Jumat, 02 Januari 2009

Aktivis '98 Akan Lakukan Perubahan di DPR

KORAN JAKARTA

Politik



Reformasi Parlemen

Kamis, 28 Agustus 2008

JAKARTA – Fenomena politik saat ini tak ubahnya pascademonstrasi 1966. Para aktivis mahasiswa yang menuntut Tritura masuk ke parlemen. Hal ini diulang oleh angkatan 1998 yang meruntuhkan rezim Soeharto. Berbondong-bondong mereka menyasar ranah politik sebagai calon anggota legislatif pada pemilu tahun depan.

Kedua angkatan ini masuk ke parlemen dengan alasan sama, ingin memperbaiki keadaan bangsa melalui sistem. Angkatan 66 masuk ke parlemen menjadi anggota DPR-GR, dan aktivis ‘98 berupaya menjadi anggota legislatif. Suatu tujuan sangat mulia di tengah karut-marutnya kondisi bangsa ini.

Menurut catatan Direktur Eksekutif Lembaga Madani Indonesia, Ray Rangkuti, hampir 200 aktivis ‘98 masuk menjadi caleg parpol kontestan pemilu di berbagai level. Mereka rata-rata mendapat tempat pada nomor jadi di masing-masing partai.

Budiman Sudjatmiko (mantan Ketua PRD), Indra Jaya Piliang (pendiri FKMSJ), dan Sarbini (mantan Ketua FKMSJ) merupakan nama-nama yang tak asing di dunia pergerakan mahasiswa.

”Hari ini ada dua pilihan, maki-maki di luar atau masuk untuk buat perubahan,” ujar Hanif Dhafiri, mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang kini jadi caleg dari PKB dapil Jateng X di Jakarta, Rabu (27/8).

Dua pilihan tersebut muncul sebagai respons atas kondisi saat ini. Tetap menjadi aktivis berarti harus rela berjam-jam di bawah terik matahari dengan risiko tak didengar. Atau masuk ke sistem untuk melakukan perubahan meski dalam skala kecil.

”Kita ini anak-anak Ibu Pertiwi yang harus berjuang demi kedaulatan negeri,” kata Sarbini yang sudah setahun duduk sebagai anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional.

Tak ubahnya dengan mantan Koordinator Koalisi Anti Utang Kusfiardi. Caleg dari Partai Gerindra ini akan memperjuangkan masalah ekonomi terkait kebijakan fiskal, moneter, dan perbankan. “Belum berfungsi baik sampai sekarang,” tuturnya.

Namun, di balik cita-cita luhur itu, sejarah telah membuktikan jika angkatan ‘66 pun lengser oleh aksi ”adik-adik” mereka sendiri. Orde Baru yang mereka bidani ternyata membawa petaka bagi negeri ini sehingga muncul ”serangan” dari mahasiswa pada 1998.


Para aktivis 1998 tak akan berlenggang santai jika kelak duduk di parlemen. Ray Rangkuti menegaskan ia akan me-review kawan-kawan yang duduk di parlemen tiap tahunnya.

Sejarah mengatakan hal sama terhadap angkatan 1966 yang duduk di parlemen saat itu. Dalam memoar Catatan Sang Demonstran yang ditulis Soe Hok Gie, rekan-rekannya yang duduk di parlemen saat itu mendapat “hadiah” istimewa.(ast/P-2)

1 komentar:

dewanto mengatakan...

seandainya saya kuliah di tahun itu saya juga akan ikut demo tapi pilihan beda , saya sangat ingat tahun itu dan saya berharap banyak saat itu dan kini ,lanjutkan