Kamis, 23 April 2009

Kasus Dugaan Pidana KPU

Minggu, 19 April 2009 16:17 WIB

Kasus Dugaan Pidana KPU

Kepolisian Dinilai Irasional


Penulis : Maya Puspita Sari


JAKARTA--MI: Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Nasional Ray Rangkuti mengatakan, sikap kepolisian yang menolak mentah-mentah laporan Bawaslu yang berisi dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pemilu 9 April lalu dinilai irasional dan terburu-buru.

"Penolakan pihak kepolisian yang amat cepat dan sigap tetapi dengan argumentasi yang justru oleh undang-undang diatur tidak mungkin untuk disertakan oleh pelapor manapun kecuali atas nama atau alat Negara yang dinyatakan legal untuk menghadirkannya, merupakan langkah terburu-buru, irasional, melecehkan hukum dan terlihak panik," ungkap Ray kepada Media Indonesia di Jakarta, Minggu (19/4).

Kesan panik tersebut, lanjut dia, tidak dapat dihindarkan manakala pihak kepolisian berlaku tidak pantas dalam menerima rombongan pihak Bawaslu sehingga ketegangan antara pihak kepolisian yang menerima laporan tersebut dengan rombongan Bawaslu sebagai pihak pelapor pun terjadi.

Sebelumnya, Bawaslu melaporkan KPU ke kepolisian pada Jumat 17 April 2009 dan pada hari yang sama pihak kepolisian menyatakan tidak dapat menerima laporan Bawaslu tersebut. Alasan penolakan kepolisian yang mengemuka atas laporan tersebut adalah karena kurangnya alat bukti berupa surat suara yang tertukar. Satu hal yang memang menurut undang-undang tidak mungkin dapat disertakan.

Ray menuturkan, pada hakikatnya, dengan sejumlah data yang disertakan dalam laporan Bawaslu, maka tidak ada alasan bagi pihak kepolisian untuk menolak dan tidak mengembangkan laporan tersebut.

Menurutnya, data-data yang disertakan oleh Bawaslu telah lebih dari cukup untuk dinyatakan sebagai data awal bagi pengembangan kasus yang dimaksud. Adapun kekurangan data merupakan tugas pihak kepolisian untuk mengembangkan, mencari dan menambahnya.

Hal tersebut sesuai dengan pasal 253 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu yang menyebutkan dengan tegas bahwa "penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak menerima laporan dari Bawaslu, Panwaslu propinsi, Panwaslu kabupaten/kota."

Ia menambahkan, bila dicermati bunyi pasal yang dimaksud juga menetapkan bahwa pihak kepolisian merupakan penyidik atas satu laporan dari Bawaslu dan jajarannya. Satu tugas yang memang telah melekat dalam fungsi dan tugas pihak kepolisian.

"Sayangnya, alih-alih pihak kepolisian berkenan mengembangkan laporan dan pengaduan tersebut, mereka malah sudah terlebih dahulu menolak laporan yang dimaksud karena alasan data yang kurang lengkap yang justru sesungguhnya data yang dimaksud merupakan kewajiban pihak kepolisian untuk mengembangkannya," cetus Ray.

Ia menyatakan, sikap kepolisian yang dinilai tidak profesional ini bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, sikap polisi yang terlihat tidak profesional juga telah terjadi pada penanganan kasus daftar pemilih tetap (DPT) fiktif di Jawa Timur dan kasus politik uang yang diduga dilakukan oleh caleg Partai Demokrat dari dapil Jatim VII, Edhie Baskoro Yudhoyono.

"Tentu sikap seperti ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus terjadi karena pada ujungnya akan mengancam sikap independensi dan profesionalitas pihak kepolisian. Oleh karenanya, kami meminta agar kepolisian berlaku cermat, professional dan independen dalam penanganan pelaksanaan pemilu 2009, agar kita terhindar dari degradasi nilai-nilai demokrasi," tukas dia.(MS/OL-02)

Tidak ada komentar: