Minggu, 18 Januari 2009

Caleg bersuara sama cenderung diputuskan dengan sebaran suara.

REPUBLIKA, Sabtu, 27 Desember 2008

PAW Harus Suara Terbanyak
Caleg bersuara sama cenderung diputuskan dengan sebaran suara.

JAKARTA -- Sejumlah pertanyaan masih muncul pascaturunnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penentuan caleg terpilih dengan suara terbanyak. Salah satunya adalah jika ada caleg yang meraih suara sama, sementara kursi yang diperebutkan tinggal satu atau hanya satu.

Pasal 214 huruf c UU No 10/2008 tentang Pemilu Legislatif menyatakan penentuan kursi di antara dua caleg yang meraih suara sama, diputuskan dengan nomor urut, yaitu jatuh kepada nomor urut kecil. Tapi, MK pada selasa (23/12) menyatakan Pasal 214 ini bertentangan dengan konstitusi dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Abdul Hafiz Anshary; mantan ketua Pansus RUU Pemilu, Ferry Mursyidan Baldan; dan Direktur Center for Electoral Reform (Cetro), Hadar Navis Gumay, menilai penentuannya sebaiknya dengan persebaran suara yang diraih caleg.

Misalnya, kata Hafiz, caleg A yang meraih suara 1.000 suara dari 10 TPS, sementara caleg B meraih suara 1.000 dari suara tujuh TPS. Maka, kursinya jatuh kepada caleg A. ''Tapi, ini masih pendapat pribadi saya, belum diplenokan,'' katanya.

Hadar mengatakan, ''Paling bagus, pakai sebaran saja. Tentu, KPU harus menyiapkan data dengan sangat baik.''

Tapi, selain persebaran, Ferry Mursyidan mengusulkan penentuan caleg bersuara sama ini mengakomodasi semangat diskriminasi positif (affirmative action) di UU Pemilu. ''Jika terdapat jumlah suara yang sama, jika salah satunya adalah perempuan, maka ditetapkan calon perempuan yang meraih kursi,'' katanya.

PAW
Ferry juga mengusulkan agar proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR/DPRD juga ditentukan dengan suara terbanyak. Dia meminta ketentuan tersebut langsung dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Susunan dan Kedudukan (Susduk) DPR, DPD, dan DPRD yang kini sedang dibahas di DPR.

Selama ini, penentuan pengganti antarwaktu setelah seorang caleg di-PAW atau di-recall, ditentukan berdasarkan nomor urut. Tapi, setelah ketentuan penentuan caleg terpilih sudah berdasarkan suara terbanyak, Ferry mengatakan, ''Pengaturan PAW, penentuannya harus berdasar suara terbanyak.''

Gaya kampanye
Sementara itu, pascaturunnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuat caleg terpilih ditentukan sepenuhnya dengan suara terbanyak, partai dan caleg dinilai perlu berubah. Apalagi, suara yang diberikan dengan mencoblos tanda gambar partai saja tak akan berperan dalam menentukan caleg terpilih.

Karena hanya suara yang mencoblos tanda gambar partai sekaligus nama caleg yang akan diperhitungkan dalam penentuan caleg terpilih (lihat boks), Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, mengatakan, ''Penting mengingatkan agar para caleg mengubah gaya kampanye mereka.''

Ray menilai para caleg harus berkampanye lebih individual dan substantif. ''Agar pemilih memiliki alasan kuat dan rasional untuk memilih calon,'' kata Ray. Kampanye seperti ini, kata Ray, akan membuat setiap caleg menjadi khas dibanding caleg lain--baik dengan saingan dari internal maupun dari eksternal parpol.

Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, telah menginstruksikan para calegnya, sejak pendaftaran caleg, untuk melakukan kampanye individual, dari orang ke orang. ''Rakyat akan memilih siapa calon yang mempunyai prestasi dan track record yang baik. Itu makna dari suara terbanyak.''

Kalla membantah bahwa pemberlakuan suara terbanyak mematikan mesin politik partai. ''Mesin politik pada dasarnya tetap jalan, tapi dengan suara terbanyak itu akan lebih agresif lagi,'' katanya.

Hadar Gumay menilai keliru anggapan pemberlakuan suara terbanyak untuk menentukan caleg akan melemahkan partai. ''Kelembagaan partai itu kan berbasis konstituen. Jadi, ini justru semakin menguatkan partai. Tinggal Partai menata diri, katanya. ann/dwo/run/wed

Tidak ada komentar: