Sabtu, 10 Januari 2009

Penunjukan Langsung Berpotensi Timbulkan Korupsi


SUARA KARYA ON-LINE

LOGISTIK PEMILU
Penunjukan Langsung
Berpotensi timbulkan Korupsi


Ray Rangkuti,
Lingkaran Madani untuk Indonesia (Lima).

Sabtu, 10 Januari 2009

JAKARTA (Suara Karya): Usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan penunjukan langsung dalam proses pengadaan logistik untuk pemilihan presiden/wapres 2009 dikecam karena berpotensi menimbulkan praktik korupsi.
Usulan ini juga menunjukkan KPU tak profesional dalam menyiapkan penyelenggaraan pemilu.

Demikian rangkuman pendapat Direktur Eksekutif Lingkaran Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bambang Eka Cahya Widodo, dan mantan Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu yang juga anggota Komisi II DPR Lena Mariana, yang disampaikan secara terpisah, di Jakarta, Jumat (9/2).

Mereka diminta komentarnya terkait pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary di Jakarta, Jumat (9/2), yang menyatakan KPU akan melakukan penunjukan langsung untuk pangadaan logistik pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009, khususnya pada pelaksanaan putaran kedua.

Usulan KPU ini telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan ke-8 Keputusan Presiden No 80/2003 tentang Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Pemungutan Suara dan Perlengkapan Pendukungnya. Perpres ini, menurut Hafiz, telah diajukan ke pemerintah.

Perpres yang diajukan tersebut pada prinsipnya, pertama, mengatur tentang penghitungan hari libur sebagai hari kerja selama proses lelang, sehingga waktu lelang dapat dipersingkat. Kedua, tentang penunjukan langsung bila terjadi kondisi darurat.

Bambang Eka Cahya Widodo mengingatkan, setiap penunjukan langsung berpotensi mengakibatkan korupsi. "Potensi korupsi menjadi sangat besar karena akses publik atas pengadaan barang dibatasi," katanya.

Bambang juga mengingatkan kasus sejumlah anggota KPU pada periode lalu yang terpaksa berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dijatuhi hukuman pidana akibat terbukti melakukan korupsi dalam hal pengadaan kebutuhan logistik pemilu tanpa melalui mekanisme tender.

"Kasus pada anggota KPU periode lalu seharusnya menjadi pelajaran bagi pimpinan dan anggota KPU untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama," ujarnya.

Ia menyayangkan keputusan KPU untuk mengajukan perpres mengingat sebenarnya KPU memiliki waktu yang cukup untuk mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan pemilu beserta perlengkapan pendukungnya tepat waktu.

Ray Rangkuti berpendapat, dengan pengajuan perpres oleh KPU ini maka sebenarnya menunjukkan kelemahan KPU dalam menyiapkan pelaksanaan pemilu.

"Perpres ini diusulkan bukan untuk meningkatkan kualitas pemilu, tapi justru menutupi kelemahan kinerja KPU selama ini," ujarnya.

Ray mengkhawatirkan, selain penunjukan langsung yang bermasalah, dengan penerbitan perpres itu KPU akan menjadikan kondisi yang tidak darurat menjadi darurat. "Dengan demikian, tugas KPU menjadi lebih ringan meski konsekuensinya pidana hukumnya sangat berat," tuturnya.

Lena Mariana mengatakan, ketika tahapan berlangsung sesuai undang-undang maka kemungkinan penunjukan langsung dapat dihindari.

Lagipula, katanya, pengadaan perlengkapan pemungutan suara untuk pilpres sebagian telah disiapkan pada pemilu legislatif sehingga tidak ada alasan untuk melakukan penunjukan langsung saat pilpres.

"Pengadaan untuk pilpres tidak mulai dari nol. Kotak dan bilik suara sudah tersedia," katanya.

Menurut Lena, hingga sekarang KPU belum menjelaskan alasan pentingnya penerbitan perpres itu. Misalnya, kata dia, bagian yang perlu dipayungi peraturan itu belum dijelaskan dengan baik.

"Artinya, KPU belum tahu betul mana yang harus di-perppu-kan, " katanya. (Rully)

Tidak ada komentar: