Kamis, 23 April 2009

Komnas HAM Gunakan Dua Pendekatan Investigasi

KOMPAS

Komnas HAM Gunakan Dua Pendekatan Investigasi

Jumat, 24 April 2009 | 03:46 WIB

Jakarta, Kompas - Tim penyelidik dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menggunakan dua metode dalam menginvestigasi hilangnya hak konstitusional warga dalam pemilu lalu.

”Dua metode itu disebut dengan poros hilir dan poros hulu,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh, Kamis (23/4) di Kantor Komnas HAM, Jakarta.

Ridha Saleh menjelaskan, poros hilir terkait regulasi serta struktur kebijakan yang berpengaruh terhadap aspek yang menyebabkan hilangnya hak konstitusional warga. Poros hulu terkait dengan persentase pengaduan, baik dari partai politik, masyarakat, maupun temuan.

Delapan anggota

Ridha menjelaskan, tim yang terdiri dari delapan anggota Komnas HAM ditambah dengan tiga ahli dari luar Komnas HAM tersebut akan dikirim ke berbagai wilayah berbeda yang telah ditetapkan sebagai sampel. Beberapa daerah yang nantinya akan dikunjungi oleh tim tersebut adalah Sampang, Medan, Palu, Poso, dan Lampung.

Tim tersebut mulai terjun ke daerah-daerah itu pada 30 April dan melakukan kegiatan di daerah selama lebih kurang tiga hari. Dalam prosesnya nanti temuan tim di lapangan akan dikonfrontasikan dengan kebijakan-kebijakan tentang pemilu.

Selain itu, dalam proses tersebut direncanakan, tim dari Komnas HAM pada 4 Mei mendatang akan memanggil Komisi Pemilihan Umum, Menteri Dalam Negeri, dan Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan. Diharapkan, pada 7 Mei mendatang tim penyelidik tersebut telah membuat kesimpulan dan rekomendasi atas investigasi yang mereka lakukan.

”Rekomendasi yang dihasilkan mungkin bersifat rehabilitasi. Namun, kami belum dapat memperkirakan apa bentuknya,” kata Ridha Saleh.

Dalam beberapa pengaduan yang telah diterima Komnas HAM terkait dengan hilangnya hak politik warga negara itu, perwakilan warga telah menyampaikan keinginan mereka. Ray Rangkuti yang tergabung dalam Dewan Perubahan Nasional, misalnya, mengharapkan digelarnya pemilu khusus untuk mengakomodasi hak pilih warga yang direhabilitasi.

Dalam kesempatan berbeda, tuntutan serupa juga dikemukakan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, yang bersama dengan KIPP, PBHI, dan LBH Apik mengajukan gugatan warga negara. Selain tuntutan menggelar pemilu susulan, pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum juga diminta untuk menunda penyelenggaraan pemilihan umum presiden. (jos)

Tidak ada komentar: