Sabtu, 02 Mei 2009

Anggota KPU Didesak Mundur

BERITA KOTA


Anggota KPU Didesak Mundur

Senin, 13 April 2009 10:39

BK/ADIANSYAH

“KPU sudah tidak kredibel lagi, kita meminta KPU mundur saja, demi sukses pilpres”
RAY RANGKUTI
Direktur Eksekutif LIMA

KPU dinilai gagal menyelenggarakan pemilu legislatif. Agar kegagalan serupa tidak terjadi pada pemilu presiden, para anggota KPU diminta mundur.

REAKSI atas kekacauan pemilu legislatif terus berlanjut. Banyaknya pemilih yang tak masuk daftar pemilih tetap (DPT) membuat berbagai kalangan meradang. Buntutnya, mereka menuntut pertanggung jawaban KPU.

Bahkan, nada lebih keras disuarakan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti.

Ray menilai KPU telah gagal menyelenggarakan pemilu yang langsung, umum dan rahasia sesuai asas jujur dan adil. Kenyataan itu membuat kredibilitas KPU patut dipertanyakan. Apakah mereka masih pantas untuk menyelenggarakan pemilu presiden setelah melihat kegagalan mereka dalam penyelenggaraan pemilu legislatif. “KPU sudah tidak kredibel lagi. Kita meminta KPU mundur saja, demi sukses pilpres,” tegas Ray Rangkuti kepada wartawan di Jakarta, Minggu (12/4).

Pendapat tak kalah kerasnya juga disampaikan Sekjen Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (Prodem) Andrianto. Menurut dia, berdasarkan penilaian dan evaluasi Prodem, pemilu kali ini adalah pemilu terburuk selama pelaksanaan pemilu pasca Orde Baru (Orba).

Andrianto memberi alasan, kinerja KPU sangat buruk dan tidak profesional. Terbukti pemutakhiran DPT bukannya membuat rakyat yang tidak tercatat dalam DPT menjadi tercatat malah sebaliknya yang sudah tercatat malah hilang dari DPT. Hal itu menurutnya sangat ironis sebab roh dari pemilu yaitu DPT, nyatanya amburadul.

“Melihat kenyataan itu, sudah seharusnya anggota KPU mundur atau diganti karena gagal. Seluruh anggota KPU harus diganti karena kinerja KPU yang tidak profesional terutama menyangkut masalah amburadulnya DPT yang merupakan ruh dari pemilu,” tandas Andri.

Kecurangan Pemilu

Tak hanya kalangan LSM, kritik tajam atas kinerja KPU juga disuarakan PDIP. Ketua Tim Invesitigasi dan Advokasi Pelanggara Pemilu DPP PDIP Dwi Ria Latifa tegas-tegas menyatakan, apa yang terjadi saat ini bukan lagi kategori pelanggaran pemilu, tetapi sudah merupakan kecurangan pemilu. Pasalnya, apa yang terjadi selama ini sangat tersistematis dan merata. Hal itu dari bukti di lapangan bagaimana hilangnya nama pemilih yang umumnya adalah kader PDIP dari DPT. Padahal, pada pilkada mereka bisa melaksanakan hak pilih.

“KPU dan pemerintah harus mempertanggung jawabkan hal itu. Apalagi, hak rakyat untuk melaksanakan hak pilih dilindungi oleh UU. Bahkan, ada sanksinya bagi pihak yang menghalangi rakyat untuk melaksanakan hak pilih,” tegas Ria.

Terkait dengan berbagai bentuk planggaran pemilu, Ria mengungkapkan, PDIP telah menginstruksikan agar seluruh DPC PDIP di seluruh daerah untuk membuka Posko Pengaduan tentang kecurangan pemilu. Sejauh ini DPP telah menerima laporan sebanyak 6.000-an kasus. Jumlah itu akan terus bertambah seiring pengaduan yang diterima oleh cabang-cabang PDIP seluruh Indonesia.

Politisi perempuan PDIP ini mengingatkan, masalah DPT dan kecurangan pemilu ini bukan hanya masalah PDIP saja tetapi masalah bagi semua parpol. Bahkan, masalah bagi bangsa ini sehingga harus dituntaskan agar tidak terulang atau menjadi lebih parah pada pilpres yang tinggal dua bulan lagi.

“PDIP jelas dirugikan dan merasa digembosi terkait amburadulnya DPT. Tapi saya ingatkan, kecurangan ini bukan hanya masalah PDIP saja. Melainkan masalah seluruh parpol,” pungkasnya.

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah menerima 624 laporan kasus pelanggaran pemilu legislatif. Jumlah itu terdiri dari pelanggaran administrasi dan tindak pidana Pemilu.

Anggota Bawaslu Bambang Eka Cahyo Widodo menyebut, tindak pidana pada hari pemungutan suara tidak dilakukan oleh partai politik, namun orang per orang.

“Seperti politik uang, menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, dan menggunakan hak pilih milik orang lain,” kata Bambang kepada wartawan di Jakarta, kemarin. Jumlah tindak pidana pemilu terbesar, lanjt Bambang, terjadi di Provinsi Lampung sekitar lima belas kasus. Diikuti Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak dua belas kasus, Jawa tengah enam kasus, Jawa Barat dan Maluku Utara sebanyak lima kasus.

“Laporan pelanggaran pemilu berjumlah 624, kasusnya bervariasi dari pelanggaran administrasi hingga pelanggaran berat atau kecurangan pemilu. Kasus-kasus ini hampir merata di seluruh daerah, walaupun ada beberapa daerah yang agak menonjol,” terang Bambang. O dir

Tidak ada komentar: