PELITA
Berbahaya Pemilu Ditunda, KPU Masih Bisa Perbaiki DPT
[Politik dan Keamanan]
Jakarta, Pelita
Dua diskusi di tempat yang berbeda di Jakarta, Selasa (24/3), sependapat bahwa Pemilu legislatif 2009 tidak boleh ditunda hanya karena kekacauan Daftar Pemilih Tetap (DPT), kerusakan dan pendistribusian logistik Pemilu yang masih sangat mengkhawatirkan.
Diskusi pertama yang membahas persoalan kekacauan DPT dan kesiapan Pemilu itu, berlangsung di Press Room DPR/MPR Senayan Jakarta, dengan menghadirkan pembicara Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti dan anggota Tim Khusus PDIP untuk Penyelidikan Kasus DPT Sudiatmoko Ariwibowo, SH.
Diskusi kedua berlangsung di DPP Partai Golkar yang bertema Persiapan Pelaksanaan Pemilu yang Jujur dan Adil dengan pembicara Anggota Bawaslu Pusat Bambang Eka, Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adnan Pandu Praja dan pengamat politik dari Cetro Hadar Gumay.
Menurut para pembicara itu, apapun yang terjadi, Pemilu Legislatif harus terlaksana tanggal 9 April 2009 untuk menghindari kekosongan pemerintahan yang sudah demisioner. Kehancuran negara-negara di Afrika adalah karena persoalan Pemilu yang ditunda. Mereka perang saudara, ujar Hadar Gumay menjelaskan.
Hadar Gumay dan Ray Rangkuti juga sependapat bahwa masih ada waktu bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengatasi keruwetan Pemilu 2009, yakni menandai nama-nama pemilih tetap yang meragukan dari segi umur dan domisili serta menghapus nama-nama pemilih tetap yang ganda.
Itu persoalan mudah. Itu pekerjaan komputer dua atau tiga hari saja bisa selesai dikerjakan, ujar Hadar Gumay seraya menambahkan, KPU harus segera menyerahkan DPT kepada seluruh partai politik (Parpol) agar pimpinannya bisa membuat satu tim bersama untuk mengecek ulang DPT yang bermasalah itu.
Sedangkan Ray Rangkuti mengatakan, kalau memang persoalan DPT tersebut tidak memungkinkan bisa diperbaiki, maka KPU harus mengambil jalan kompromi politik dengan pimpinan-pimpinan Parpol agar Pemilu tetap bisa dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan, 9 April 2009.
Kalau hal itu tidak dilakukan KPU dan Pemilu tetap dilanjutkan pada waktu yang sudah ditentukan, tentu akan berakibat banyak Parpol yang tidak mengakui legitimasi Pemilu 2009. Kalau ini terjadi maka Pemilu akan melahirkan banyak masalah yang bisa membuat negara ini semakin gawat, ujar Ray Rangkuti.
Namun Hadar Gumay tidak terlalu mengkhawatirkan persoalan legitimasi hasil Pemilu 2009 itu, karena persoalan Pemilu lebih pada soal dukungan masyarakat terhadap Parpol maupun para Caleg yang mereka pilih. 30 atau 40 persen pun rakyat yang ikut memberikan hak suaranya dalam Pemilu, tetap sah. Jadi soal legitimasi tidak ada masalah, kata Hadar.
Terlihat sejak DCS
Baik Hadar maupun Ray Rangkuti mengatakan, kekacauan kinerja KPU sudah terlihat sejak membahas masalah DCS menjadi DCT, DPS menjadi DPT, jadwal yang berubah-ubah disesuaikan dengan gaya kerja anggota KPU, keluarnya banyak Perppu, tidak beresnya logistik, banyak surat suara yang rusak dan sudah tercontreng.
Untuk itulah, kemungkinan Parpol untuk melakukan pengaduan kecurangan Pemilu termasuk kacaunya DPT tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) akan besar, sekalipun Parpol tidak mungkin akan menolak hasil Pemilu tersebut, ujar Ray Rangkuti.
Kekacauan kinerja KPU tersebut juga diakui oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bawaslu juga menyatakan kekecewaannya karena laporannya mengenai dugaan pelanggaran Pemilu yang dilakukan Caleg maupun Parpol banyak yang tidak ditindaklnjuti kepolisian, ujar anggota Bawaslu Pusat Bambang Eka.
Dia menyebutkan, laporan dugaan tindak pidana yang tidak ditindaklanjuti, antara lain, menyangkut ijazah palsu dan pelanggaran pidana lainnya. Kasus ijazah palsu sebanyak 33 laporan, sedangkan kasus pidana lainnya seperti kampanye yang melibatkan anak-anak jumlahnya mencapai ribuan laporan.
Bambang mengemukakan, kepolisian tidak menindaklanjuti laporan Bawaslu dengan alasan bahwa bukti yang disampaikan tidak kuat. Padahal, laporan itu akurat. Hanya saja Bawaslu tidak bisa berbuat banyak, karena berdasarkan perundang-undangan, kewenangan Bawaslu hanya sebatas melaporkan dugaan pelanggaran.
Tim hukum DPD PDIP Jatim Sudiatmiko Ariwibowo mengkhawatirkan akan terjadi pula kasus manipulasi suara di tingkat pusat, seperti yang terjadi dalam kasus Pilkada Jatim dengan merekayasa nomor induk kependudukan (NIK), nama-nama fiktif, penghilangan nama dalam DPT yang sebenarnya, pemilih di bawah umur dan lain-lain.
Menurut Sudiatmiko, itu semua tidak mungkin hanya kelalaian KPU, namun lebih kepada hasil rekayasa terstruktur, sistemik dan dilakukan dengan melibatkan oknum yang menguasai Informasi Teknologi (IT) dan memahami statistik. Tetapi tentang siapa mereka itu; KPUD, pemerintah atau siapa, kami masih mencari-cari, tandas Sudiatmiko lagi. Yang pasti katanya, kacaunya DPT ini setelah keluarnya DP4 dari Mendagri.
Dari hasil studi yang dilakukannya, beberapa kabupaten di Jatim telah terjadi penggelembungan. Di Kabupaten Trenggalek misalnya, NIK yang sama mencapai 6.115, NIK dan nama sama sebesar 4.960, NIK, nama dan TTL sama 4.397. Ribuan modus lainnya juga banyak ditemukan di Magetan, Ngawi, Sampang dan Bangkalan, tegasnya.
Namun, di Magetan, penggelembungan DPT tersebut menurun setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2009. Jumlah NIK yang sama sebelum diterbitkannya Perppu mencapai 5.983, namun setelah terbit hanya 2.378, tandasnya.
Malahan, temuan jumlah pemilih yang belum cukup umur (di bawah 17 tahun dan belum menikah) sebelum adanya Perppu yang mencapai 189 menjadi tidak ada sama sekali setelah Perppu tersebut terbit, ujar Sudiatmiko Ariwibowo. (kh)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar