Kamis, 23 April 2009

Bawaslu Mengadu ke Presiden

KOMPAS

Bawaslu Mengadu ke Presiden

Jumat, 24 April 2009 | 03:47 WIB


Jakarta, Kompas - Badan Pengawas Pemilihan Umum mengirimkan surat kepada Presiden, DPR, dan Komisi Kepolisian Nasional berkaitan dengan tindakan Polri yang tidak menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran pidana oleh KPU.

Dikhawatirkan sikap Polri tersebut akan menular ke kepolisian daerah.

Anggota Bawaslu, Wahidah Suaib, menyampaikan hal itu ketika menjadi pembicara dalam diskusi ”Ayo Tuntaskan Cacat dan Pidana Pemilu” yang diselenggarakan oleh Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Kamis (23/4).

Diskusi juga menghadirkan anggota Tim Pembela PDI-P Dwi Ria Latifa, anggota Kompolnas Laode Husein, dan anggota Dewan Perubahan Nasional Oslan Purba sebagai pembicara.

”Kami akan mengirimkan surat itu hari ini,” ujar Wahidah.

Wahidah mengatakan, Bawaslu mengharapkan DPR, terutama Komisi II dan Komisi III, segera memanggil Polri untuk meminta keterangan mengenai penolakan laporan Bawaslu.

Sebelumnya, Bawaslu melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan oknum KPU yang mengesahkan surat suara tertukar dengan mengeluarkan Surat KPU Nomor 676/KPU/IV/2009 dan Surat KPU Nomor 684/ KPU/IV/2009. Tertukarnya surat suara itu membuat suara pemilih menjadi tidak berguna dan merugikan calon anggota legislatif di daerah pemilihan tersebut.

”Tindak pidana pemilu ada batas waktunya. Untuk itulah kami menempuh jalur formal, yaitu meminta DPR segera memanggil Polri,” kata Wahidah.

Standar ganda

Menurut Wahidah, polisi telah menggunakan standar ganda dalam menangani tindak pidana pemilu.

Selama ini, lanjutnya, semua tindak pidana pemilu yang disampaikan ke polisi cukup hanya dengan menyerahkan barang bukti dan dua saksi.

Namun, untuk laporan berkaitan dengan surat edaran KPU, lanjut Wahidah, sejak awal polisi sudah mempunyai itikad untuk menolak.

”Kami sudah menyampaikan 34 bukti, lengkap dengan keterangan dari ahli pemilu dan saksi dari para caleg, ditambah lagi ada keterangan klarifikasi dari KPU. Kemudian kami ditanya bukti-bukti surat suara yang tertukar, seharusnya kan polisi yang mencari. Kami itu melaporkan oknum KPU yang mengesahkan surat edaran itu, bukan surat edaran, yang kemudian dikatakan masuk dalam obyek PTUN,” tutur dia.

Wahidah menambahkan, sikap Polri yang menolak laporan Bawaslu dikhawatirkan dapat menular ke lembaga kepolisian di daerah. ”Padahal penanganan tindak pidana pemilu oleh kepolisian daerah sudah cukup bagus. Ada ratusan tindak pidana pemilu yang masih ditangani di kepolisian daerah, puluhan di antaranya sudah divonis,” ungkap Wahidah.

Anggota Kompolnas, Laode Husein, mengatakan, Kompolnas akan menindaklanjuti surat dari Bawaslu. ”Kami akan proaktif menanyakan masalah ini kepada Polri,” katanya.

Laode mengatakan, tidak ada dasar hukum yang kuat bagi Polri untuk menolak laporan Bawaslu. Surat edaran KPU tidak bisa dijadikan obyek dalam gugatan tata usaha negara.

”Kalau ada yang mengajukan gugatan itu ke PTUN, sia-sia. Ini harus diselesaikan sesuai dengan koridor hukum. Sebenarnya bisa saja masuk dalam gugatan perdata karena KPU berpotensi melanggar hukum dan merugikan orang lain,” tuturnya. (SIE)

Tidak ada komentar: