Jumat, 02 Januari 2009

PERNYATAAN SIKAP LINGKAR MADANI UNTUK INDONESIA ( LIMA ) NASIONAL UBAH DESAIN SURAT SUARA DAN PENERBITAN PERPPU TATA CARA PEMBERIAN SUARA PADA PE

PERNYATAAN SIKAP

LINGKAR MADANI UNTUK INDONESIA ( LIMA ) NASIONAL

UBAH DESAIN SURAT SUARA DAN PENERBITAN PERPPU TATA CARA PEMBERIAN SUARA PADA PEMILU 2009





Sebagaimana diketahui Presiden akan menerbitkan paraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atas tata cara pemberian suara. Perppu ini diminta oleh KPU guna mengatasi kemungkinan adanya pemberian suara yang salah akibat memberi tanda dua kali atau lebih.



Dalam hitungan Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Nasional, penerbitan perppu tersebut akan mengubah setidaknya pasal 153 ayat (1) yang menyatakan bahwa “pemberian suara untuk pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota dilakukan dengan memberikan tanda satu kali pada surat suara”. Dan pada ayat (2) yang menyatakan bahwa pemberian tanda satu kali itu pada dasarnya bertujuan untuk “memudahkan pemilih, akurasi dalam penghitungan, dan efesien dalam penyelenggaraan pemilu.”



Terkait dengan pasal di atas, pasal lain juga akan mengalami perubahan. Yakni (pasal 165 ayat (1) “pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau catatan lain pada surat suara” dan (pasal 165 ayat (2) “ surat suara yang terdapat tulisan dan/atau catatan lain dinyatakan tidak sah.”



Hingga akhirnya pasal 176 ayat (1) hurup (b) juga harus mengalami perubahan karena terkait dengan “suara untuk pemilu DPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dinyatakan sah apabila : pemberian satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor calon atau kolom nama calon anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota”.



Dengan memperhatikan keseluruhan pasal dan ayat yang akan mengalami perubahan tersebut, LIMA Nasional menyatakan sikap sebagai berikut :



Pada kenyataannya, perppu yag dimaksud akan menghilangkan banyak pasal dan ayat dalam UU No 10 tahun 2008. Terhitung perppu tersebut akan menghapuskan 3 (tiga) pasal dan 2 (dua) ayat serta 1 (satu) hurup. Persoalannya hingga sekarang tak terdengar penjelasan yang konprehensip dari KPU maupun pemerintah tentang 1). Hal ihwal genting yang menjadi dasar penerbitan perppu. Dan 2). Cara lain yang lebih memungkinkan KPU dan pemerintah untuk menghindari adanya perppu dengan penghapusan pasal-pasal dan ayat-ayat dalam UU yang begitu banyak dan besar.


Cara lain yang dimaksud adalah KPU dengan segala kewenangan yang diberikan oleh UU padanya dapat mengubah ulang format dan desain surat suara yang lama ke format dan desain yang lebih memungkinkan meminimalisasi adanya penghapusan pasal dan ayat yang begitu banyak dalam perppu.


Yakni format yang menjadikan surat suara di mana nama, nomor dan lambang partai politik menjadi backround surat suara. Sementara nomor caleg dapat dihapuskan dari surat suara atau tetap dimuat. Oleh karena itu, nama caleg dapat menjadi dominan dan ukuran penulisan nama caleg juga dapat dibesarkan dalam satu kolom. Dengan format surat suara seperti ini, besar kemungkinan pemilih akan terhindar dari kesalahan pemberian suara. Dan pasal tentang pemberian tanda satu kali dalam pemberian suara tetap dapat dipertahankan.


Perlu diingat bahwa setelah keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pembatalan pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang penetapan calon terpilih melalui nomor urut dengan suara terbanyak maka pasal yang mengatur tentang adanya nomor, nama dan lambang partai politik serta nomor caleg dalam surat suara menjadi tidak relevan dan dengan sendirinya kehilangan makna subtantifnya. Pasal tersebut, mestinya, dengan sendirinya terkoreksi oleh keputusan MK tersebut. Oleh karena itu, usulan agar KPU mengubah desain surat suara ke arah yang lebih menonjolkan nama caleg merupakan perwujudan dan konsekwensi langsung dari keputusan MK.Oleh karena itu, jika pun sekiranya perppu tetap akan diterbitkan, sebaiknya KPU dan Pemerintah merubah poin-poin dalam perppu ke arah yang lebih menguatkan agar surat suara dapat dirubah dengan format baru dimana nama caleg menjadi dominan.


Hal ini juga dimaksudkan agar perubahan dalam UU tidak semata-mata didasarkan pada pandangan-pandangan situasional yang berujung pada praktek tambal sulam sistem pemilu. Jelas kegiatan ini akan berbahaya bagi pembangunan sistem pemilu yang tepat bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Perubahan apapun terhadap UU pemilu hendaknya dilakukan di atas dasar pertimbangan desain awal sistem pemilu.


Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Atas perhatian dan partisipasinya, kami ucapkan banyak terima kasih.



Jakarta , 1 Januari 2009








Ray Rangkuti

Direktur Nasional

Tidak ada komentar: