Jumat, 23 Oktober 2009

Konsisten Oposisi, Pamor PDI-P Naik * Oposisi PDIP Sehatkan Demokrasi

SINAR INDONESIA BARU


Konsisten Oposisi, Pamor PDI-P Naik * Oposisi PDIP Sehatkan Demokrasi


Posted in Berita Utama by Redaksi on Oktober 16th, 2009

Jakarta (SIB)

Kekukuhan sikap Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri agar partai tersebut tetap menjadi kekuatan oposisi dalam lima tahun mendatang harus diapresiasi.

Sikap tersebut menyehatkan demokrasi dan bakal membesarkan partai tersebut, lepas dari alasan subjektif bahwa Megawati tidak nyaman bekerja sama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Hal itu dikemukakan pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf di Jakarta, Kamis (15/10) pagi. “Kalau bergantung pada sikap Megawati, maka PDIP ke depan jelas akan jadi kekuatan oposisi seperti yang mereka jalankan lima tahun terakhir ini. Sikap ini menyehatkan demokrasi kita. Ini konsekuensi bagi yang kalah dalam pemilu,” tegas Maswadi Rauf.

Namun, yang jadi persoalan adalah seberapa kuat pengaruh Megawati saat ini berhadapan dengan arus yang menginginkan koalisi dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Maswadi Rauf berpendapat jika semua partai politik bergabung dalam pemerintahan maka proses check and balance akan sulit berjalan, sekalipun banyak partai mengatakan akan tetap kritis terhadap pemerintah. Dalam praktik hal itu sulit dilakukan. “Harus tetap ada partai yang ada di luar pemerintahan, sekalipun ini tidak ada dalam sistem ketatanegaraan kita,” tegas Maswadi.

Hingga saat ini Megawati yang diberi mandat oleh PDIP untuk menentukan sikap politik berhadapan dengan pemerintah belum menyampaikan apa pun.

Analis politik Universitas Airlangga Daniel Sparringa mengatakan sebaiknya Megawati lebih cepat menentukan sikap agar tidak memberi sinyal yang membingungkan bagi konstituennya di daerah. Namun, dari sisi tertentu penundaan penegasan sikap PDIP tersebut bisa diterima karena jika harus beroposisi maka PDIP ke luar dari komitmen memperkuat sistem presidensial. Beroposisi akan bertentangan dengan semangat gotong royong yang selama ini diusung dalam ideologi PDIP.

Kalaupun berkoalisi maka PDIP harus membicarakan secara terbuka dengan Partai Demokrat terhadap berbagai persoalan politik ke depan, agar semuanya berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. “Tidak ada untung dan juga tidak ada ruginya bagi partai itu untuk menentukan sikapnya sekarang. Kalau semuanya itu tergantung Megawati maka sangat kuat kalau PDIP itu memonolitik sekali. Tawaran masuk dalam kabinet membuat mereka kedodoran dan tidak dewasa dalam mengambil sikap politik,” tegas Daniel Sparringa.

Sekretaris Jenderal PDIP Parmono Anung mengatakan sikap resmi PDIP akan disampaikan dalam beberapa hari ke depan. Semua pernyataan yang dikemukakan kader PDIP sejauh ini, bukanlah sikap resmi PDIP. Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo menegaskan sesuai dengan hasil rapat kerja nasional (rakesnas) PDIP di Solo-Jawa Tengah awal tahun ini, sikap politik tersebut akan ditentukan sendiri oleh Megawati.
Golkar Gabung

Sementara itu, Partai Golkar memastikan dalam lima tahun mendatang akan berkoalisi dengan pemerintah. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Ketua Umum Partai Golkar yang baru saja terpilih Aburizal Bakrie, kepada Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono. “Ketua Umum Golkar (Aburizal Bakrie) telah menyampaikan kepada saya, ke depan ini ingin menjadi bagian dari pemerintahan dan juga ingin menggalang kebersamaan di parlemen. Dengan demikian juga menjadi bagian dari koalisi,” kata Yudhoyono di sela-sela acara silaturahmi dengan wartawan di kediaman pribadinya di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/10) malam.

Turut hadir Wapres terpilih Boediono, Mensesneg Hatta Rajasa, Seskab Sudi Silalahi, Menkominfo M Nuh dan juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng.

Dengan bergabungnya Partai Golkar maka total ada enam partai yang tergabung dalam mitra koalisi Partai Demokrat, yaitu PKB, PPP, PAN, PKS, Partai Demokrat dan Partai Golkar.

Di lain pihak, Yudhoyono juga menyatakan, tetap menghormati posisi PDIP, Gerindra dan Hanura, yang tidak memilih berkoalisi dengan Partai Demokrat. “Meskipun saya juga mendengar ada parpol yang mengatakan kami tidak beroposisi, tapi tidak berkoalisi. Yang jelas, ketiga pimpinan atas ketua umum parpol itu hingga malam ini (Rabu, 14/10) belum menyatakan kepada saya, selaku Presiden terpilih, untuk
keinginan bersama-sama dalam pemerintahan maupun parlemen,” papar Yudhoyono.

Mengenai terpilihnya Taufik Kiemas menjadi Ketua MPR RI, Yudhoyono mengakui memang ada kesepakatan antara Partai Demokrat dan PDIP untuk menjalin kerja sama di MPR. Namun, tidak ada kesepakatan kerja sama di pemerintahan dan DPR. “Jadi cukup terhenti sampai kerja sama di MPR RI antara Demokrat dengan PDIP,” ujarnya.
Gerindra

Sementara itu, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) belum memutuskan bekerja sama dengan PDIP untuk mengawasi kinerja pemerintahan lima tahun mendatang. Ini karena keputusan tersebut merupakan kewenangan dari Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.

“Kami belum memutuskan apakah akan bekerja sama atau tidak, karena masih melihat perkembangan yang terjadi,” ujar Sekretaris Jenderal Ahmad Muzani saat dihubungi SH, Kamis (15/10).

Menurut Muzani, untuk mendapatkan kejelasan sikap Partai Gerindra mendatang baru akan diputuskan melalui rapat internal dalam minggu ini. Sikap tersebut dilakukan, mengingat dalam perjanjian koalisi besar yang ditandatangani empat tokoh partai tidak berjalan efektif.

“Sekarang ini posisi koalisinya berbeda. Golkar tidak lagi sejalan untuk melakukan koalisi besar mengkritisi pemerintahan. Sehingga perjanjian itu tidak efektif,” imbuhnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Hanura Yus Usman Sumanegara menilai Hanura dan PDI Perjuangan masih dalam ikatan kesepahaman menyikapi pemerintahan mendatang. Hanura, katanya, akan tetap bekerja sama sesuai dengan dokumen tertulis yang pernah ditandatangani empat tokoh sebelum pemilu presiden berlangsung.

“Hanura dan PDI Perjuangan itu sudah ada kesepakatan untuk kerja sama,” katanya.
Menurutnya, Hanura akan memberikan dukungan terhadap pemerintahan apabila melakukan kebijakan yang pro terhadap rakyat. Tapi jika dalam perkembangannya ada kebijakan yang menyimpang, Hanura akan bersikap kritis konstruktif.

“Sesuai hasil Rakernas, kami akan mendukung jika kebijakan itu pro rakyat dan kami siap bersikap kritis konstruktif jika kebijakannya menentang kepentingan rakyat,” katanya.

Sejumlah kalangan, baik internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) maupun pengamat, menghendaki partai banteng tersebut mengambil sikap politik sebagai oposisi dalam formasi pemerintahan mendatang. Dengan menjadi oposisi, pamor politik PDIP dipastikan bakal naik dan berpotensi mendulang dukungan besar di masa mendatang.
Selain itu, menjadi oposisi merupakan pilihan yang sehat bagi demokrasi, dan sudah menjadi amanat Rakernas PDIP di Solo, Januari lalu, bahwa jika PDIP kalah dalam pemilu, akan menjadi oposisi di parlemen.

Menurut pakar politik dari Universitas Paramadina Ray Rangkuti, wacana partai banteng yang akan memecat setiap kadernya jika masuk menjadi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, akan menjadi ujian tersendiri bagi PDIP dan juga Megawati Soekarnoputri. “Konsistensi politik PDIP akan diuji. Wacana terkait pemecatan diharapkan bukan basa-basi semata. PDIP harus tegas dengan keputusan menjadi kelompok oposisi yang benar dan berorientasi pada kemajuan, dan ini akan meningkatkan pamor partai di masa mendatang,” tegasnya di Jakarta, Kamis (15/10).

Dia mengingatkan, jika pilihan oposisi yang diambil, harus dilakukan secara konsisten. “Kinerja PDIP mengkritisi beberapa kasus dan kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan. Di sini konsistensi PDIP diuji. Jangan sekadar jadi oposisi yang asal-asalan,” kata Ray.

Pakar politik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago mengingatkan, PDIP tidak akan mungkin bersikap kristis terhadap pemerintah, jika bergabung di kabinet. “Sikap Mega harus mampu mencegah kemerosotan dukungan masyarakat menghadapi Pemilu 2014,” katanya.

Jika PDIP menjadi bagian dari pemerintahan, akan menuai citra buruk karena dianggap hanya mementingkan kekuasaan. Hal ini yang perlu diantisipasi dan sinyal Megawati mengatasi hal ini cukup tepat.

Senada dengan itu, anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP AP Batubara, pengamat politik Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, dan pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara Medan Wara Sinuhaji, juga mendorong agar PDIP beroposisi.

Batubara mengingatkan semua pihak, terutama di PDIP harus konsisten dengan hasil rakernas di Solo. “Pada Rakernas di Solo lalu sudah secara tegas, jika PDI Perjuangan kalah di Pilpres, maka PDI Perjuangan mengambil sikap sebagai oposisi,” tegasnya.

Karena itu, kata dia, semua pihak tidak perlu ragu terhadap langkah PDIP bakal menjadi oposisi. Dia juga mengemukakan, jika ada kadernya yang masuk Kabinet SBY-Boediono, akan diberikan sanksi berupa pemecatan atau diminta mengundurkan diri.
“Kita tidak takut meski kader itu memiliki potensi dan berkualitas. Karena di PDI Perjuangan banyak kader yang berpotensi dan berkualitas. Yang terpenting adalah semua kader tidak melanggar aturan yang ada,” pintanya.

Hal senada dinyatakan Burhanuddin Muhtadi. “Saya berharap, PDI-P bersikap oposisi. Karena, apabila PDI-P berkoalisi, pemerintahan menjadi semakin kuat dan hal ini tentunya tidak sehat untuk demokrasi,” kata Burhanuddin.

Sedangkan Wara Sinuhaji mengingatkan, harapan rakyat akan runtuh jika PDIP ikut dalam gerbong koalisi besar. “Jika PDIP mengikuti jejak Golkar bergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu, program pemerintah dipastikan berjalan mulus, tidak ada kontrol yang efektif. Rakyat akan meninggalkan PDIP,” ujarnya.

Bergantung Megawati

Secara terpisah, anggota Deperpu PDI-P Sabam Sirait mengungkapkan, pilihan menjadi oposisi atau tidak perlu dirumuskan secara matang. “Kader PDI-P menyerahkan kepada ketua umum untuk mengambil keputusan terbaik bagi masa depan partai, sesuai amanat Kongres PDI-P lima tahun yang lalu,” katanya.

Senada dengan itu, tokoh muda PDI-P Andreas Pareira menjelaskan, ada dua hal yang mesti dicermati PDI-P dalam menentukan sikap politiknya terhadap pemerintahan baru.
Pertama, bagaimana PDI-P harus tetap mengawal/menjaga kepentingan nasional yaitu kepentingan NKRI. Apakah dengan posisi di dalam ataupun di luar pemerintahan, PDI-P bisa menjaga kepentingan nasional? Kedua, PDI-P tetap menjaga kesinambungan dan masa depan partai, merawat konstituennya dengan baik, sehingga partai ini tetap dekat dengan para konstituennya. “Dua aspek tersebut saat ini masih sedang terus dalam pengkajian PDI-P,” katanya.

Sementara itu, Ketua DPP PDI-P Firman Jaya Daeli menegaskan, sesuai mekanisme partai, sikap politik partai akan ditentukan oleh Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri, yang memiliki kewenangan tertinggi, dengan mempertimbangakan berbagai saran dan masukan dari kader-kadernya.

Sebelumnya, kader muda PDI-P Maruarar Sirait menjelaskan, membaca PDI-P haruslah melihat pada sikap politik Megawati. Sebagai pimpinan tertinggi, Megawati mendapat kewenangan konstitusi serta diberi legitimasi secara penuh oleh partai untuk mengambil keputusan tertinggi di partai.

“Bu Mega sebagai ketua umum yang juga formatur tunggal, dapat mengambil keputusan tertinggi untuk kepentingan dan masa depan partai,” kata Maruarar.

Apalagi secara politik lanjut Maruarar, yang didengar dan bisa menyatukan PDI-P sampai ke tingkat grass root, hanya Megawati. Jadi saya percaya, Bu Mega akan mengambil keputusan yang terbaik untuk keutuhan partai, serta yang terbaik bagi bangsa dan negara,” katanya.

Ia menegaskan, apapun keputusan Megawati, pasti akan dipatuhi seluruh konstituen PDI-P sampai ke tingkat bawah. Sebab PDI-P sampai saat ini masih sebagai partai yang solid karena memiliki kepemimpinan yang kuat.

Hal yang sama disampaikan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani. “Tidak ada perpecahan antara bapak dan ibu saya. Saya dan Pak Taufiq, akan mengikuti apa yang menjadi ketua umum Megawati,” ujar Puan yang juga anak kandung Megawati dan Taufiq Kiemas.
Siap Terima Tawaran

Menyikapi polemik di PDI-P, Ketua Deperpu PDI-P Taufiq Kiemas menegaskan, tidak akan melewatkan kesempatan untuk mendudukan kader partainya di kabinet. “Kalau dikasih (kursi menteri), ya kami ambil. Masa sih pemberian ditolak,” ujarnya di Jakarta, Rabu (14/10).

Kendati demikian, dia mengaku, belum ada tawaran apa pun dari presiden terpilih. “Yang paling penting ditawarkan, bukan menawarkan,” tegas Ketua MPR tersebut.
Ditanya mengenai siapa yang akan diajukan menjadi calon menteri Taufiq menolak mengungkapkan. “Partai tidak akan menyiapkan kader sampai penawaran secara resmi itu datang,” katanya.

Dia menegaskan, seluruh keputusan berada di tangan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. “Kuncinya tetap di Ibu Mega dan sampai saat ini dia belum menentukan sikap,” tutur Taufiq.

Sekjen PDI-P Pramono Anung, seusai rapat pengurus DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (14/10) mengungkapkan, Ketua Umum Megawati masih menunggu lebih lanjut perkembangannya yang terjadi. (SH/SP/m)

Tidak ada komentar: