Minggu, 18 Januari 2009

Soal Wacana Kursi Ketiga untuk Perempuan

HARIAN FAJAR

Lima Usulkan Moratorium Politik
(19 Jan 2009)

Soal Wacana Kursi Ketiga untuk Perempuan

JAKARTA--Semangat Komisi Pemilihan Umum mempertahankan affirmative action dengan memasukkan dalam peraturan KPU bahwa satu dari tiga caleg terpilih harus perempuan bakal mendapat banyak rintangan. Pasalnya, KPU tidak memiliki kewenangan regulasi seperti itu."Bicara substansi, saya setuju agar affirmative action tidak hilang begitu saja dari UU," ujar Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) kepada Fajar, Minggu 18 Januari.

Hanya saja, kata dia, kalau pengaturan seperti itu mau dimasukkan dalam peraturan KPU, itu sudah menyalahi. Alasannya, KPU tidak memiliki kewenangan regulasi. "Kalau itu mau dimasukkan dalam peraturan, itu sudah regulasi. Kewenangan KPU tidak sampai di situ, karena itu sudah terlalu tinggi," ujarnya.

Yang bisa dilakukan, kata Ray Rangkuti menyarankan, bisa dilakukan moratorium politik. Caranya, dengan meminta semua parpol untuk mengikrarkan di hadapan KPU agar affirmative action itu harus tetap dilakukan.

"Kalau mau langsung dilakukan, itu kan tidak fair. Masa perempuan tidak menang mau dipaksakan menang. Unsur pertandingannya tidak ada," urainya. Karena itu, yang bisa dilakukan adalah moratorium politik itu tadi. Jalannya, bisa dengan semua suara parpol (yang mencoblos tanda gambar partai) diberikan ke perempuan untuk dongkrak perolehan suaranya. Suara parpol itu bisa diberikan kepada perempuan yang memiliki perolehan suara paling banyak.

Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengatakan, pada Pemilu 2009, yang dibutuhkan caleg perempuan bukan zipper system. Akan tetapi dukungan konkret. Alasan Anas, keputusan MK sudah sangat jelas bahwa harus suara terbanyak. Karena itu, zipper system tidak bisa diadopsi.

"Dengan demikian, KPU belum bisa mewajibkan satu dari tiga calon terpilih adalah perempuan. Yang bisa baru sebatas zipper system untuk penyusunan daftar caleg karena memang sudah diatur definitif," ujarnya.

Karena itu, Anas menyarankan, caleg perempuan harus mendapat dukungan dan perhatian. Cara paling baik untuk merealisasikannya adalah memberikan dukungan nyata dalam kampanye pemenangan di dapil.

"Partai juga perlu menyediakan alokasi logistik kampanye yang lebih besar dan lebih khusus kepada caleg perempuan," tambah mantan Ketua PB HMI ini. Selain itu, para aktivis perempuan juga perlu memberikan dukungan berupa tim asistensi dan tim sukses kepada caleg-caleg perempuan. Kalau memang tidak bisa semua, bisa dipilih yang memungkinkan menjadi caleg terpilih, karena kualitas dan popularitasnya.

"Jadi perhatian khusus di lapangan inilah yang lebih konkret. Bukan mengintroduksi aturan baru zipper system," tandasnya. Di Makassar, sejumlah caleg perempuan mendukung upaya KPU untuk mengusulkan Perpu terkait suara ketiga untuk perempuan. Politisi perempuan PDK, Hj Indriani Radjab mengatakan regulasi khusus untuk perolehan kursi perempuan sangat diperlukan dalam mendorong kuota perempuan di parlemen hasil pemilu legislatif mendatang. (har)

Tidak ada komentar: