Rabu, 06 Mei 2009

Resistensi untuk Boediono

REPUBLIKA ON-LINE


Resistensi untuk Boediono


Dituding sebagai bagian dari neoliberalisme.

Rabu, 6 Mei 2009


JAKARTA –– Sekalipun Partai Demokrat (PD) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum bicara tegas soal cawapresnya, tapi di masyarakat sudah beredar informasi bahwa Gubernur Bank Indonesia (BI), Boediono, menjadi kandidat kuat mendampingi SBY.

Munculnya nama Boediono berasal dari seorang pimpinan DPP PD yang tidak bersedia disebutkan namanya di sebuah media online nasional. ''Pak Boediono memang sedang menjadi kajian serius kami. Tapi, finalnya biar Pak SBY yang mengumumkannya nanti,'' ungkap pengurus DPP PD ini. Nama Boediono makin mencuat setelah Wakil Ketua Umum DPP PD, Ahmad Mubarok, memberikan pernyataan bahwa cawapres dari nonparpol merupakan hal yang rasional.

Mubarok mengatakan, pemilihan cawapres dari kalangan nonparpol adalah salah satu jalan terbaik yang bisa diambil SBY dalam menegaskan koalisi. Apalagi, menurut Mubarok, jumlah perolehan suara dari partaipartai yang berkoalisi tidak berbeda secara signifikan. ''Jadi, otomatis pemilihan cawapres nonparpol bisa meredam saling iri di antara parpol yang berkoalisi dengan PD,'' kata Mubarok saat dihubungi Republika, Selasa (6/5) pagi.

Mubarok juga berpendapat, dengan sistem kabinet presidensial yang coba dibangun sekarang, cawapres nonparpol bisa memperkuat kepemimpinan SBY. Menurutnya, jika didampingi cawapres nonparpol, kepemimpinan SBY bisa terlepas dari kepentingan partai pengusung cawapres.

Mitra PD bereaksi
Sejumlah parpol yang menjadi mitra koalisi PD, seperti PKS dan PKB, langsung bereaksi dengan munculnya isu tersebut. Ketua DPP PKB, Abdul Kadir Karding, mengatakan, partainya menginginkan cawapres SBY tetap dari parpol. ''Terserah Pak SBY menentukan. Tetapi, kalau dari hasil diskusi kami, cawapres dari parpol masih yang terbaik,'' kata Karding. Dijelaskannya, penguatan di parlemen untuk mendukung pemerintahan membutuhkan cawapres dari parpol.

Jika hanya berasal dari kaum profesional, bisa saja di awal waktu, parpol memang menjadi pendukung, tetapi di tengah jalan akan melakukan manuver. Meski begitu, Karding menegaskan, PKB akan tetap bersama PD apa pun putusan SBY atas cawapresnya.

PKB telah menyiapkan ketua umumnya, Muhaimin Iskandar, untuk mendampingi SBY. Rencananya, PKB, Rabu (6/5), akan menggelar rapat pimpinan nasional (rapimnas) di Hotel Sahid Jakarta. Agenda utama kegiatan ini adalah menetapkan SBY-Muhaimin sebagai pasangan capres/cawapres yang diusulkan PKB.

''Sebagai parpol, PKB harus menyatakan secara resmi melalui rapimnas. Selama ini, hanya disuarakan perseorangan,'' kata Ketua DPP PKB, Marwan Jafar. Presiden PKS, Tifatul Sembiring, mengatakan, jabatan presiden dan wakil presiden adalah jabatan politik dan bukan jabatan profesional. ''Profesional nanti ditaruh di menteri saja.''

Tifatul tak sepakat jika pembicaraan cawapres dikerucutkan pada masalah kecocokan dan ketidakcocokan figur di mata parpol peserta koalisi. Ukuran-ukuran seperti elektablitas dan kapabilitas calon lebih pantas dikedepankan dibandingkan hal lainnya.''Lagi pula kan logis kalau saya bilang, nomor satu capres, nomor dua capres, nomor tiga capres, dan nomor empat cawapres. Masak perolehannya kecil mau ngotot.''

Neoliberalisme

Sekalipun rencana mengusung Boediono belum tentu benar, kritik pun langsung bergulir. Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, mengingatkan, mengusung Boediono akan membangkitkan perlawanan dari kelompok yang anti terhadap paham neoliberalisme.Dikatakannya, paham neoliberalisme masih menjadi hantu yang menakutkan bagi kalangan pemuda karena paham itu dianggap tidak memihak kepada ekonomi kerakyatan.''Para pemuda yang selama ini curiga dengan arah ekonomi pemerintahan SBY ke neoliberalisme akan semakin yakin jika SBY menggandeng mereka yang selama ini masih dianggap sebagai representasi paham neoliberalisme.'' ade/ann/c82/dwo/ant

Tidak ada komentar: