Selasa, 12 Mei 2009

Koalisi Demokrat-PDIP?

SUARA KARYA





Koalisi Demokrat-PDIP?


Ray Rangkuti
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia


Selasa, 12 Mei 2009


Kepastian dalam politik Indonesia adalah ketidakpastian. Logika politik Indonesia adalah ketidaklogisan dalam kategori umum. Rasionalitas politik Indonesia dibangun di atas rasionalitas masyarakat politik umumnya.

Karena itu, jangan heran jika akhir-akhir ini tersiar berita menghebohkan dan tak terduga: PDIP dan Partai Demokrat tengah menjajaki kemungkinan membangun koalisi guna menghadapi Pemilihan Presiden 2009. Perkembangan politik tersebut membuat kita geleng-geleng kepala.

Bagaimana menjelaskan kemungkinan persekutuan politik PDIP dengan Demokrat itu bisa terjadi? Jawabannya mudah: karena kepentingan kekuasaan dan hasrat menjadi bagian dari kekuasaan yang begitu besar. Jadi, kunci masuk dan keluar politik Indonesia semata-mata hanya kepentingan--kepentingan sebagian kecil elite politiknya.

Lima tahun yang lalu dan pada masa kampanye, mereka cenderung saling melihat sisi negatif. Menjelang Pilpres 2009, perbedaan tersebut tampaknya harus disimpan dan persamaan harus dikedepankan. Sedangkan titik singgung persamaan kedua partai politik terletak pada keinginan menang dalam pemilu.

Lantas, bagaimana kira-kira format koalisi yang akan dibangun di tengah realitas bahwa Partai Demokrat telah menjalin hubungan koalisi dengan partai politik yang lain? Tentu dua kubu masih berada dalam penawaran tinggi. Menjelang tiga atau empat jam sebelum batas akhir pendaftaran pasangan capres-cawapres, barulah ketetapan dapat dicapai pada tingkat 80 persen. Sekarang semua masih dapat diutak-atik.

Utak-atik itu, pertama, Partai Demokrat menawarkan kursi kabinet dengan jumlah cukup besar dan strategis, dengan catatan PDIP tidak mengambil posisi cawapres. Posisi itu akan diserahkan oleh SBY kepada kalangan teknorat guna menghindari kecemburuan di antara peserta koalisi. Akhirnya, jumlah kursi kabinet untuk kalangan teknorat akan diperkecil.

Kedua, SBY menawarkan kursi cawapres kepada PDIP dengan catatan PDIP tidak banyak mendapat jatah kursi kabinet serta tidak pula kursi yang strategis. Dua atau tiga kursi cukup. Kursi selebihnya akan diserahkan kepada peserta koalisi yang lain dengan jumlah lebih banyak. Ini demi keseimbangan dalam tubuh koalisi.

Untuk pilihan kedua, terdapat dua alternatif. Pertama, PDIP menawarkan cawapres dari mereka. Untuk kategori ini, bisa saja PDIP menawarkan seorang teknokrat yang dekat dengan mereka, atau langsung meminta SBY diduetkan dengan Puan Maharani. Namun, alternatif kedua, justru PDIP dan Partai Demokrat memasangkan SBY dengan Megawati sebagai pasangan capres-cawapres.

Mungkinkah itu? Mungkin! Sebab, lagi-lagi, yang pasti dalam realitas politik kita saat ini adalah ketidakpastian dan ketidakterdugaan. Memasangkan SBY dengan Mega sebagai capres-cawapres merupakan perkiraan yang tak terkira.***

Tidak ada komentar: