Rabu, 01 April 2009

Ray Rangkuti : Waspadai Jual Beli Suara di PPK!



Wawancara

02/04/2009 - 12:00

Ray Rangkuti : Waspadai Jual Beli Suara di PPK!



R Ferdian Andi R



INILAH.COM, Jakarta – Pemilihan umum tinggal sepekan lagi. Menjelang pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu, peran saksi dari partai politik dalam mengawal setiap tahapan pencontrengan hingga penghitungan suara makin dipertanyakan. Mengapa?

Keberadaan saksi memang bukan tanpa masalah. Dari saksi pula proses transksi jual beli suara bisa terjadi. Kemungminan itu bisa muncul jika saksi diisi oleh orang profesional, bukan dari kader partai yang ideologis.

“Sedikit sekali partai politik yang mampu men-drop saksi yang memang bekerja dengan ideologis,” kata Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) kepada INILAH.COM, Kamis (2/4) di Jakarta.

Menurut Ray, dalam Pemilu 2009 ini potensi jual beli suara tidak lagi muncul di tingkat TPS dan dua sektor (saksi dan penyelenggara), melainkan di PPK dan dari tiga sektor, yaitu penyelenggara (KPPS), saksi, dan panitia pengawas. Sebesar apa sebenarnya potensi jual beli suara tersebut muncul? Berikut ini wawancara lengkapnya:

Sejauh mana peran saksi dari partai dalam proses pemantauan mulai dari TPS hingga Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)?

Kalau dari UU Pemilu, saksi peran cukup signifikan, karena dinyatakan dengan tegas fungsi dan tugas mereka. Lebih dari itu, saksi juga bisa melakukan koreksi langsung di lapangan seperti soal form tentang rekapitulasi perhitungan suara. Data-data para saksi itu, nantinya di Mahkamah Konstitusi (MK) bisa menjadi alat bukti. Artinya dalam pemilu saat ini sudah ada perbaikan terhadap fungsi saksi.

Di mana letak kelemahan saksi dalam mengawal proses pemilu yang jujur dan adil?

Justru kelemahannya pada kinerja para saksi ini. Itu erat kaitannya dengan proses rekrutmen mereka. Rata-rata saksi bekerja untuk itu mereka dibuat profesional untuk menjadi saksi. Sedikit sekali partai politik yang mampu men-drop saksi yang memang bekerja dengan ideologis. Saya kira hanya PKS yang mampu melakukan itu.

Apakah saksi juga bisa menjadi potensi negatif bagi partai politik?

Bisa. Makanya saksi-saki tidak ideologis, bekerja profesional. Jadi mereka melihat potensi kemenangan calon itu rendah, maka suara itu bisa dijual, pakai yang lain. Penjualan suara itu melibatkan tiga sektor penyelenggara, saksi, dan panwas. Kalau dulu cukup dua, saksi dan penyelenggara.

Bagaimana dengan kenyataan bahwa partai memiliki keterbatasan SDM dan dana, agar saksi benar-benar menjadi pengawal dan garda depan dalam proses pemilu ini?

Saya kira, para saksi jangan hanya di TPS. Karena masih banyak orang yang sulit untuk melakukan pencurian suara, karena di TPS juga masih banyak warga dan saksi lapangan. Justru partai politik memperkuat saksi di tingkat kecamatan (PPK), karena di sini lowong orang. Baru di kapubaten ada pengurus partai, itu sudah tidak ada masalah. Justru di PPK itu harus diperkuat saksi.

Kalau dilihat di Pemilu 2004, PPK praktik jual beli itu terjadi. Saat 2004, ada dua tempat proses jual beli di PPK dan Desa. Tapi memang sulitnya sekarang, pemungutan suara sampai larut malam, kemudian penghitungan suara sampai larut pagi. Di sini ada kendala bagi saksi juga. [P1]

Tidak ada komentar: