Minggu, 19 April 2009

33,8 Juta Suara “Misterius” Dipertanyakan

SINAR HARAPAN

33,8 Juta Suara “Misterius” DipertanyakanTanggal : 14 Apr 2009


Oleh
Ninuk Cucu Suwanti

Jakarta-Kualitas Pemilu Legislatif 2009 tidak hanya terkait soal jumlah golongan putih (golput) yang mencapai 30 persen, tapi juga soal penggembosan dan pemangkasan ditambah penggelembungan.

Dengan demikian, total ada 33,8 juta suara dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menjadi misteri dalam pelaksanaan pemilu kali ini.
Data itu diungkapkan Dewan Perubahan Nasional (DPN), yang terdiri dari, antara lain Effendi Ghazali, Ray Rangkuti, Fadjroel Rahman, Chalid Muhammad, Boni Hargens, dan Yudi Latif di Jakarta, Minggu (12/4).

“Jadi, yang kita persoalkan sekarang ini bukan 30 persen golput, keliru itu. Yang kita persoalkan itu pemangkasan di bawah dengan angka 10 juta lebih, ditambah dengan penambahan angka di atas. Itu yang kita perjuangkan karena itu hak konstitusional warga negara,” jelas Effendi Ghazali.

Effendy menyatakan, suara yang dipersoalkan tersebut berdasarkan data DPT 2009, yakni 171.265.442 pemilih, sedangkan berdasarkan data DPT 2004 terdapat 148.000.041 pemilih sehingga ada selisih 23.265.401 pemilih. Sementara itu, jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) total ada 528.217 buah, dengan perincian 527.334 TPS di dalam negeri, ditambah 873 TPS di luar negeri.

Effendy menambahkan, secara konservatif terdapat 20 orang yang terdaftar pada DPT 2004, tetapi tidak terdaftar pada DPT 2009. Maka, jumlah 528.217 TPS dikalikan 20 orang adalah 10.564.340 orang, yang tidak masuk dalam DPT 2009. Jika digabungkan, total suara misterius adalah 33.829.741 suara (total dari jumlah selisih pemilih dari DPT 2004 dan 2009, yaitu 10.564.340, ditambah jumlah suara konservatif yang tidak terdaftar, yakni 23.265.401 suara).

Kualitas Turun

Melihat fakta-fakta di atas, DPN menilai kualitas Pemilu Legislatif 2009 ini menurun sehingga demokrasi mengalami kemunduran dan berpotensi mengancam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 mendatang.

“Kualitas Pemilu 2009 ini menurun, dengan dua cacat dan satu kelemahan. Cacat teknis manajemen dan cacat determinasi politik, disertai kelengahan parpol peserta pemilu yang menjadikan pemilu cacat serius,” ucap Chalid.

Untuk itu, katanya, DPN mengimbau warga negara Indonesia (WNI) yang dihilangkan hak pilihnya agar melapor pada polisi atau lembaga yang berwenang. Dalam hal ini, negara juga diminta merehabilitasi hak konstitusi warga untuk memberikan kesempatan melakukan hak pilihnya.

Direktur Lima Ray Rangkuti mengatakan, dengan persepsi kemunduran dalam berdemokrasi, KPU sebagai panitia pelaksana diminta mundur. Hal ini, disikapi sebagai langkah terbaik demi suksesnya pelaksanaan Pilpres 2009 dan Pemilu 201.

“KPU sudah tidak kredibel lagi. Kami meminta KPU mundur saja demi suksesnya Pilpres,” tegas Ray.

Dalam kesempatan ini, DPN juga meminta masyarakat terus peduli dan mengawal proses, dengan tidak terjebak dalam perdebatan hasil pemilu. Sementara itu, para parpol diimbau lebih mementingkan perwujudan amanah aspirasi rakyat ketimbang menuruti syahwat kekuasaan dengan membagi kursi kekuasaan.

Boni Hargens melihat persoalan konstruksi pemilu yang cacat bersumber pada pemerintah. Setelah itu, KPU pada teknisnya di lapangan, di mana DPT yang menjadi persoalan diambil dari Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang dikeluarkan Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Penduduk yang belum potensial sebagai pemilih, menjadi pemilih sehingga membuat DPT menjadi masalah.

“Seperti ada kepentingan yang digiring Depdagri dan diarahkan ke KPU. Dalam hal ini, kami tidak memprotes hasil pemilu, tapi terkait hak konstitusional warga yang tidak bisa memilih,” ujar Boni.

Terkait hasil pemilu legislatif yang menempatkan Partai Demokrat sebagai partai dengan perolehan tertinggi, Boni mengatakan, secara logika tidak ada hukum alam politik yang bisa memenangkan sebuah partai dengan kenaikan 300 persen, kecuali dengan kecurangan. n

Tidak ada komentar: