Jumat, 09 Januari 2009

PERNYATAAN SIKAP Logistik Pemilu

PERNYATAAN SIKAP

LINGKAR MADANI UNTUK INDONESIA (LIMA) NASIONAL

TENTANG RENCANA PENERBITAN PERPRES LOGISTIK PEMILU




Rencana Komisi Pemilihan Umum untuk meminta Presiden menerbitkan Peraturan Presiden (perpres) untuk penunjukan langsung pengadaan logistik di daerah harus disikapi dengan hati-hati. Bukan saja karena akan potensial menimbulkan terjadinya kecurangan, tetapi pada saat-saat tertentu, ketentuan untuk membangun sistem pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah atas dasar dan tujuan terlaksana dan tercapainya prinsip efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel (pasal 2 ayat (2) Keppres No 80 Tahun 2003) potensial akan terabaikan.


Sebab, seperti diketahui, salah satu tujuan reformasi adalah memperkuat sendi-sendi penataan dan pengelolaan pelaksanaan pemerintahan kearah yang lebih efesien, efektif, bertanggungjawab dan transparan. Pencapaian prinsip ini, semestinya, menjadi acuan dan dasar bagi aparat pemerintah dalam melakukan sesuatu yang terkait dengan fungsi-fungsi pemerintahannya.


Oleh karena itu, keinginan KPU memintan agar pemerintah menerbitkan perpres pengadaan logistik pemilu di daerah dengan cara penunjukan langsung merupakan permintaan yang harus disikapi dengan hati-hati, oleh karena :


Hampir sebagian besar pelaksanaan tahapan pemilu dilalui dikelola oleh KPU dengan berbagai kontroversi. Dari penyebutan data, jadwal yang tidak tepat dan sering molor, hingga permintaan perpu guna perubahan peraturan pemilu akibat desain yang tidak aplikatif di lapangan pada saat ini. Jadi jika dirunut sejak dari awal, kinerja KPU dalam mengelola tahapan pelaksanaan pemilu memang sudah penuh dengan ketidak kuratan; oleh karena itu, sekalipun dijelaskan bahwa beberapa faktor yang tak terduga terjadi di berbagai daerah, seperti Jawa Timur dan Sumatera Selatan, maka boleh dinyatakan bahwa perencanaan pelaksanaan pemilu oleh KPU memang tidak memiliki perhitungan yang akurat.

Sekarang, seluruh kealfaan KPU dalam pengelolaan pemilu disiasati dengan perubahan peraturan. Perubahan peraturan tersebut memang dapat mengelakan KPU dari kemungkinan salah dan bertindak melanggar UU, tetapi sekaligus mengancam kesatuan tujuan dan makna peraturan pemilu yang telah ditetapkan. Perubahan-perubahan yang dibuat semata-mata hanya bertujuan mengatasi ketidakjelian KPU dalam melaksanakan amanah UU. Dan dengan seluruh perubahan yang akan dilakukan maka kita tiba pada situasi di mana pemilu 2009 merupakan pemilu yang ketentuan dan peraturannya paling banyak direvisi di tengah pelaksanaannnya.


Akan halnya dengan permintaan perpres, juga menjadi bagian dari ketidakjelian tersebut yang pada akhirnya dicarikan solusinya dengan perubahan peraturan. Padahal, amat penting untuk diketahui bahwa sukses pelaksanaan pemilu semestinya dibarengi dengan sukses pengadaan logistik pemilu di atas dasar-dasar yang telah ditetapkan di dalam Keppres 80 Tahun 2003.


Permintaan KPU terhadap perpres inipun sama sekali tidak di dasarkan pada penjelasan argumentatif atas apa yang dinamakan darurat untuk pertahanan negara yang menghajatkan perpres harus dikeluarkan. Yang jamak terdengar pernyataan KPU kepada masyarakat bahwa pelaksanaan pemilu berjalan dengan normal, sesuai jadwal, dan telah terlaksana hingga 70% sampai 80%. Jika begitu halnya, apa yang faktor yang mengakibatkan pentingnya menerbitkan perpres. Padahal, sudah semestinya seluruh permintaan terhadap adanya perubahan atas fondasi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan benar menuju cara-cara yang bertolak belakang dengan asas yang dimaksud, harus didasarkan pada perhitungan yang cermat, tepat, dan faktual serta dengan argumentasi yang benar-benar solid dan terencana. Bukan pada asumsi atau dugaan-dugaan. Sebab permintaan perpres, seperti yang diinginkan oleh KPU, merupakan permintaan yang bertolakbelakang dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih.


Penerbitan perpres dengan memberi kewenangan bagi KPU untuk melakukan penunjukan langsung atas dasar tafsir darurat secara sepihak oleh KPU artinya membuka peluang bagi KPU untuk berbuat atau bertindak leluasa dalam pelaksanaan pengadaan logistik pemilu. Perpres yang diterbitkan akan memberi peluang bagi KPU justru untuk bertindak sesuai dengan perpres baru; pengadaan logistik pemilu dengan cara penunjukan langsung atas tafsir darurat secara sepihak oleh KPU. Tetap penting untuk mengingatkan bahwa penunjukan langsung sangat rentang untuk mengundang terjadinya mark up harga karena tidak adanya pembanding langsung terhadap penyedia barang/jasa yang ditunjuk.


Demikian Pernyataan sikap ini kami buat. Atas perhatian dan partisipasinya, kami ucapkan banyak terima kasih.


Jakarta, 8 Januari 2009



Ray Rangkuti
Direktur Nasional (LIMA

Tidak ada komentar: