Selasa, 14 April 2009

Komnas HAM Harus Proaktif

KOMPAS


Komnas HAM Harus Proaktif
Perlu Advokasi untuk Warga yang Kehilangan Hak Pilihnya



Selasa, 14 April 2009 | 03:42 WIB

Jakarta, Kompas - Terkait dengan banyaknya warga yang kehilangan hak konstitusionalnya dalam pemilu lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia diminta proaktif mengadvokasi warga. Lembaga itu tidak perlu menunggu laporan, tetapi dapat mencari data dan mengusut hilangnya hak politik warga.

Demikian diingatkan Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti, Senin (13/4) di Jakarta. Ia mengatakan, dalam pemilu lalu, hak politik warga tersebut dilanggar dengan masif. Ada puluhan juta warga yang memiliki hak pilih, tetapi terpaksa kehilangan hak pilihnya itu karena tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT).

Langkah advokasi dan sikap proaktif Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diperlukan karena hak konstitusional warga tersebut pada dasarnya tidak boleh dicabut atau dihilangkan.

Ray mengatakan, melalui advokasi politik itu dapat saja nanti muncul penegasan telah terjadi pelanggaran hak konstitusional warga dalam pemilu legislatif pada 9 April lalu. Selain itu, advokasi dan pengusutan yang dilakukan Komnas HAM dapat diarahkan untuk memulihkan kembali hak politik warga.

Perlu dipulihkan

Ray berpendapat, hak warga negara tersebut perlu dipulihkan dan direhabilitasi.

Dihubungi terpisah, Senin di Jakarta, Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, prihatin dengan banyaknya warga negara yang kehilangan hak konstitusionalnya dalam pemilu lalu.

Secara kualitatif, hal itu tentu memengaruhi kualitas pemilu dan proses berdemokrasi di Indonesia. Apalagi, Komnas HAM menengarai hilangnya hak konstitusional warga negara tersebut terjadi di banyak tempat.

Direncanakan, hari Selasa ini Komnas HAM akan menyampaikan langkah yang hendak mereka lakukan untuk menyikapi persoalan itu. Komnas HAM kemungkinan ingin memastikan tidak ada pelanggaran HAM dalam pemilu lalu.

Sebelumnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan partai politik menilai banyaknya warga yang tak tercatat dalam DPT Pemilu 2009 adalah pelanggaran HAM. Oleh karena itu, perlu ada penyelidikan atas kasus ini.

Tantangan berat

Menyikapi konfigurasi partai politik yang memenangi pemilu lalu, Ridha menengarai bahwa penegakan HAM akan menghadapi tantangan berat. Hasil sementara penghitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei menunjukkan partai yang memperoleh suara terbanyak adalah partai yang sebelumnya berkuasa.

Pada periode lalu penegakan dan penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu berjalan di tempat. Dikhawatirkan, dengan konfigurasi yang ada saat ini, proses itu akan makin berat, bahkan terancam mandek.

Selain itu, pada masa kampanye lalu partai yang saat ini memperoleh suara terbanyak juga tidak mencantumkan atau mengampanyekan penegakan HAM dalam program mereka, seperti masalah kemiskinan dan korupsi.

Lebih dari itu, Ridha mengatakan, kalau partai peraih suara terbanyak nantinya memegang kekuasaan di Indonesia, dikhawatirkan tenggang rasa politik di antara mereka akan makin mempersulit penegakan dan penuntasan kasus HAM.

Direktur Eksekutif Demos Anton Prajasto mengatakan, masyarakat dapat membentuk apa yang disebut Komisi Kebenaran Publik. Komisi itu adalah bagian dari upaya penguatan masyarakat sipil ekstraparlemen.

Penguatan tersebut, kata Anton, diperlukan dan penting untuk mengakomodasi dan mengadvokasi masyarakat saat kekuatan elite politik kian sulit diharapkan oleh warga. Komnas HAM dapat membantu dan mengoptimalkan gerak penguatan kekuatan sipil itu. (JOS)

Tidak ada komentar: