Kamis, 23 April 2009

CAPRES TUNGGAL

SUARA KARYA


CAPRES TUNGGAL
Wacana Perppu Masih Terlalu Dini



Kamis, 23 April 2009


JAKARTA (Suara Karya): Keinginan Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) akibat kekhawatiran terjadinya pemilihan presiden (pilpres) yang hanya akan diikuti satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dinilai mengada-ada dan masih terlalu dini.

Demikian disampaikan Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq, dan Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, di Jakarta, Rabu (22/4).

Menurut Priyo, wacana seputar perppu tersebut terlalu dini jika dibahas saat ini. "Sebaiknya jangan hari ini, karena hal itu masih terlalu prematur," katanya.

Hal senada disampaikan Mahfudz. Dia menilai, sebaiknya saat ini KPU jangan memikirkan masalah perppu. Banyak hal, lanjut dia, tentang persiapan penyelenggaraan pilpres yang harus menjadi perhatian utama. Misalnya, masalah daftar pemilih atau logistik.

"Ide mengenai perppu itu masih terlalu prematur. Sebenarnya saya tidak mau melakukan spekulasi akan keputusan itu. Tapi mungkin itu (ide perppu) karena KPU yang terlalu cemas," ujarnya.

Sementara itu, Ray menilai, adanya keingian pemboikotan beberapa partai politik terhadap pilpres mendatang menjadi persoalan baru dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Menurut dia, jika hal itu benar-benar terjadi, maka penegakan konstitusi politik di Indonesia berada pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan.

"Ini merupakan tragedi nasional karena pertama kali dalam sejarah pemilu nasional, bahkan sekali pun pemilu di era rezim Orde Baru, partai politik dengan jumlah yang sangat massif menyatakan diri tidak terlibat dalam pelaksanaan pemilu nasional," ujarnya.

Tak hanya itu, tutur Ray, persoalan ini dapat pula berimplikasi sangat serius bagi penataan dan pengelolaan demokrasi Indonesia di masa yang akan datang.

Seperti diketahui, sesuai aturannya, partai politik menjadi satu-satunya organisasi yang dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Melihat hal ini, Ray menilai, pemerintah tidak boleh menganggap remeh pernyataan tersebut. Menurut dia, penyelesaian perkara dengan cara-cara enteng, meledek, dan terkesan sambil lalu akan berakibat panjang bagi demokrasi Indonesia.

"Lebih-lebih presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, menyatakan mempertimbangkan untuk mengeluarkan perppu untuk mengantisipasi kemungkinan hanya ada satu calon dalam pemilihan capres dan cawapres pada Pemilu 2009 yang akan datang," ujarnya.

Menurut dia, penerbitan perppu hanya sebagai upaya menyiasati kebuntuan politik menjadikan demokrasi Indonesia semata-mata permainan hukum.

Dia menilai, presiden menarik masalah demokrasi menjadi semata-mata seperangkat peraturan, hukum, dan dengan sendirinya menafikan unsur nilai dan etika dalam politik.

Lebih lanjut dia menambahkan, rencana presiden untuk menerbitkan perppu dengan sendirinya akan mengubah desain sistem pemilu presiden dan wakil presiden yang merupakan hasil kesepakatan seluruh kompenan bangsa ini menjadi semata-mata satu desain sistem pemilu yang coraknya ditentukan oleh presiden secara sepihak.

"Sikap ini menjadi tragedi demokrasi kedua. Karena, esensi penting dari demokrasi adalah kesepakatan-kesepakatan politik yang dicapai melalui proses pelibatan massif warga negara dan dari proses yang didialogkan," ujarnya.

Menurut Ray, perppu tersebut akhirnya hanya akan menjadi tindakan sepihak, tanpa dialog, tanpa partisipasi, dan dengan sendirinya menjadi monolog.

Tentunya, dia melanjutkan, dapat dibayangkan bagaimana lanjutan dari pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden tanpa pelibatan massif warga negara. Yakni, presiden terpilih akan selalu mendapat citra negatif, dicapai dengan cara-cara yang memutar haluan demokrasi, selalu mendapat prasangka, dan tentunya akan berujung pada proses delegitimasi.

Ray menilai, daripada mewacanakan akan mengeluarkan perppu, sebaiknya Presiden lebih bersungguh-sungguh untuk memperhatikan dan menilik alasan-alasan pemboikotan partai politik tersebut.

Hal ini, menurut dia, menjadi sinyal yang sangat jelas akan adanya keengganan dalam berpartisipasi dalam pemilu. Selain itu, dia menambahkan, dapat berdampak pada tidak profesionalnya pemerintah dalam menyelenggarakan dan melaksanakan pemilu.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menjelaskan, pihaknya telah menyiapkan beberapa opsi terkait Undang-Undang Pilpres.

Sampai sejauh ini dia mengungkapkan, telah dilakukan pembicaraan internal KPU mengenai dilakukannya langkah lain jika ditemukan adanya kemungkinan pencalonan tunggal capres dan cawapres.

Namun, Abdul Hafiz tetap berharap kekhawatiran munculnya capres dan cawapres tunggal tidak terjadi sehingga tidak mengganggu jalannya pelaksanaan pilpres mendatang. (Tri Handayani)

Tidak ada komentar: