Kamis, 23 April 2009

Bawaslu Nilai Polisi Terapkan Standar Ganda

SEPUTAR INDONESIA

Bawaslu Nilai Polisi Terapkan Standar Ganda

Friday, 24 April 2009


JAKARTA (SI) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai kepolisian telah menerapkan standar ganda terkait penolakan laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2009.


Anggota Bawaslu Wahidah Suaib mengatakan, kepolisian tidak mempunyai niat baik untuk memproses laporan Bawaslu terkait pelanggaran pidana pemilu saat pemungutan suara. ”Polisi menerapkan standar ganda dalam penanganan prosedur pemilu.Ratusan kasus telah masuk dan prosedurnya tidak serumit ini,” ungkap Wahidah saat diskusi tentang ”Cacat Pemilu”di Jakarta kemarin.

Menurut dia,secara prinsip,kepolisian memang tidak ingin menerima laporan Bawaslu.Padahal,ada 34 bukti yang diserahkan Bawaslu terkait pelanggaran yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut.

Selain itu, pendapat para ahli juga dimunculkan dalam laporan itu. Dia mengaku heran ketika kemudian laporan ditolak, dan polisi meminta bukti surat suara yang tertukar. ”Padahal, mencari bukti adalah tugas penyidik. Di sisi lain,Bawaslu tidak mempunyai kewenangan untuk membawa surat suara yang tertukar, karena itu rahasia negara. Polisilah yang berhak,” ujarnya.

Diketahui sebelumnya, Bawaslu melaporkan KPU ke Mabes Polri. Laporan itu terkait dugaan pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan KPU.Pelanggaran itu terkait penerbitan Surat Edaran (SE) KPU No 676 dan 684.SE itu muncul akibat tertukarnya surat suara di beberapa daerah.

Melalui SE itu, KPU menyatakan surat suara yang tertukar tetap dianggap sah. Kebijakan KPU itu berdampak pada tidak bernilainya surat suara. Namun, pihak kepolisian justru menolak laporan Bawaslu tersebut. Alasannya,laporan itu tidak disertai bukti yang cukup. Atas penolakan dan penerapan standar ganda ini,Bawaslu meminta DPR memanggil kepolisian untuk dimintai klarifikasi.

”Kami pagi ini (kemarin) sudah mengirim surat pada Ketua DPR agar penolakan kepolisian ditindaklanjuti. Melalui Komisi II dan Komisi III,kami meminta DPR memanggil kepolisian untuk mempertanggungjawabkan penolakan tersebut,”katanya. Selain itu,ujar Wahidah,Bawaslu juga menyurati presiden dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Dalam surat itu,Bawaslu menjelaskan telah menyelesaikan poin- poin dan kronologi serta kajian hukum yang lengkap terkait pelaporan pada kepolisian. Anggota Kompolnas Laode Husen menyatakan pihaknya akan memanggil kepolisian terkait penolakan laporan Bawaslu.”Saya lihat, tidak ada penjelasan hukum sehingga laporan Bawaslu ditolak. Kami akan meminta klarifikasi,” tandasnya.

Dia juga mengaku heran atas penolakan itu. Apalagi, alasan Kabareskrim Mabes Polri yang menyatakan bahwa laporan itu masuk dalam ranah Pengadilan Tata Usaha Negara. Menurut dia, surat KPU bukan objek yang bisa dimasukkan dalam Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).Sesuatu yang diproses dalam PTUN,ujar dia,adalah yang bersifat konkret, individual, dan final.

Padahal,surat edaran KPU tersebut tidak untuk individu tertentu, tapi untuk semua penyelenggara pemilu. Selain itu,jelas dia,surat edaran itu juga bukan sebuah keputusan final.”Itu kanbukan keputusan,hanya surat edaran,”ujarnya.

Juru bicara Dewan Perubahan Nasional Chalid Muhammad mengatakan, yang perlu dilakukan pemerintah dan KPU adalah memberikan hak pada masyarakat yang belum menggunakan hak pilihnya. Karena itu, sudah seharusnya hak dipilih masyarakat juga perlu diperhatikan. ”Kalau nama caleg tidak ada dalam surat suara karena tertukar maka hak dipilihnya hilang, itu harus diperbaiki,”ujarnya. (kholil)

Tidak ada komentar: