen kronologis Anggodo (adik buron KPK Anggoro Widjojo), bukti surat DPO, hingga bukti Susno bertemu dengan Anggoro di Singapura kami serahkan semua kepada Presiden," kata pengacara Bibit dan Chandra, Ahmad Rivai, kemarin.

Menurut Rivai, langkah ini diambil mengingat banyaknya unsur rekayasa dalam penetapan tersangka atas Bibit dan Chandra. Bukti diserahkan agar SBY bisa menelaah lebih lanjut.

Selain itu, tim kuasa hukum juga akan menyerahkan bukti-bukti bahwa kedua pimpinan KPK nonaktif tersebut tidak bersalah. "Kami tidak dalam posisi menyalahkan institusi mana pun, tetapi hanya ingin memberikan bukti kebenaran bukan opini atau tuduhan semata," kata dia.

Bibit dan Chandra ditetapkan polisi sebagai tersangka karena mencekal buronan KPK Anggoro Widjodjo dan mencabut cekal Joko S. Tjandra. Polisi menilai dua pimpinan KPK tersebut telah melakukan penyalahgunaan wewenang. n U-1

Tidak ada komentar: