Selasa, 06 Januari 2009

Perpu Jangan Membajak UU Pemilu

KOMPAS

Peraturan Pemilu
Perpu Jangan Membajak UU Pemilu



Sabtu, 3 Januari 2009 |

Jakarta, Kompas - Peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang sedang disusun pemerintah dan KPU diharapkan tidak membajak isi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Apabila banyak substansi yang akan masuk dalam perpu, itu juga akan mengubah banyak pasal dalam UU Pemilu. Untuk itu, pemerintah harus tegas menentukan substansi-substansi yang masuk dalam perpu.

Hal tersebut disampaikan Direktur Lingkar Madani untuk Masyarakat (Lima) Ray Rangkuti dan Manajer Riset Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Chris Nalenan secara terpisah, Jumat (2/1).

”KPU agar tetap berhati-hati dan memilih hal-hal yang prioritas untuk dimasukkan dalam perpu pemilu,” kata Ray.

KPU telah menyatakan empat materi yang akan dimasukkan dalam perpu pemilu, yaitu tanda contreng dua kali, audit dana kampanye, persyaratan calon anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS), serta persyaratan calon anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) tingkat kabupaten/kota dan kecamatan.

Ray mengkhawatirkan banyaknya materi yang diusulkan untuk masuk dalam perpu akan mengubah banyak pasal dalam UU Pemilu. Misalnya, untuk mengubah peraturan terkait tanda contreng dua kali, paling tidak ada tiga pasal yang akan berubah, yaitu Pasal 153 Ayat (1), Pasal 165 Ayat (1), dan Pasal 176 Ayat (1) Huruf (b) UU Pemilu. Ketiga pasal tersebut terkait dengan pemberian tanda pada surat suara dan suara yang sah.

”Itu baru satu materi, setidaknya 3 pasal, 3 ayat, dan 1 huruf akan dihapus. Apalagi jika isi perpu sampai empat materi. Lama-lama, UU pemilu akan dibajak oleh perpu. Sekalipun ada beberapa poin yang memang membutuhkan penyelesaian, membiarkan pasal demi pasal dalam UU dipereteli oleh perpu juga dapat berbahaya,” kata dia.

Ray menambahkan bahwa desain pemilu seperti dinyatakan dalam UU tidak hanya untuk hari ini, tetapi berlanjut dan berkesinambungan. ”Apa yang sulit dilakukan pada pemilu tahun ini bisa saja terlaksana pada pemilu berikutnya. Di sinilah kehati-hatian diperlukan,” ujarnya.

Keterbatasan DPR

Chris Nalenan mengungkapkan, banyaknya aturan dalam UU Pemilu yang akan diubah dalam perpu memperlihatkan keterbatasan DPR dalam menyusun undang-undang. ”Banyak aturan yang tidak bisa diaplikasikan sehingga legitimasi UU Pemilu patut dipertanyakan. Misalnya saja, aturan audit dana kampanye. Sebagai pembuat undang-undang, DPR tidak memperhitungkan berapa biaya untuk audit dana kampanye,” kata Chris.

Dalam UU Pemilu, audit dana kampanye dilaksanakan sampai tingkat kabupaten/kota. Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary memperkirakan untuk audit dana kampanye sampai tingkat kabupaten/kota dibutuhkan dana hingga Rp 1 triliun. Dana sebesar itu disebabkan ada sekitar 20.000 rekening dana kampanye dari 38 peserta parpol sampai tingkat kabupaten/kota.

Banyak usul yang muncul ketika wacana perpu dikeluarkan. Semestinya pemerintah harus tegas untuk memilih materi yang paling diprioritaskan untuk masuk dalam perpu. Chris mengatakan bahwa yang paling penting adalah mengenai persyaratan calon anggota Panwaslu di tingkat kabupaten/kota yang memang belum terbentuk.

”Tanda contreng dua kali pun seharusnya tidak perlu dibuat perpu karena akan membingungkan masyarakat yang sudah mendapat sosialisasi tanda contreng satu kali. Masyarakat belum tentu mengetahui adanya perpu,” kata dia.

Begitu pula dengan usulan perubahan persyaratan anggota PPK dan PPS seperti yang disampaikan KPU, menurut Chris, tidak perlu diubah dalam perpu. Persyaratan yang tertuang dalam UU Pemilu, katanya, masih bisa dilaksanakan oleh KPU.

Chris juga mengingatkan kepada pemerintah agar tidak terlalu lama dalam menyusun perpu. Seharusnya, menurut dia, perpu harus disahkan dalam waktu dekat sehingga tidak mengganggu tahapan pemilu yang terus berjalan.

”Paling lambat ya sekarang ini untuk mengeluarkan perpu. Kalau terlambat, akan menyusahkan sosialisasi, baik yang dilakukan KPU maupun pihak lain. Masyarakat juga akan kebingungan dengan banyaknya peraturan yang berubah,” ungkapnya. (SIE)

Tidak ada komentar: