Rabu, 22 April 2009

PERNYATAAN SIKAP LINGKAR MADANI UNTUK INDONESIA TENTANG PERPU CALON TUNGGAL

PERNYATAAN SIKAP LINGKAR MADANI UNTUK INDONESIA

TENTANG WACAN PRESIDEN MENGELUARKAN PERPPU TENTANG ANTISIPASI CALON TUNGGAL DALAM PEMIILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN










Rencana 22 parpol yang menyatakan untuk mempertimbangkan kesertaan meraka dalam pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden 2009 yang akan datang merupakan persoalan baru dalam pelaksanaan pemilu demokratis Indonesia. Jika hal itu benar-benar akan diwujudkan, kita tengah menghadapi persoalan serius, khususnya terkait dengan penegakan konstitusi dalam ranah politik.




Mengingat pernyataan tersebut tak dapat dipandang dengan sebelah mata, Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Nasional menyatakan sikap sebagai berikut :




1. Adalah merupakan tragedi nasional bahwa untuk pertama kali dalam sejarah pemilu nasional, bahkan sekalipun pemilu di era rezim Orde Baru, partai politik dengan jumlah yang sangat massif menyatakan diri tidak terlibat dalam pelaksanaan pemilu nasional. Selain tragedi nasional, hal ini juga berimplikasi sangat serius bagi penataan dan pengelolaan demokrasi kita di masa yang akan datang. Partai politik, seperti dinyatakan dalam konstitusi, satu-satunya organisasi yang dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden. Partai politik yang dimaksud bahkan harus mencapai 20% kursi di DPR atau 25% dari suara sah secara nasional;




2. Oleh karena itu, pernyataan 22 partai politik yang tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata. Penyelesaian perkara dengan cara-cara enteng, meledek dan terkesan sambil lalu akan berakibat panjang bagi demokrasi kita.




3. Lebih-lebih presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, menyatakan akan mempertimbangkan untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) guna mengantisipasi kemungkinan hanya ada satu calon tunggal dalam pencalonan presiden dan wakil presiden pada pemilu 2009 yang akan datang. Penerbitan perpu sebagai upaya mensiasati kebuntuan politik menjadikan demokrasi kita menjadi semata-mata permainan hukum. Presiden menarik masalah demokrasi menjadi semata-mata seperangkat peraturan, hukum, dan dengan sendirinya menapikan unsur nilai dan etika dalam politik. Lebih dari itu, rencana presiden untuk menerbitkan perpu akan dengan sendirinya merubah desain sistem pemilu presiden dan wakil presiden yang merupakan hasil kesepakatan seluruh kompenan bangsa ini menjadi semata-mata satu desain sistem pemilu yang coraknya ditentukan oleh presiden secara sepihak. Tentu sikap ini menjadi tragedi demokrasi kedua. Sebuah sistem demokrasi, khususnya sistem pemilihan presiden dan wakil presiden, semestinya merupakan hasil kesepakatan bersama. Esensi penting dari demokrasi adalah kesepatakan-kesepakatan politik yang dicapai melalui proses pelibatan massif warga negara dan dari proses yang didialogkan. Perpu yang terkait dengan pilpres ini akhirnya akan merupakan tindakan sepihak, tanpa dialog, tanpa partisipasi, dan dengan sendirinya menjadi monolog. Akan mudah membayangkan efek lanjutan dari pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden tanpa pelibatan massif warga negara. Yakni presiden terpilih akan selalu mendapat citra negatif, dicapai dengan cara-cara yang memutar haluan demokrasi, selalu mendapat prasangka, dan tentunya akan berujung pada proses delegitimasi. Jelas, dalam masa memimpin 5 tahun itu, stabilitas politik akan sulit tercapai, bahkan yang tersedia adalah instabilitas.




4. Oleh karena itu, LIMA Nasional menghimbau, dari pada mewacanakan akan mengeluarkan perpu, sebaiknya presiden lebih bersungguh-sungguh untuk memperhatikan dan menilik alasan-alasan yang dikemukakan oleh blok 22 partai politik. Sebab, sinyal dari faktor mereka enggan berpartisipasi amat sangat jelas; penyelenggara dan pelaksanana pemilu tidak professional dalam mengemban amanah sebagai penyelenggaran yang jujur, mandiri dan adil. Begitu jelasnya pernyataan itu sehingga tidak membutuhkan tafsir apapun atasnya. Tentu amat disayangkan sikap presiden yang bukannya mencoba menyelesaikan faktor dari keengganan parpol untuk terlibat pemilu presiden dan wakil presiden malah sibuk dengan solusi dan pernyataan-pernyataan yang bahkan jauh dari titik persoalan dan penyelesaian. Tentu sikap presiden seperti ini makin mengentalkan dugaan yang tidak semestinya terjadi di kalangan banyak warga negara. Yakni menduga-duga adanya semacam hubungan misterius antara presiden sebagai penanggungjawab pemilu dengan KPU sebagai pelaksana pemilu.




5. LIMA Nasional mendukung upaya setiap warga negara yang hak konstitusionalnya tercerabut dalam pelaksanaan pemilu yang lalu, dan mungkin jadi pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, advokasi penyelesaian seluruh pelanggaraa dan cacat pemilu haus terus menerus dilakukan. Bagi LIMA Nasional pemilihan umum anggota DPR, DPRD, dan DPD serta pemilihan umum presiden dan wakil presiden adalah nomor dua. Yang utama adalah memastikan bahwa setiap warga negara yang oleh UU dinyatakan memiliki hak dapat terlibat dan berpartisipasi di dalam setiap pelaksanaan pemilu dapat menunaikan haknya dengan bebas, aman dan semestinya. Itulah makna penting demokrasi dan tujuan utama dari pemilu. Presiden dan wakil presiden adalah efek partisipasi bukan tujuan utamanya. Dan oleh karena itu, LIMA Nasional amat sangat berkepentingan asas demokrasi ini dapat tercapai dan senantiasa terjaga. Hanya pemilu yang jurdil yang akan melahirkan pemimpin yang jurdil.







Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Atas perhatian dan partisipanya, kami ucapkan banyak terima kasih.




Jakarta, 22 April 2009







Ray Rangkuti

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Nasional

Tidak ada komentar: