Kamis, 14 Mei 2009

CALON PENDAMPING SBY

SUARA KARYA


CALON PENDAMPING SBY
Hatta Rajasa Paling Penuhi Kriteria


Rabu, 6 Mei 2009


JAKARTA (Suara Karya): Capres incumbent dari Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), masih menutup rapat informasi soal sosok cawapres pilihannya. Namun, melihat respons pasar, SBY lebih diharapkan melirik teknokrat sebagai pendampingnya pada pilpres mendatang. Meski begitu, dukungan terhadap Hatta Rajasa untuk tampil sebagai cawapres pendamping SBY juga semakin menguat karena figur Hatta relatif paling memenuhi kriteria yang ditetapkan SBY.

Demikian kumpulan pendapat pengamat politik Indria Samego dan Bima Arya Sugiarto serta Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti kepada pers secara terpisah di Jakarta, Selasa.

"Peluang Hatta untuk menjadi cawapres pendamping SBY cukup besar," kata Indria Samego. Menurut dia, Hatta memenuhi kriteria cawapres yang ditentukan SBY.

Indria menilai, keberadaan Hatta selama ini mendampingi SBY di pemerintahan juga memperkuat keyakinan SBY untuk memilihnya sebagai cawapres pendampingnya.

Menurut Indria, selain seorang teknokrat, punya integritas dan loyalitas, Hatta juga punya hubungan kuat dengan semua partai politik. "Artinya, Hatta tidak eksklusif pada partai politik tertentu," ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Effendy Choirie menilai, dalam menentukan cawapres pendamping, SBY harus mempertimbangkan kekuatan pendukung Partai Demokrat di parlemen. Dukungan penuh di parlemen, katanya, harus bisa diperoleh Partai Demokrat agar pemerintahan bisa berjalan dengan baik. Tapi Effendy melihat bahwa Partai Demokrat sudah punya hitung-hitungan sendiri mengenai kekuatan di parlemen ini.

Sementara Bima Arya Sugiarto menilai, sikap Ketua MPP PAN Amien Rais mengajukan Hatta Rajasa sebagai cawapres pendamping SBY adalah realistis. Dia menjelaskan, untuk membesarkan partai perlu ditempuh dua cara, yakni membangun ikatan dan akses ke pemerintahan.

Karena itu, apa yang dilakukan Amien adalah agar PAN kelak bisa leluasa menuju Pemilu 2014. "Jika Hatta menjadi wapres, maka ikatan dan akses PAN ke pemerintahan terjaga sehingga PAN tetap bisa eksis pada Pemilu 2014," ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Ray Rangkuti mengatakan, pilihan SBY menggandeng Boediono ataupun Sri Mulyani sebagai cawapres pada Pilpres 2009 akan membangkitkan gelombang antineoliberalisme di masyarakat. "Pilihan menggandeng Boediono atau Sri Mulyani sebagai cawapres ini benar untuk mencapai tujuan memperkuat fundamental ekonomi, tetapi salah dalam strategi karena bisa membangkitkan perlawanan terhadap paham neoliberalisme," katanya.

Ray menyebutkan, paham neoliberalisme masih menjadi hantu yang menakutkan bagi banyak kalangan di dalam negeri karena tidak memihak pada ekonomi rakyat. "Kecurigaan kalangan pemuda akan makin kuat bahwa ekonomi pemerintahan SBY akan makin berpaham neoliberal jika SBY menggandeng Boediono ataupun Sri Mulyani sebagai cawapres. Ini karena kedua tokoh tersebut dianggap sebagai representasi paham neoliberalisme," katanya.

Ray juga menyebutkan, mencuatnya nama Boediono dan Sri Mulyani sebagai kandidat cawapres SBY merupakan sinyal positif bagi pasangan capres-cawapres lain untuk bisa mengemas isu perlawanan dalam rangka memenangi pilpres. "Pesaing SBY bisa memanfaatkan isu itu. Apalagi jiga mereka sendiri mengusung isu ekonomi kerakyatan dalam kampanye nanti," ujarnya.

Karena itu, Ray menyarankan SBY agar mempertahankan Boediono dan Sri Mulyani di posisi masing-masing sekarang ini. SBY, katanya, lebih baik mencari figur lain untuk cawapres pandampingnya saat maju ke arena pilpres nanti. Yang penting, figur lain itu bisa memperkukuh kekuatan koalisi Partai Demokrat di parlemen.

Ray mengatakan, tiga kriteria cawapres pasangan SBY yang dipertimbangkan, yaitu bisa merepresentasikan sebagai pasangan tua-muda, incumbent-orang baru, serta cawapres nonpartai. Menurut dia, sosok muda mengisyaratkan semangat regenerasi, orang baru mencerminkan sosok yang pernah kalah dalam pertarungan pilres, dan figur nonpartai bermakna tidak tersekat-sekat oleh kepentingan pragmatisme partai.

"SBY harus mampu memilih pasangan yang mencerminkan kemenangan bangsa, bukan kemenangan sekelompok orang, karena pasangan itu diharapkan bisa bersinergi dengannya dalam jangka panjang," kata Ray.

Sementara itu, Presidium Poros Muda Kawasan Timur Indonesia (PPMKTI) merekomendasikan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad layak diusung sebagai cawapres pendamping SBY.

Koordinator Umum PPMKTI M Syamsul Rizal, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, mengatakan, pihaknya telah melakukan audiensi ke beberapa kalangan yang berkepentingan. Dalam konteks itu, PPMKTI menyorongkan Fadel sebagai tokoh muda Indonesia timur, bukan sebagai kader Partai Golkar.

Syamsul menegaskan bahwa pengajuan nama Fadel sebagai cawapres SBY ini tidak untuk memecah suara Partai Golkar dalam pilpres nanti, tetapi lebih karena Fadel merupakan sosok yang bisa diterima semua kalangan, terutama di kawasan timur Indonesia. "Dia adalah tokoh muda yang mampu mendorong pembangunan," ucapnya.

PPMKTI menginginkan perimbangan kekuasaan di tingkat nasional bersifat geografis, sehingga kelak pembangunan kawasan timur Indonesia mendapat perhatian khusus. (Rully/Feber)

Tidak ada komentar: