Minggu, 19 April 2009

Pengunduran Diri Mantan Kapolda Jatim

Suara Pembaruan

Rabu 18 Maret 2009:

Pengunduran Diri Mantan Kapolda Jatim
Polri Diminta Bersikap Netral



[JAKARTA] Sejumlah pihak merasa ada tarikan kepentingan yang kuat dari penguasa atau kekuatan politik tertentu terhadap Polri dalam proses demokrasi di Indonesia. Hal itu sangat terasa dalam kasus Pilgub Jatim, yang mendorong pengunduran diri mantan Irjen (Pol) Herman Surjadi Sumawiredja dari Polri, setelah dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Jatim. Untuk itu, banyak pihak kembali menyerukan permintaan agar Polri bisa bersikap netral, terutama menjelang Pemilu Legislatif yang tinggal 22 hari lagi, serta Pilpres, Juli mendatang.

Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menyatakan, saat ini mulai terlihat kembali indikasi ketidaknetralan Polri dalam mengawal proses demokrasi di Indonesia. "Kasus Pilgub Jatim menjadi awal dari indikasi ketidaknetralan Polri. Ini harus diantisipasi dari sekarang. Kalau tidak, sangat ber- bahaya bagi penyelenggaraan Pemilu 2009," tegasnya di Jakarta, Rabu (18/3).

Dia mendesak Komisi III DPR yang membidangi hukum, harus segera memanggil Kapolri dan meminta penjelasan ada apa sebenarnya dibalik pencopotan Herman sebagai Kapolda Jatim, sehingga memaksa yang bersangkutan mengundurkan diri dari Polri, lantaran kecewa dengan sikap Mabes Polri. "Komisi III harus bisa menekankan betul ke Kapolri tentang independensi Polri," katanya.

Pengunduran diri Herman dari Polri tidak bisa dianggap remeh, dan tidak bisa dilihat hanya dari aspek bahwa yang bersangkutan mendekati masa pensiun.

Sikap Herman yang dipicu kekecewaan karena intervensi Mabes Polri saat pihaknya mengusut dugaan manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) untuk pemungutan suara ulang di Kabupaten Bangkalan dan Sampang, serta penetapan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim Wahyudi Purnomo sebagai tersangka, merupakan pesan penting bagi publik menjelang pemilu, terutama terkait netralitas aparat negara.

Terkait hal ini, juru bicara 15 parpol yang tergabung dalam Blok Perubahan, Adhie Massardi menyambung, ada indikasi Polri menjadi bagian dari tim pemenangan pemilu untuk kekuatan politik tertentu. Jika Kapolri tidak menjelaskan secara terbuka, rakyat bakal sangsi Polri akan netral dalam Pemilu nanti.

Senada dengan itu, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menyatakan, pengunduran diri Herman membuktikan masih ada tarikan kepentingan politik kekuasaan yang bisa mengancam netralitas Polri sebagai pemegang kuasa pengamanan. LSM tersebut khawatir, Pemilu Legislatif dan Pilpres mendatang akan dicemari manipulasi yang justru disokong aparat keamanan, yang seharusnya menjamin berlangsungnya pesta demokrasi secara jujur, adil, bebas, dan rahasia.


Antisipasi Manipulasi

Pengunduran diri Herman, pada akhirnya menyadarkan peserta pemilu mengenai potensi manipulasi DPT. Seluruh parpol peserta pemilu mulai memperketat mekanisme pengawasan seluruh tahap pemilu.

Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Ali Kastella menjelaskan, untuk mengantisipasi manipulasi DPT, pihaknya sudah menyiapkan saksi-saksi yang akan ditempatkan mulai dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga penghitungan terakhir di tingkat nasional. Saksi tidak hanya memantau jalannya pemungutan suara, tetapi juga ikut mengawasi jumlah pemilih tetap (DPT) yang dikeluarkan KPU. "Selain saksi, kami dari pengurus mulai dari pusat hingga paling bawah juga akan mengawasi DPT," katanya.

Ketua Umum DPP Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) Mentik Budiwijono melihat titik krusial suksesnya pemilu ada pada profesionalitas dan independensi instrumen pelaksana yang terdiri dari KPU, Bawaslu, dan Panwaslu, serta instansi terkait seperti Polri. Meski demikian, PPDI juga akan menyebar saksi dan kadernya, tak hanya di TPS, tetapi juga di lingkungan TNNI dan Polri, untuk mengawasi netralitas kedua aparat negara tersebut.

Sementara itu, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli menyayangkan kinerja KPU yang tidak mampu menjamin DPT bebas dari manipulasi. Untuk itu, Bawaslu diminta terus mengawal DPT. "Saya ragu dengan usaha KPU yang berjanji mengupayakan seleksi data pemilih ganda hingga hari pemungutan suara. Adanya perppu yang membuka peluang penambahan DPT juga rawan manipulasi," ujarnya.

Secara terpisah, pengamat politik Universitas Indonesia Boni Hargens menegaskan, KPU harus mampu menjaga independensinya.

Dia mengingatkan, kehadiran saksi di tiap TPS hanya efektif dalam proses pemungutan hingga penghitungan suara. "Proses sesudahnya, tidak ada yang bisa memastikan tidak terjadi konspirasi kepentingan," katanya.

Boni menambahkan, sesuai UU, Menteri Dalam Negeri dapat mengambil alih tugas KPU terkait dengan DPT. "Jika KPU dianggap gagal dan diambil alih Mendagri, itu sangat fatal, dan berpotensi sangat kental aroma kepentingan incumbent," tegasnya.


Tetap Diusut

Menyikapi pengunduran diri mantan Kapolda Jatim Irjen (Pol) Herman Surjadi Sumawiredja, dan pengungkapan adanya intervensi Mabes Polri dalam penanganan dugaan manipulasi DPT di Kabupaten Sampang dan Bangkalan, Madura, kubu "Kaji" (Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono) mendesak Polri tetap mengusut kasus tersebut hingga tuntas. Mudjiono menegaskan, jika Polri tidak melanjutkan penyelidikan, pihaknya akan memperkarakan Polisi.

Meskipun sebagai pihak yang dirugikan dalam kasus tersebut, Mudjiono parpol dan pendukungnya untuk menahan diri. "Kita serahkan kasusnya ke penegak hukum. Kita tunggu itikad baik Kapolda Jatim yang baru Brigjen Pol Anton Bahrul Alam. Kita tunggu respons dari Panwaslu Jatim, untuk berani menyuarakan kebenaran dan keadilan," ujar mantan Kepala Staf Kodam V/Brawijaya tersebut.

Dia menyebut, langkah tim "Kaji" menggugat kecurangan dalam pemungutan suara ulang di Bangkalan dan Sampang adalah memerangi kejahatan politik yang dapat merusak tatanan demokrasi di Jatim. Ia tidak sepakat dengan penilaian banyak pihak yang menyebut kejahatan politik pada Pilgub Jatim pada putaran kedua sangat luar biasa.

Sedangkan Gubernur Jatim Soekarwo menegaskan, pengunduran diri Herman dari Polri karena kecewa terhadap sikap Mabes Polri dalam penanganan dugaan kecurangan saat Pilgub Jatim, tidak mengurangi legitimasi dirinya bersama Saifullah Yusuf, sebagai gubernur dan wagub. Dengan demikian, dia berharap, itu tidak mengganggu jalannya pemerintahan.

"Saya tidak ingin terlibat pro kontra masalah itu. Sebab, dugaan penggelembungan dan manipulasi DPT dalam Pilgub Jatim di Kabupaten Bangkalan dan Sampang, Madura sudah masuk dalam ranah hukum," ujar Soekarwo. [ASR/M-16/070/080/J-11/W-8]

Tidak ada komentar: