Selasa, 06 Januari 2009

Pilpres 2009 Bila Digelar Agustus, KPU Langgar UU

Suara Pembaruan

Detail | Back

2009-01-06

Pilpres 2009 Bila Digelar Agustus, KPU Langgar UU


[JAKARTA] Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan Pemilihan Presiden/wakil presiden (pilpres) putaran I pada Agustus 2009, mendapat kritikan. Masalahnya, Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42/2008 tentang Pemilu Presiden mengamanatkan pemungutan suara pilpres dilaksanakan paling lama 3 (tiga) bulan, setelah pengumuman hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Jika pelaksanaan Pemilu Legislatif pada 9 April 2009, seharusnya pilpres dilaksanakan pada Juli 2009. Kalau KPU tetap melaksanakannya pada Agustus 2009, selain melanggar UU Pilpres, juga akan berimbas pada tahapan berikutnya, termasuk bergesernya pelantikan Presiden dan Wapres yang harus dilaksanakan pada 20 Oktober 2009.

Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, kepada SP di Jakarta, Selasa (6/1). Menurutnya, KPU juga harus mempertimbangkan waktu yang akan sangat sempit jika pelaksanaan pilpres itu memasuki putaran kedua.

"Kalau pelaksanaan pilpres dilakukan Agustus 2009, berarti sudah melanggar ketentuan UU Pilpres, bahkan berisiko untuk masa bakti Presiden dan Wakil Presiden," katanya.

Karena itu, KPU harus tegas kepada Mahkamah Konstitusi agar pelaksanaan pilpres dapat dilakukan pada Juli 2009. Menurut Ray, KPU tertantang agar jangan sampai penghitungan suara terbanyak menjadi potensial gugatan dan terjadi jual beli suara setelah penetapan mekanisme suara terbanyak. KPU harus meminimalisasi gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau banyak gugatan, maka pelaksanaan pilpres bisa mundur. Karena itu, sudah menjadi tugas Komisioner KPU agar mengawasi anggota KPU di daerah," katanya. Dikatakan pula, waktu penyelesaian gugatan di dalam ketentuan MK memang maksimal 30 hari, meski praktiknya sengketa yang disidangkan di MK dapat diselesaikan dalam waktu 21 hari kerja. Jangka waktu 30 hari itu bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi penggugat agar mengumpulkan materi gugatannya.


Permohonan

Pasal 259 UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD menyebutkan, bila terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu, peserta pemilu dapat mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi paling lama 3 x 24 jam, sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional oleh KPU.

"Karena itu, KPU tidak boleh teledor, sehingga tidak memunculkan banyak gugatan. Hak orang untuk membuktikan gugatan dan itu harus dibuka peluangnya," katanya.

Sebelumnya, KPU dan MK membentuk tim bersama yang bertugas menyusun jadwal pelaksanaan pilpres. Dengan begitu, semua pihak bekerja pada proporsi tugas masing-masing, sehingga agenda ketatanegaraan tidak terganggu.

"Ini menjawab kekhawatiran bila pemilu tertunda karena putusan MK. Kami sudah membuat hukum acara yang sesuai dengan jadwal itu. Kedua pihak menyetujui satu tim untuk menyusun jadwal yang ketat," kata Ketua MK, Mahfud MD, baru-baru ini.

Sementara itu, Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary menjelaskan pemungutan suara untuk pilpres diagendakan pada 28 Juli 2009 untuk putaran I dan 3 September 2009 untuk putaran II. "Tapi, jadwal itu belum final. Kami sepakat bahwa pelantikan DPR pada 1 Oktober 2009 dan pelantikan Presiden/Wapres pada 20 Oktober 2009 tidak akan bergeser," kata Hafiz.

Namun, anggota KPU Andi Nurpati, Senin (5/1), memaparkan bahwa pelaksanaan pilpres diperkirakan berlangsung pada minggu ketiga Agustus 2009. Sebab, KPU harus menunggu putusan MK terkait penyelesaian perselisihan hasil pemilu. Sementara itu, dalam ketentuan MK, untuk menyelesaikan perselisihan dibutuhkan waktu maksimal 30 hari kerja. [L-10]

Tidak ada komentar: