Jumat, 24 April 2009

Bawaslu Surati Presiden

SUARA PEMBARUAN

2009-04-22


Bawaslu Surati Presiden



[JAKARTA] Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melaporkan dugaan tindak pidana pemilihan umum (pemilu) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebelumnya, laporan Bawaslu itu ditolak Mabes Polri.

Selain presiden, Bawaslu juga menyampaikan surat kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Ketua DPR Agung Laksono serta ditembuskan kepada Komisi II dan III DPR.

"Dengan membuat surat ke Presiden, Kompolnas, dan DPR, cukup sudah upaya Bawaslu untuk mengawasi dan mengawal pelanggaran tindak pidana yang terjadi pada Pemilu Legislatif 9 April lalu. Tinggal, masyarakat yang menilai sejauh mana profesionalisme dan tanggung jawab dari pihak-pihak terkait," kata anggota Bawaslu Wirdyaningsih di Jakarta, Selasa (21/4).

Menurutnya, langkah tersebut ditempuh Bawaslu agar ada tindakan dari pihak terkait untuk menyadarkan pihak kepolisian sebagai bagian dari komponen Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) dalam menindaklanjuti laporan tindak pidana pemilu sebagaimana disepakati bersama dalam nota kesepahaman dengan Bawaslu.

Selain itu, lanjutnya, surat resmi kepada Presiden, Kompolnas, dan Ketua DPR juga merupakan tanggung jawab moral Bawaslu untuk mengawasi dan mengawal pelanggaran tindak pidana pemilu oleh KPU, yang dimentahkan oleh kepolisian.

Padahal, Bawaslu sudah mengkaji kasus itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10/2008 tentang Pemilu, meminta pendapat para ahli hukum, dan mengikuti gelar perkara untuk membahas pertimbangan-pertimbangan sehingga KPU diduga melakukan tindak pidana pemilu.

"Apa yang kami lakukan dengan melaporkan KPU ke kepolisian sudah sesuai dengan tugas dan kewenangan yang kami miliki. Ketika laporan kami ditolak, surat resmi kami kirimkan kepada Presiden, Kompolnas, dan DPR sebagai bentuk tanggung jawab moral untuk mengawal pemilu," ujarnya.

Dia menjelaskan, isi surat kepada Presiden, Kompolnas, dan Ketua DPR itu berisi pernyataan bahwa laporan dugaan tindak pidana pemilu oleh KPU diteruskan ke kepolisian sesuai tugas dan tanggung jawab Bawaslu selaku pengawas Pemilu.

Laporan tersebut, sudah melalui kajian sesuai ketentuan undang-undang dan pendapat para ahli hukum pemilu, disertai poin-poin yang menjadi dasar pertimbangan bahwa KPU diduga telah melakukan tindak pidana pemilu.

Pembiaran

Sementara itu, pengamat hukum Bambang Widjajanto mengatakan, sebenarnya presiden dan DPR bisa mempertanyakan apakah polri betul-betul netral setelah melihat kasus penolakan laporan Bawaslu.

Dia menilai, tanpa surat resmi dari Bawaslu, seharusnya presiden dan DPR mempunyai sikap terhadap masalah ini. Dengan adanya surat resmi yang dikirimkan Bawaslu, Presiden, dan DPR harus ikut turun tangan.

"Kalau tidak ada tindakan apa pun terhadap surat yang dikirimkan Bawaslu, berarti Presiden dan DPR telah melakukan pembiaran terhadap sikap kepolisian yang tidak netral," ujarnya.

Apalagi, lanjutnya, presiden pernah menyatakan tidak akan membiarkan invisible activities (aktivitas tak terlihat) yang dilakukan oleh siapa pun, sehingga menyebabkan pemilu tidak demokratis. Jika tidak ada tindak lanjut dari presiden, tudingan mengenai pemilu tidak berjalan secara demokratis akan dikembalikan kepada presiden, selaku pemimpin negara saat ini yang juga ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Pemilu.

Dia menambahkan, penyidik Polri mempunyai kewajiban untuk menerima laporan dari Bawaslu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan Pasal 8 Nota Kesepahaman antara Jaksa Agung, Kapolri, dan Ketua Bawaslu.

"Tidak ada satu pun kewenangan pun yang diberikan oleh undang-undang kepada penyidik untuk menolak laporan yang secara resmi diajukan Bawaslu. Apalagi, penolakannya tidak melalui surat resmi yang diberikan ke Bawaslu, tetapi hanya melalui omongan dan pernyataan di media massa," ujarnya. [J-9]

Tidak ada komentar: