Minggu, 18 Januari 2009

Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara Bisa Tak Efektif

Strategi Kampanye SBY
Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara Bisa Tak Efektif

Senen, 19 Januari 2009 |

Jakarta, Kompas - Aturan tentang menteri yang akan berkampanye untuk pencalonannya sebagai presiden atau wakil presiden harus mengundurkan diri merupakan bagian dari hak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatur para pembantunya di kabinet.

Bahkan, aturan yang akan dimuat dalam peraturan pemerintah tentang tata cara kampanye pejabat negara itu merupakan strategi Presiden Yudhoyono yang piawai membentuk citra.

Demikian pendapat peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, seusai diskusi di kawasan Pakubuwono, Jakarta, Sabtu (17/1).

”Kan dengan adanya PP itu, masyarakat bisa melihat, ’Oh, ternyata Presiden ada giginya juga’,” kata Indria Samego.

Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto justru mempertanyakan patokan seseorang menjadi calon presiden atau wakil presiden. Secara formal, seseorang dinyatakan menjadi calon anggota legislatif saat sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Tentu, demikian halnya dengan capres dan cawapres Didik menyarankan agar dibuat ukuran yang jelas mengenai pencalonan.

Tak ingin disaingi

Selain itu, Didik juga mengkritisi aturan ”mengundurkan diri” bagi menteri yang berkampanye sebagai calon presiden atau calon wakil presiden.

”Hal-hal yang menyangkut mundurnya menteri dari jabatan ditentukan secara resmi dalam level undang-undang. Jika hanya melalui peraturan pemerintah, kesannya Yudhoyono tidak ingin disaingi oleh menterinya dalam pemilu presiden,” ujar Didik.

Secara terpisah, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Wahidah Suaib, mengatakan, ketentuan cuti pejabat negara untuk berkampanye yang dimuat dalam peraturan pemerintah mengenai tata cara kampanye pejabat negara bisa tak efektif. Batasan cuti kampanye sehari dalam seminggu bagi pejabat negara tidak menutup kemungkinan para pejabat negara melakukan perjalanan dinas diselingi dengan kegiatan kampanye.

Menurut Wahidah Suaib, ketentuan lebih detail mengenai pengaturan kampanye oleh pejabat negara mesti ditunggu. Semakin dekat pelaksanaan Pemilu 2009, pendekatan terhadap rakyat semakin digiatkan.

Tanpa pengawasan ketat dan penerapan sanksi yang tegas, para petinggi parpol yang menjadi pejabat negara bisa menyalahgunakan fasilitas negara untuk kegiatan kampanyenya. Dengan peluang penyalahgunaan fasilitas negara yang tetap besar, Bawaslu meminta kepada aparat pengawas pemilu di daerah mencermati setiap kegiatan pejabat negara. ”Bukan rahasia, kalau kunjungan kerja ke daerah, sore atau malam harinya konsolidasi partai,” kata Wahidah.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ahmad Fauzi Ray Rangkuti menilai ketentuan pengaturan kampanye pejabat memang terlalu lamban terbit. Alhasil, fakta kampanye terselubung oleh para menteri sudah lama berlangsung.

Ray mengimbuhkan bahwa ketentuan soal iklan kampanye menteri yang mestinya diatur lebih ketat. Banyak menteri yang beriklan dengan dana negara yang pada ujungnya merupakan kampanye diri. (idr/dik)

Tidak ada komentar: